Apa yang terjadi di
Karbala pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah adalah sebuah duka
dalam catatan sejarah. Terbunuhnya Husein di tanah itu tentu sebuah
peristiwa besar yang tidak diinginkan oleh seorang muslim pun. Tidak ada
seorang muslim pun yang rela cucu Rasulullah dizalimi, kecuali mereka
orang-orang yang keji. Tidak ada seorang muslim pun yang sudi
mencelakakannya, kecuali mereka orang-orang yang celaka.
Alur cerita tentang terbunuhnya cucu Rasulullah ﷺ, Husein bin Ali
radhiallahu ‘anhuma, telah kita bahas bersama di artikel Syahidnya Husein
Radhiallahu ‘anhu di Padang Karbala
.
Ia dikhianati oleh orang-orang yang mengundangnya ke Kufah. Dan pasukan
Ubaidullah bin Ziyad dengan lancang berani membunuhnya. Para Syiah
Husein (pendukung Husein) yang mengkhianatinya telah mengakui bahwa
mereka telah mengkhianati cucu Rasulullah. Oleh karenanya mereka membuat
Jaisy at-Tawwabin untuk menebus kesalahan mereka.
Lalu sebagian penulis sejarah melemparkan kesalahan ini juga kepada
Yazid bin Muawiyah karena ia sebagai khalifah saat itu. Bagaimanakah
duduk permasalahannya? Mudah-mudahan artikel berikut ini bisa memberikan
kita pemetaan tentang permasalahan ini.
Hubungan Kekerabatan Yazid dan Husein
Yazid bin Muawiyah adalah seorang Quraisy dari bani Umayyah. Ia satu kabilah dengan Amirul Mukminin Utsman bin Affan
radhiallahu ‘anhu. Hubungan kekerabatannya dengan Husein bin Ali
radhiallahu ‘anhuma sangatlah dekat. Berikut nasab keduanya:
- Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf.
- Husein bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf.
Keduanya adalah keturunan dari Abdu Manaf. Sementara anak dari Abdu
Manaf yakni Abdu asy-Syams dan Hasyim adalah saudara kembar. Dengan
demikian hubungan kekerabatan keduanya sangatlah erat. Tidak ada konflik
keluarga di antara keduanya. Tokoh-tokoh Ahlul Bait di Madinah seperti:
Muhammad al-Hanafiyah dan Ali bin Husein pun setia dengan membaiat
Yazid.
Simstem Administrasi Pemerintahan Bani Umayyah
Abdussyafi bin Muhammad Abdul Latif –guru besar sejarah Islam di
Universitas Al-Azhar- menjelaskan, “Para khalifah Bani Umayyah
memberikan kekuasaan penuh kepada kepala daerah untuk mengatur wilayah
mereka dan bekerja sesuai dengan prediksi mereka demi kemaslahatan
negara. Kebijakan ini sama sekali berbeda dengan kebijakan Khulafaur
Rasyidin. Pada masa Khulafaur Rasyidin, kepemimpinan dibagi-bagi menjadi
beberapa bagian; kepemimpinan dalam berperang, politik, dan
administratif dibedakan dengan kepemimpinan dalam mengatur keuangan
negara. Karena itu, pada masa Khulafaur Rasyidin terdapat
waliyyul harb (pemimpin perang),
waliyyush shalat (imam shalat), dan wali Baitul Mal (bertugas mengatur keuangan negara) yang disebut dengan
waliyyul kharraj;
ia bertanggung jawab langsung di hadapan khalifah tentang keuangan dan
ia tidak memiliki kekuasaan sama sekali dalam hal politik yang semisal.”
(Latif, 2014: 521).
Berikut perbandingan gaya administratif Khulafaur Rasyidin dengan Dinasti Umayyah:
- Ciri khas administrasi masa Khulafaur Rasyidin adalah kepemimpinan
terpusat (Sentral), dikarenakan situasi dan kondisi menuntut hal
tersebut. Karena fase saat itu adalah fase membangun atau mendirikan
negara. Oleh karena itu, Khulafaur Rasyidin mengawasi langsung hampir
semua masalah yang dihadapi negara.
- Adapun ciri administrasi bani Umayyah adalah kepemimpinan tidak
terpusat (Disentral). Hal ini diberlakukan ketika daerah kekuasaan sudah
sangat luas. Dan jarak ibu kota Damaskus menjadi semakin jauh dengan
wilayah-wilayah lainnya.
Sisi positif dari sistem administrasi Dinasti Umayyah adalah
keputusan lebih cepat diambil dan rakyat segera mendapatkan solusi dari
permasalahan di wilayah-wilayah mereka. Namun kelemahannya adalah
control pusat tidak begitu ketat. Karena terkendala jarak yang membuat
informasi lambat sampai ke ibu kota.
