Mengkonsumsi makanan yang halal dan
baik (thayib) merupakan perintah Allah SWT yang wajib dilaksanakan oleh setiap
orang yang beriman. Perintah ini dapat disejajarkan dengan bertaqwa kepada
Allah. Dengan demikian, mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan
taqwa karena mengikuti perintah Allah SWT merupakan ibadah yang mendatangkan
pahaladan memberikan kebaikan dunia dan
akhirat. Sebaliknya, mengkonsumsi yang haram merupakan perbuatan maksiat yang
mendatangkan dosa dan keburukan baik dunia maupun akhirat.Di dalam Al-Qur’an telah ditegaskan
bahwa makanan dan minuman yang diharamkanadalah:1. Bangkai2. Darah3. Babi4. Binatang yang disembelih dengan
menyebut nama selain Allah SWT5. Khamr atau minuman yang
memabukkanSebenarnya apa yang diharamkan Allah
SWT untuk dimakan jumlahnya sangat sedikit. Selebihnya, apa yang ada di muka
bumi ini pada dasarnya adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam
Al Qur’an dan Hadits. Namun perkembangan teknologi telah menciptakan aneka
produk olahan yang kehalalannya diragukan. Banyak dari bahan-bahan haram
tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan
penolong pada berbagai produk olahan, karena dianggap lebih ekonomis. Akibatnya
kehalalan dan keharaman sebuah produk seringkali tidak jelas karena bercampur
aduk dengan bahan yang diragukan kehalalannya. Hal ini menyebabkan berbagai
macam produk olahan menjadi syubhat dalam arti meragukan dan tidak jelas status
kehalalannya
TAHUKAH ANDA, makan
makanan yang halal merupakan kunci untuk membuka pintu kebersihan hati,
kezuhudan terhadap dunia, bertutur kata yang baik dan pancaran hikmah lewat
lisannya.
Orang yang mengonsumsi
makanan yang haram atau diperoleh dengan cara yang haram adalah sebaliknya.
Seorang mukmin tidak boleh tidak harus makan makanan yang halal.
Kewajiban ini
berdasarkan hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
“Bekerja mencari
yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah.” (Hadits
Riwayat Thabrani dan Baihaqi).
Abu Hurairah r.a
mengisahkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Seseorang
yang memperoleh (harta) secara sah (halal), menyelamatkan dirinya dari
minta-minta dan menunaikannya demi makan dan minum keluarganya dan menolong
tetangganya, akan berjumpa Allah Subhanahu Wata’ala. Di hari pengadilan dengan
wajah bercahaya bagaikan bulan. Dan seorang yang memperoleh (harta) secara
tidak halal dengan suatu pandangan lebih beruntung dari-pada sebelumnya dan
untuk menunjukkan bahwa kekayaannya lebih besar dari pada orang lain, akan
bertemu dengan Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam kemurkaan.“ (HR. Baihaqi).
Karena merupakan
kewajiban, maka mencari sesuap nasi harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
Perut kita harus diisi dengan makanan dan minuman yang halal dan baik.
Karenanya, pilihlah makanan yang halal.
Jika makanan dan minuman
yang dikonsumsi halal dari segi zatnya dan diperoleh dengan cara yang halal
pula, maka makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut akan menjadi darah dan
daging yang melahirkan energi positif serta memudahkan langkah seseorang
melakukan amal-amal mulia.
Sebaliknya, jika makanan
dan minuman yang masuk ke dalam perut berasal dari barang haram atau diperoleh
dengan cara yang tidak benar seperti mencuri, menipu, merampok dan korupsi,
maka ia akan menjadi energi negatif yang pada akhirnya menarik seseorang untuk
cenderung kepada perbuatan-perbuatan maksiat.
Ketika anak-anak kita
beri makanan dan rezeki dari sumber yang halal, maka mereka akan mudah
dibimbing dengan akhlak mulia. Mereka juga akan mudah melangkah kepada
kebaikan-kebaikan sehingga impian mendapat anak yang shalih akan terwujud.
Ihwal makan makanan
halal dan haram ini, Sahl bin Abdullah at-Tusturi berkata, “Siapa yang makan
makanan yang haram, mau atau tidak mau, anggota tubuhnya akan cenderung kepada
maksiat, baik disadari atau tidak. Siapa yang memakan makanan halal, niscaya
anggota tubuhnya akan berbuat taat dan diberi taufik untuk berbuat kebaikan.”
Allah mengingatkan kita
agar selalu mengonsumsi makanan yang halal;
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah: 168).
Tidak hanya halal saja,
tapi makanan yang masuk ke dalam perut juga harus baik, tidak mengandung resiko
atau mengganggu kesehatan seperti misalnya rokok. Rokok jelas tidak baik dari
segi kesehatan. Oleh karena itu, ia menjadi tidak layak untuk dikonsumsi.
Manfaat Makanan
yang Halal
Disebutkan
dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah
Shallallahu “alaihi Wassallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah
itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah
memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para Rasul-Nya dengan
firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan
Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa
yang Kami rizkikan kepada kalian.”
Selepas menyampaikan dua
firman Allah di atas, Rasul menceritakan perihal seseorang yang melakukan
perjalanan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua
tangannya ke langit seraya berkata: “Ya Robbku, Ya Robbku, padahal
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi
dari sesuatu yang haram. Maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan
dikabulkan.”
