" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Minggu, 13 Desember 2015

Mengapa Wanita Tidak Boleh Kumandangkan Adzan?


azan

Sudah menjadi sesuatu yang umum bahwa selama ini adzan haruslah dikumandangkan oleh laki-laki. Bagaimana dengan wanita?

Dalam Fatawa wa Rasaiil, Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim mengatakan bahwa adzan sama sekali bukan hak wanita.
Syaikh menyatakan bahwa tidak boleh bagi wanita untuk mengumandangkan adzan, karena adzan termasuk perkara-perkara yang zhahir dan ditampakkan, yang mana perkara-perkara macam ini adalah urusan pria, sebagaimana wanita tidak diberi tugas untuk melakukan jihad dan hal-hal serupa lainnya.

Sedangkan Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’, ketika ditanya: “Bolehkah wanita mengumandangkan adzan, apakah suara wanita dianggap aurat atau tidak?”

Maka jawabannya dalam Fatwa No. 9522 adalah:
Pertama : Pendapat yang benar dari para ulama menyatakan, bahwa wanita tidak boleh mengumandangkan adzan, karena hal semacam ini belum pernah terjadi pada jaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga tidak pernah terjadi di zaman Khulafa’ur Rasyidin Radhiyallahu ‘anhum.

Kedua : Dengan tegas kami katakan bahwa suara wanita bukanlah aurat, karena sesungguhnya para wanita di zaman Nabi selalu bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang urusan-urusan agama Islam, dan mereka juga selalu melakukan hal yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin setelah mereka.

Di zaman itu juga mereka biasa mengucapkan salam kepada kaum laki-laki asing (non mahram) serta membalas salam, semua hal ini telah diakui serta tidak ada seorangpun di antara para imam yang mengingkari hal ini, akan tetapi walaupun demikian tidak boleh bagi kaum wanita untuk mengangkat suaranya tinggi-tinggi dalam berbicara, juga tidak boleh bagi mereka untuk berbicara dengan suara lemah gemulai, berdasarkan firman Allah: “Hai itri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita-wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (Al-Ahzab : 32).

Karena jika seorang wanita berbicara lemah gemulai maka hal itu dapat memperdaya kaum pria hingga menimbulkan fitnah di antara mereka sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut

Sumber: http://almanhaj.or.id/content/122/slash/0/hukum-adzan-dan-iqomat-bagi-wanita/

Jumat, 04 Desember 2015

Mengapa Tak Ada yang Hafal Alkitab?


Mengapa Tak Ada yang Hafal Alkitab? Jawaban Pendeta Ini Jadi Senjata Makan Tuan
Dalam sebuah forum debat terbuka, seorang muslimah bertanya kepada pendeta yang menjadi narasumber, adakah orang yang hafal Alkitab sebagaimana banyak muslim yang hafal Al Qur’an?

Bukannya menyajikan fakta atau alasan rasional, jawaban pendeta tersebut justru terkesan merendahkan Al Qur’an. Ia menyebut Al Qur’an mudah dihafal karena sangat tipis.

“Di dunia ini tak mungkin ada orang yang hapal Alkitab di luar kepala. Sejenius apa pun orang itu, tidak mungkin baginya hapal Alkitab di luar kepala, sebab Alkitab itu adalah buku yang sangat tebal, jadi sulit untuk dihapal. Berbeda dengan Al Qur’an. Al Qur’an adalah buku yang sangat tipis, makanya mudah dihapal,” jawab pendeta bertitel doktor teologi itu.

Mendapati jawaban ini, H. Insan LS Mokoginta ‘merebut’ mic dari muslimah tersebut dan melanjutkan pertanyaan.

3-hafizh-termuda-sedunia-1-640x414
“Maaf pak Pendeta, tadi bapak mengatakan bahwa Al Qur an adalah buku yang sangat tipis, makanya gampang dihapal di luar kepala. Tapi pak Pendeta, setipis-tipisnya Al Qur’an itu ada sekitar 500 s/d 600 halaman, jadi cukup banyak juga lho!! Tapi kenyataannya di dunia ini ada jutaan orang yang hapal Al Qur’an di luar kepala. Bahkan anak kecil pun banyak juga yang hapal di luar kepala, walaupun artinya belum dipahami. Sekarang saya bertanya kepada pak Pendeta, Alkitab itu terdiri dari 66 kitab bukan? Jika pak Pendeta hapal satu surat saja di luar kepala (1/66 saja), semua yang hadir di sini jadi saksi, saya akan kembali masuk agama Kristen lagi!”

Mendengar pertanyaan dan tantangan ini, forum menjadi tegang. Kalangan muslim khawatir pendeta tersebut benar-benar hafal karena konsekuensinya sangat berat, Insan harus masuk Kristen lagi. Namun ketegangan juga tampak dari wajah pendeta dan pendukungnya. Ada beberapa pendeta yang hadir pada saat itu, mereka semua terdiam dengan wajah menegang. Ternyata tak ada yang hafal Alkibat walau satu ‘surat’.
Mengetahui para pendeta tak ada yang hafal, Insan menurunkan tantangannya. Tak perlu satu ‘surat’, cukup satu lembar saja.

“Maaf pak Pendeta, usia Anda ada yang sekitar 40, 50 dan 60 tahun bukan? Jika ada di antara pak Pendeta yang hapal satu lembar saja bolak-balik ayat Alkitab tanpa keliru titik dan komanya, saat ini semua peserta menjadi saksinya, saya kembali masuk agama Kristen lagi!! Silahkan pak!”

Suasana menjadi lebih tegang. Umat Islam khawatir karena Insan mempertaruhkan keimanannya demi hafalan sekecil itu. Namun Insan yakin tak ada yang bisa menghafalnya.

Dan ternyata benar. Wajah-wajah pendeta dan kaum nasrani ini tampak lesu. Tak ada satu pun yang berani menjawab tantangan Insan. Bahkan ketika insan menantang seluruh hadirin, tidak hanya pendeta yang berada di depan. Tak ada yang berkutik.

“Mengapa Al Qur’an mudah dihafal? Karena ia kalamullah. Mukjizat. Mengapa tak ada yang hafal Alkitab? Karena ia bukan mukjizat,” demikian simpul Ihsan sembari menjelaskan bahwa cetakan tahun berapapun dan di negara manapun, Al Qur’an pasti sama. Ketika satu negara mengadakan musabaqah tilawatil Qur’an dan didengar penduduk negara lain, niscaya bisa diikuti dan dinilai bacaan itu benar atau salah.
Kesimpulan Ihsan itu membawa kegetiran tersendiri bagi orang-orang yang tak suka mendengarnya.

Sumber : Bersamadakwah
               Alvian (Redaksi ISBAD)