Hari itu genap sudah 70 orang pengikut Rasulullah yang berada di kota Mekkah. Rasulullah merasa senang. Ini berarti Allah telah membuatkan baginya “benteng pertahanan” dari suatu kaum yang memiliki keahlian dalam peperangan, persenjataan, dan pembelaan. Sesungguhnya Mekkah adalah medan dakwah yang berat.
Tetapi penyiksaan dan permusuhan terhadap kaum muslimin pun makin gencar dan berat. Mereka menerima cacian dan penyiksaan yang sebelumnya tidak pernah mereka alami. Para sahabat mengadukannya kepada Rasulullah. Rasulullah diam sejenak.
“Sesungguhnya,” Rasulullah berkata, “aku pun telah diberitahu bahwa tempat kalian adalah Yastrib. Barang siapa yang ingin keluar, hendaklah menuju Yastrib.”
Para sahabat pun bersiap-siap. Mereka segera mengemas semua keperluan perjalanan, kemudian secara sembunyi-sembunyi berangkat ke Yastrib. Tidak seorang pun dari sahabat Rasulullah yang berani berhijrah secara terang-terangan kecuali Umar bin Khattab.
Umar membawa pedang, busur, panah dan tongkat di tangannya menuju Ka`bah. Kemudian sambil disaksikan oleh tokoh-tokoh Quraisy, Umar melakukan thawaf tujuh kali dengan tenang. Setelah itu Umar datang ke Maqom mengerjakan shalat. Usai shalat, Umar bersuara lantang, “Barang siapa ibunya ingin kehilangan anaknya, atau istrinya ingin menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim piatu, aku tunggu di balik lembah ini…”
Setelah keberangkatan Umar, berangsur-angsur kaum Muslimin melakukan hijrah ke Yatsrib sehingga tidak ada yang tertinggal di Mekkah kecuali Rasulullah saw, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar. Juga orang-orang yang ditahan, sakit atau tidak mampu keluar.