Dari sini, kita bisa mengetahui mengapa Ubaidullah bin Ziyad berani
memutuskan untuk menghadapi Husein dengan mengangkat senjata.
Apakah Yazid Terlibat Pembunuhan Husein?
Yazid tidak pernah memerintahkan pegawainya untuk membunuh Husein.
Dan ia juga tidak pernah ridha terhadap pembunuhan tersebut. Justru ia
menangisi dan bersedih dengan peristiwa itu.
Sejak jauh hari Yazid berupaya meredam perpecahan. Ketika Husein
radhiallahu ‘anhuma pergi dari Madinah menuju Mekah karena menolak baiat kepadanya, Yazid menulis surat kepada Abdullah bin Abbas
radhiallahu ‘anhuma –sepupu Rasulullah ﷺ-:
“Aku mengetahui banyak orang Timur (maksudnya Irak)
mengiming-iminginya dengan khilafah. Engkau memiliki pengetahuan dan
pengalaman tentang mereka. jika memang begitu, maka ia telah memutuskan
tali persaudaraan. Engkau adalah pembesar dan orang terpandang di tengah
keluargamu. Karena itu, cegahlah ia dari tindakan yang memecah belah
umat.”
Ibnu Abbas membalas suratnya:
“Aku sungguh berharap perginya Husein (ke Mekah) bukan untuk hal yang
tidak kau sukai. Aku tidak akan bosan memberinya nasihat agar
persaudaraan terjaga dan pemberontakan terpadamkan.”
Surat ini dinukilkan oleh Abdussyafi bukunya dari Tahdzib Tarikh Ibnu Asakir.
Salah seorang ulama besar Syiah, Murtadha Muthahhari, mengatakan,
“Tidak diragukan lagi bahwa penduduk Kufah adalah pendukung Ali, dan
yang membunuh Imam al-Husein adalah pendukungnya sendiri.” Perkataan ini
termaktub dalam kitab
al-Mahamatul Husainiyah, I,129 (al-Khamis, 2014: 255).
Mengapa Yazid Tidak Mencopot Ibnu Ziyad?
Penduduk Irak memiliki karakteristik yang unik. Mereka mudah sekali
melakukan pemberontakan dan memprotes kebijakan pemimpin mereka. Di
zaman Umar bin al-Khottob, penduduk Bashrah mengkritik gaya kepemimpinan
Gubernur Saad bin Abi Waqqash
radhiallahu ‘anhu hanya lantaran
berprasangka buruk kepadanya. Padahal Saad adalah orang terbaik dari
kalangan sahabat Nabi ﷺ. Kemudian penduduk Irak juga turut andil dalam
pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Amirul Mukminin Utsman bin
Affan
radhiallahu ‘anhu. Demikian juga revolusi yang hendak mereka gulirkan di zaman Yazid.
Karakter penduduk Irak, apabila dipimpin oleh pemimpin bertangan
besi, maka mereka akan tunduk. Kalau pemimpinnya santun dan berlemah
lembut terhadap mereka, maka mereka memberontak. Sebelum Ubaidullah bin
Ziyad, gubernur Kufah adalah sahabat Rasulullah an-Nu’man bin Basyir
radhiallahu ‘anhuma. Di saat itulah mereka menyusun rencana pemberontakan.
Alasan inilah yang membuat Yazid tidak mencopot Ubaidullah bin Ziyad.
Yazid khawatir kalau Ubaidullah dicopot, emosi dan keinginan penduduk
Kufah untuk memberontak akan terealisasi dengan aksi nyata. Dan sejarah
telah membuktikan kebenaran keputusan Yazid. Gerakan at-Tawwabin muncul
setelah Yazid meninggal kemudian Ibnu Ziyad dicopot dari Kufah.
Meskipun kita mengetahui bahwa sikap Yazid bin Muawiyah tidak sepakat
dengan pembunuhan tersebut, bahkan ia mengecam tindakan Ibnu Ziyad dan
menangisi kematian Husein. Kemudian ia juga memuliakan keluarga Husein
setelah wafatnya. Namun, tanggung jawab Yazid terletak pada perintah
yang kurang jelas kepada Ibnu Ziyad. Langkah apa yang harus diambil Ibnu
Ziyad untuk mencegah Husein masuk ke Kufah. Sehingga Ibnu Ziyad tidak
berani mengangkat senjata terhadap Husein
radhiallahu ‘anhu.
Allahu a’lam..
Sumber:
– al-Khamis, Utsman bin Muhammad. 2014. Inilah Faktanya. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafii.
– Latif, Abdussyafi bin Muhammad Abdul. 2014. Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Bani Umayyah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
– islamstory.com
– Redaksi ISBAD