Dalam Alquran terjemahan kerap kali ditemukan kata "kami" untuk merepresentasikan firman Allah. Contohnya, "Kami Maha Berkehendak".
Sementara itu, seperti diketahui bahwa kata "kami" merujuk pada makna jamak. Apakah ini berarti kami (Allah) itu jamak?
"Katakanlah, Dia (Allah) itu Satu." Ya, Allah SWT itu satu, tidak jamak.
Allah SWT tentu saja bukanlah manusia,
bukan juga makhluk hidup dengan seperangkat kelamin. Bukan laki-laki,
bukan pula perempuan.
Dalam gramatikal bahasa Arab, memang ada 14 dhamir (kata ganti orang). Dari huwa (kata ganti orang ketiga, tunggal dan laki-laki) hingga nahnu.
Sementara dalam Alquran, pemakaian kata
ganti orang ini kerap kali digunakan untuk lafaz Allah SWT. Kitab suci
umat Islam ini membahasakan "Allah" dengan kata ganti "huwa
(Dia)". Yang mana, seperti dijelaskan sebelumnya, makna aslinya adalah
dia laki-laki (1 orang). Namun semua tahu bahwa Allah SWT bukan
laki-laki atau perempuan.
Jika Alquran memakai kata ganti Allah dengan lafaz “huwa”, bukan “hiya” (untuk perempuan), lantas bukan berarti Allah itu laki-laki.
Pemakaian “huwa” adalah corak keistimewaan bahasa Arab yang tak ada seorang pun meragukannya.
Hal ini sama pula dengan penggunaan "nahnu (kami)". Jika dilihat dari penggunaan asal katanya, nahnu
merupakan kata ganti orang pertama jamak, baik laki-laki atau
perempuan. Namun ini bukan berarti Allah itu berjumlah banyak (jamak).
Tak semua “nahnu” selalu berarti
pelakunya banyak. Secara umum, “nahnu” memang menunjukkan jumlah jamak,
namun orang yang belum paham bahasa arab akan kecele dengan ungkapan
ini. Kata “kami” tak selalu menunjukkan kuantiti banyak, namun
menunjukkan pula kebesaran sosok yang menggunakannya.
Dengan demikian, yang menyebut Allah itu ada banyak (jamak) hanya gara-gara ada kata “kami” di Al-Qur’an, bisa diukur kemampuan otaknya. Wallahua’lam.
Sumber : BersamaDakwah