Lewat sabda Rasul ini
kita mendapatkan ilmu tentang sikap tegas Allah yang menyamakan perintah untuk
para utusan-Nya dengan perintah untuk hamba-hamba-Nya selain Rasul. Kalau para
Rasul diperintahkan untuk makan makanan yang halal, demikian pula bagi
orang-orang beriman. Mereka harus mengonsumsi makanan yang halal.
Sebagian ulama
mengatakan bahwa orang yang paling ahli ibadah bukan dilihat dari banyaknya
ibadah yang ia kerjakan, tapi dilihat dari paling jauhnya ia dari makanan yang
haram.
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wassallam pernah menyampaikan nasehat berharga pada Abu Hurairah,
“Wahai
Abu Hurairah, jadilah orang yang wara, maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya
ahli ibadah. Jadilah orang yang qonaah (selalu merasa cukup dengan pemberian
Allah), maka engkau akan menjadi orang yang benar-benar bersyukur. Sukailah
sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu sendiri,
maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada
tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa
karena banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah)
Bila kita perhatikan
keadaan kaum Salafus Shalih, mereka memiliki bobot ucapan yang berkualitas sehingga
menyusup ke dalam sanubari, memendarkan cahaya dan hikmah. Tidak sedikit
orang-orang yang ahli maksiat bertaubat kepada Allah berkah ucapan mereka. Di
masa ini, tidak sedikit orang yang lihai dan fasih berbicara, namun isi bicara
mereka adalah sumpah serapah, fitnah dan dusta. Salah satu penyebab semua itu
karena terlalu mudah memasukkan makanan ke dalam perut atau menerima hadiah dan
uang yang tidak jelas sumbernya. Rasul bersabda: “Setiap daging yang tumbuh
dari sesuatu yang haram, maka neraka menjadi tempat yang paling untuknya.”
Sebagian ulama
mengatakan memasukkan tanah ke mulut, adalah lebih baik daripada memasukkan
makanan yang haram. Sayangnya, masih ada sebagian orang berdalih, Kalau tidak
makan dari cara begini (haram), makan dari mana? Ucapan seperti ini tentu tidak
laik dilontarkan oleh orang yang yakin kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Bukankah setiap mahkuk hidup sudah dijatah rezekinya oleh Allah. Orang yang
tidak makan dan minum selama dua hari ia masih bisa hidup.
Bahaya Makanan
yang Tidak Halal
Dalam sebuah hadis
disebutkan yang artinya, jika seseorang bekerja dengan pekerjaan yang tidak
halal, maka harta yang diperoleh dari hasil kerja tersebut tidak akan
mengandung keberkahan, bahkan bisa menjadi bekal ahli warisnya ke neraka.
Seseorang dengan kekayaan melimpah namun didapat dengan cara-cara tidak halal
seperti korupsi, akan menjadikan anak keturunannya tidak shalih. Bisa jadi
anaknya menjadi durhaka bahkan keluar dari Islam alias murtad. Ini disebabkan
makanan yang dikonsumsinya berasal dari perbuatan haram.
Abdulah bin Umar RA
pernah berkata: Seandainya kalian shalat hingga kalian menjadi seperti sesuatu
yang berkeluk bak busur, dan puasa hingga kurus seperti senar gitar, semua itu
tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan sikap wara` yang kuat.
Disebutkan dalam Kitab
Taurat: “Siapa yang tidak peduli (masa bodoh) tentang sumber makanannya, Allah
juga tidak peduli dari pinta mana Dia memasukkannya ke api neraka.”
Pada suatu hari, Sa`ad
bin Abi Waqqash meminta kepada Nabi Muhammad agar berdoa untuknya supaya
dijadikan orang yang doanya segera dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Nabi berkata, “Perbaikilah makanan yang engkau makan (makanlah makanan yang
halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang doanya mudah terkabul.”
Disebutkan bahwa dahulu
kala ada seseorang yang dalam keadaan sakaratul maut (sekarat). Di sisinya
terdapat orang shalih. Setelah benar-benar meninggal, si orang shalih berkata
kepada orang-orang di sekelilingnya untuk memadamkan lampu minyak yang ada.
Mengapa? Karena lampu minyaknya sudah jadi ahli waris usai ia wafat.
Makan makanan halal akan
menyebabkan badan sehat, amal ibadah diterima oleh Allah, dan pelakunya akan
digolongkan ke dalam golongan orang shalih dan berakhlak mulia. Makanan yang
halalan tayyiban atau halal lagi baik serta bergizi, tentu sangat berguna bagi
kebutuhan jasmani dan rohani kita. Hasil makan makanan yang halal akan membawa
keberkahan, menjadikan keluarga hidup bahagia meskipun tidak banyak. Makanan
dan minuman yang haram, selain dilarang oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan
Rasul-Nya, juga mengandung keburukan. Sebab hasil yang haram meskipun banyak
tidak akan membawa berkah dan kebaikan.
Demikian
tadi merupakan makanan halal yang bisa membuat tubuh menjadi sehat. Untuk itu
bagi Anda semua jangan pernah makan makanan yang tidak halah atau makanan haram.
Sumber : Hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar