Islam adalah agama fitrah yang mengerti akan kebutuhan setiap manusia. Tentunya kebutuhan setiap manusia tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya termasuk dorongan syahwat (libido). Ada diantara mereka yang membutuhkan istri lebih dari satu untuk memenuhi libidonya sementara sebagian lainnya merasa cukup dengan satu istri. Atau mungkin ada diantara mereka yang sedang diuji dengan sakit berkepanjangan yang dialami istrinya sehingga tidak bisa melayani kebutuhan seksual suaminya sementara dirinya membutuhkan jalan keluar untuk itu, lalu apakah solusi buat suaminya itu?
Apakah dirinya harus menanti hingga istrinya meninggal dunia? Sementara dorongan seksualnya semakin hari terus semakin bertambah! dan bukan tidak mungkin jika tidak ada solusi berpoligami maka dirinya akan jatuh kedalam perbuatan yang diharamkan untuk memenuhi kebutuhannya itu.
Tidak ada nash didalam Al Qur’an maupun sunnah yang melarang seorang muslim untuk berpoligami sementara istri pertamanya masih ada disampingnya selama dirinya sudah termasuk orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk itu. Nash-nash Al Qur’an dan sunnah hanya memberikan batasan bagi seseorang yang berpoligami untuk tidak memiliki istri lebih dari empat orang, sebagaimana Diriwayatkan oleh Ahmad dari Salim dari ayahnya bahwa Ghailan bin Salamah ats Tsaqofi masuk islam sementar dirinya memiliki sepuluh orang istri. Lalu Nabi saw berkata kepadanya,”Pilihlah empat orang saja dari mereka.”
”Wahai anak saadara perempuanku sesungguhnya anak perempuan yatim ini berada didalam perawatan walinya ia menyertainya didalam hartanya, lalu walinya tertarik dengan harta dan kecantikan anak perempuan yatim itu dan menginginkan untuk menikahinya dan tidak berlaku adil terhadap maharnya, dia memberikan mahar kepadanya tidak seperti orang lain memberikan mahar kepadanya. Maka mereka dilarang untuk menikahi anak-anak perempuan yatim kecuali apabila mereka dapat berlaku adil terhadap anak-anak perempuan yatim itu dan memberikan kepada anak-anak perempuan yatim itu yang lebih besar dari kebiasaan mereka dalam hal mahar. Maka para wali itu pun disuruh untuk menikahi wanita-wanita lain yang disenanginya selain dari anak-anak perempuan yatim itu.”
Ayat 3 dari surat An Nisa ini turun pada tahun kedelapan setelah Rasulullah saw berhijrah ke Madinah setelah meninggalnya Khodijah ra pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian dan juga setelah beliau saw menikahi seluruh istrinya dan wanita terakhir yang dinikahinya adalah Maimunah pada tahun ke-7 H.
Sumber: www.eramuslim.com
Redaksi ISBAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar