|
Mu’allim KH. Syafi’i Hadzami
|
RIWAYAT SINGKAT MU’ALLIM K.H.Muh. SYAFI’I HADZAMI
I. Biografi
Lahir pada tanggal 12 Ramadhan 1349 H atau bertepatan dengan 31
Januari 1931 M dengan nama Muhammad Syafi’i Hadzami,anak pertama
pasangan Bapak Muhammad Saleh Raidi dan Ibu Mini di kawasan Rawa
Belong, Jakarta Barat.
Ayah Syafi’i adalah seorang Betawi asli, sedangkan ibunya berasal dari
daerah Citeureup Bogor. Ayahnya adalah seorang pekerja pada perusahaan
minyak asing di Sumatera Selatan. Dua tahun kemudian, setelah Syafi’i
lahir, ayahnya pulang ke kampung halaman dan tidak pernah kembali lagi
bekerja di perusahaan minyak asing. Ayahnya kemudian bekerja sebagai
penarik bendi. Pada tahun 1933 Muhammad Syafi’i tinggal bersama kakek
Husin di Batutulis XIII,Pecenongan. Syafi’i mulai diajak kakeknya untuk
mengaji dan membaca ditempat kakeknya mengajar mengaji. Kakeknya juga
selalu mengajak Syafi’i kecil untuk sholat berjamaah. Syafi’i kecil
belajar mengaji kepada teman-teman kakeknya mengajar mengaji,antara
lain Kyai Abdul Fatah dan Bapak Sholihin yang ada di musholla tempat
kakeknya mengajar,sehinggan saat ini musholla tersebut diberi nama
Raudhatus Sholihin.
Mu’allim juga memiliki hobi mengoleksi batu cincin,memelihara ayam
pelung dan memelihara burung. Hobi mengoleksi cincin didapatkan dari
gurunya, Guru Mahmud Romli sewaktu menuntut ilmu agama. Selain sebagai
koleksi,ada juga batu cincin yang diperdagangkan kepada orang lain.
Mua’llim juga suka berbagai makanan,beliau bukan orang yang rewel saat
disuguhkan makanan. Hanya satu yang kurang disukai,yaitu daging
ayam,karena ayam yang disembelih dipasar masih diragukan tatacara
penyembelihannya. Makanan kesukaan Mu’allim adalah soto kaki dan sop.
Saat majelis ta’lim,beliau juga senang makan dengan sate,sop dan
durian.
II. Pendidikan
Sejak kecil,tepatnya tahun 1935 Syafi’i mulai belajar mengaji kepada
kakeknya sendiri,Kakek Husin. Ia belajar kepada kakeknya hingga
kakeknya wafat pada tahun 1944. Kemudian pada tahun 1936 Syafi’i masuk
ke sekolah dasar HEI (Hollandche Engels Instituut) yang
terletak dijalan Ketapang. Sebelum berangkat sekolah, Syafi’i selalu
berdagang kue buatan neneknya dengan berkeliling kampungnya selama
kurang lebih 2 tahun. Pada tahun 1940 Syafi’i mengkhatamkan Al-Quran
dan mulai membantu mengajar teman-temannya. Namun Syafi’i juga tetap
belajar Al-Quran kepada Bapak Sholihin. Selain belajar Al-Quran Syafi’i
juga belajar lughah,nahwu dan shorof kepada Bapak Sholihin. Kemudian
pada tahun 1942 Syafi’i lulus dari HEI. Setelah lulus dari HEI,Syafi’i
mulai mengikuti kursus stenografi dan pembukuan.
Pada tahun 1948 Syafi’i menikah dengan gadis tetangganya di
Batutulis bernama Nonon yang dikemudian hari dipanggil dengan panggilan
Hajjah Siti Khiyar. Pada saat menikah,Syafi’i telah tinggal di
Kemayoran. Masih pada tahun 1948 juga Syafi’i mulai belajar resmi pada
Guru Sa’idan didaerah Kemayoran. Syafi’i mempelajari ilmu tajwid, ilmu
nahwu dengan kitab pegangan Mulhatul-I’rab dan ilmu fiqih dengan kitab pegangan Ats-Tsimarul-Yani’ah yang merupakan syarah atas kitab Ar-Riyadul-Badi’ah.
Guru Sa’idan pun menyuruh Syafi’i untuk belajar kepada guru
lain,diantaranya Guru Ya’kub Sa’idi (Kebon Sirih). Syafi’i belajar
kepada Sa’idan hingga tahun 1953 atau sekitar 5 tahun dan mulai belajar
kepada Guru Ya’kub Sa’idi selama 5 tahun juga dari 1950-1955. Pada
Guru Ya’kub, Syafi’i mengkhatamkan kitab Idhahul-Mubham, Darwisy Quwaysini,dan
lain-lain. Hingga pada akhirnya Syafi’i dipanggil dengan sebutan
Mu’allim Syafi’i dikarenakan banyaknya ilmu yang dikuasai oleh Syafi’i.
Setelah belajar kepada Guru Ya’kub, Mu’allim kembali belajar kepada K.H. Mahmud Romli (Guru Mahmud) mengaji kitab Ihya-Ulumiddin (tasawuf) dan Bujairimi (fiqih) hingga wafatnya Guru Mahmud pada tahun 1959.
Pada tahun 1951 Mu’allim dikaruniai seorang putra pertama bernama
Ahmad Chudlory (yang kini menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi
PPP). Pada tahun 1953 selama kurang lebih 5 tahun Mu’allim berguru
kepada K.H. Mukhtar Muhammad di Kebon Sirih yang tak lain adalah
mertuanya sendiri dan juga murid dari Guru Ya’kub. Kitab yang
dipelajari adalah kitab Kafrawi (dalam ilmu nahwu).
Pada tahun 1956 Mu’allim bekerja di RRI sebagai pegawai negeri. Tugasnya adalah di bagian transcription service,yaitu
bagian rekaman musik-musik. Pada tahun 1958 Mu’allim kembali belajar
kepada Habib Ali bin Husein al-Aththas (Habib Ali Bungur) hingga beliau
wafat pada tahun 1976. Mu’allim banyak sekali mengaji kitab kepada
beliau. Biasanya sebelum berangkat ke RRI,Mu’allim datang ke tempat
Habib Ali Bungur dan membaca kitab dihadapannya. Kemudian sekitar tahun
1960, Mu’allim meminta rekomendasi atas karangannya kepada Habib Ali
bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) yang berjudul al-Hujajul-Bayyinah (argumentasi-argumentasi
yang jelas). Dan setelah melihat karangannya itu, Habib Ali Kwitang
memberikan rekomendasinya dalam bahasa arab dan juga memberikan sebuah
Al-Quran,tasbih,serta uang sebesar 5.000 rupiah kepada Mu’allim yang
pada saat itu uang sebesar 5.000 sangat lumayan besar jumlahnya.
Sejak saat itu hingga sekarang,Mu’allim Syafi’i mempunyai banyak
murid namun yang terdekat dengan Mu’allim adalah antara lain K.H.
Sabilar Rasyad, H. A. Sukmadibrata, Ustadz H. M. Ali Samman, H.
Muhammad Erwin Indrawan (murid sekaligus anak angkat Mu’allim), K.H.
M.S. Zawawi,dan lain-lain.
III. Karya Ilmiah
Kita patut menyambut gembira kehadiran karya-karya Mu’allim yang
manfaatnya telah dirasakan dan diakui oleh banyak orang,baik dari
kalangan ulama maupun orang-orang awam. Hingga ,hingga akhir hayatnya
sudah puluhan karya-karya yang dihasilkan Mu’allim. Pada
umumnya,karya-karya beliau berupa risalah-risalah kecil dengan bahasa
Indonesia yang ditulis dengan tulisan Arab,kecuali kitab Taudhihul-Adillah.
Walaupun secara fisik karya-karya beliau terlihat sederhana,bahasanya
pun juga sederhana tetapi mater-materi yang ditulisnya adalah tema-tema
penting yang dibutuhkan masyarakat luas. Bahkan mereka-mereka yang
telah berilmu tinggi pun masih perlu untuk membacanya,terkadang
risalah-risalah karya Mu’allim adalah berisi mengenai
tanggapan-tanggapan atas persoalan-persoalan yang sedang ramai
dibicarakan. Diantara karya-karya beliau adalah sebagai berikut :
1. Kitab Taudhihul-Adillah (penjelasan dalil-dalil).
2. Kitab Sullamul-‘Arsy fi Qiraat Warsy. Kitab ini
disusun pada saat Mu’allim berusia 25 tahun dan selesai pada tanggal 24
Dzulqa’dah tahun 1376 H (1956 M). Risalah setebal 40 halaman ini
berisi qaidah-qaidah khusus pembacaan Al-Quran menurut Syekh Warasy dan
terdiri dari satu mukadimah,sepuluh mathab (pokok pembicaraan) dan satu khatimah (penutup)
3. Kitab Qiyas Adalah Hujjah Syar’iyyah. Dalam risalah
ini dikemukakan dalil-dalil dari Al-Quran,hadits dan ijma’ ulama yang
menunjukkan bahwa qiyas merupakan salah satu hujjah-hujjah syariah.
Risalah ini selesai disusun pada tanggal 13 Shafar 1389 H atau
bertepatan dengan tanggal 1 Mei 1969 M.
4. Kitab Qabliyyah Jum’at. Kitab ini berisi tentang
kesunatan sholat sunah qabliyah pada sholat jum’at dan hal-hal yang
berkait dengannya. Dalam risalah ini dikemukakan nash-nash
Al-Quran,hadits dan fuqaha.
5. Kitab Shalat Tarawih. Didalam kitab ini terdapat
penjelasan mengenai dalil-dalil dari hadits dan keterangan para ulama
yang berkaitan dengan sholat tarawih,dari mulai pengertian,ikhtilaf
tentang jumlah rakaatnya,cara pelaksanaannya dan lain-lain.
6. Kitab ‘Ujalah Fidyah Shalat. Kitab yang ditulis
pada tahun 1977 ini membahas khilaf tantang pembayaran fidyah untuk
seorang muslim yang telah meninggal dunia yang di masa hidupnya pernah
meninggalkan beberapa waktu sholat fardhu.
7. Kitab Mathmah ar-Ruba fi Ma’rifah ar-Riba. Kitab ini membahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan riba,seperti hukum riba,benda-benda rabawi,jenis-jenis
riba, bank simpan pinjam,deposito,dan lain sebagainya. Kitab ini
selesai ditulis pada yanggal 7 Muharram 1397 (1976 M).
IV. Kontribusi Dakwah
Mengajar adalah pilihan hidup dari seorang Syafi’i Hadzami. Pada
beberapa tahun lalu sempat terjadi konflik kepentingan antara mengajar
dan berdagang,dan pada akhirnya Mu’allim memilih untuk mengutamakan
mengajar. Keputusan itu memang sesuai dengan panggilan jiwanya. Mengajar
dilakukan dengan sangat tekun dan sungguh-sungguh. Penguasaannya
handal. Ia memahami dan menguasai persoalan-persoalan agama dengan baik.
Selebihnya adalah kearifan yang mungkin muncul dari pengalaman
ilmunya. Artinya,selain menguasai ilmu,yang bersangkutan juga
mengamalkannya dengan suatu corak pengalaman tertentu.
Telah banyak majlis-majlis ta’lim yang dipimpin oleh Mu’allim,dan
diakui kebesarannya oleh para muridnya. Ada beberapa keagungan beliau
yang disebutkan oleh muridnya,antara lain:
1. Ketelitian
2. Ketekunan
3. Kesabaran,dan
4. Kecerdasan dan daya ingat.
Berikut adalah daftar nama-nama majelis-majelis ta’lim yang pernah dipimpin oleh beliau:
1. Al-Himmatul ‘Aliyah (Cempaka Putih)
2. Baitul Muta’ali (Cipadu,Tangerang)
3. Al-Barokah (Kepu Dalam)
4. At-Taqwa (Kemayoran)
5. Al-Awwabin (Jalan Spoor Dalam)
6. Ni’matul Ittihad (Pondok Pinang,Ciputat Raya)
7. Al-Istiqomah (Cempaka Baru)
8. Yayasan At-Taqwa (Jakpus)
9. Sholatihah (Kemayoran)
10. As-Sa’adah (Simprug)
11. Riyadhul Jannah (Pd. Bambu,Jaktim)
12. Al-Mubarok (Condet)
13. Al-Hidayah (Kemanggisan)
14. At-Ta’ibin (Senen,Jakpus)
15. Az-Zawiyah (Kediaman Mu’allim Syafi’i Hadzami)
16. Al-Mabrur (Tanah Tinggi,Jakpus)
17. Al-Asyirotusy Syafi’iyah (Kp. Dukuh,Kebayoran Lama)
18. As-Surur (Kebon Jeruk)
19. Ad-Dirosatul ‘Ulya lit-Tafaqquh fid-Din (Kp. Dukuh,Kebayoran Lama)
20. Himmatul Masakin (Kebayoran Baru)
21. An-Nizhomiyyah (Cipulir)
22. Khoirul Biqo (Jakpus)
23. Al-Manshuriyyah (Jembatan Lima)
24. Al-Muhsinin (Kemayoran,Jakpus)
25. Al-Ma’mur (Tanah Abang,Jakpus)
26. At-Taqwa (Kby. Baru)
27. Al-Ma’ruf (Grogol)
28. Al-Falah (Kemayoran,Jakpus)
29. ‘Isyatur-Rodhiyyah (Johar Baru,Jakpus)
V. Mu’allim Wafat
Pada pagi hari, ahad 7 Mei 2006, selepas Mu’allim
mengajar di Masjid Pondok Indah, beliau mengeluh sakit pada jantungnya.
Akhirnya dalam perjalanan menuju RSPP Pertamina, beliau kembali
berpulang ke pangkuan Allah dengan Husnul Khotimah. Banyak para muridnya
yang terkejut mendengar berita tersebut. Tak hentinya mereka datang ke
kediaman Mu’allim di daerah Kebayoran, untuk mensholati dan mendo’akan
kepergian beliau. Bahkan disebutkan sholat jenazah dilakukan tak
putusnya mulai dari siang sampai malam hari. Sungguh ketika itu Ummat
Islam, khususnya di Indonesiatelah kehilangan putra terbaiknya.
Sumber : http://majelisan.blogspot.co.id
Redaksi ISBAD
Share