" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Kamis, 19 April 2018

Mengapa Abu Bakar, Membakar Buku Kumpulan Haditsnya?

Walaupun kemuliaan dan pujian langsung diberikan oleh Rasulullah SAW, tetapi Abu Bakar tidak secara otomatis merasa selamat di akhirat kelak, bahkan ia selalu merasa khawatir dengan nasibnya di hadapan Allah SWT. Sering sekali ia melontarkan ungkapan yang menunjukkan kegundahan hatinya, “Alangkah baiknya jika aku ini sebatang pohon, yang kemudian ditebang dan dijadikan kayu bakar.”

“Alangkah baiknya jika aku ini sebatang rumput, yang akan habis begitu saja dimakan ternak.”
Ketika sedang berada di suatu kebun dan melihat seekor burung yang sedang berkicau, dia berkata, “Wahai burung, sungguh beruntungnya engkau, engkau makan, minum dan terbang di antara pepohonan penuh kebebasan tanpa perasaan takut akan hari kiamat, andai Abu Bakar menjadi seperti engkau, wahai burung.”



Suatu saat Aisyah RA melihat keadaan ayahnya, Abu Bakar yang saat itu menjabat sebagai khalifah, dalam keadaan sangat gelisah, seperti ada beban amat berat yang ditanggungnya, karena itu ia bertanya, “Wahai ayahku, apakah engkau tengah menghadapi suatu kesusahan?”

Abu Bakar hanya memandang putrinya tanpa memberikan jawaban. Keesokan harinya, ia memanggil putrinya itu dan berkata, “Wahai Aisyah, bawalah padaku buku catatan tentang sikap, perbuatan, dan ucapan Nabi SAW (Hadits) yang telah kuberikan kepadamu dulu!”

Abu Bakar memang telah menghimpun tentang sikap, perbuatan dan ucapan Nabi SAW (yang di kemudian hari disebut al Hadits), baik dari yang dilihat dan dialaminya sendiri bersama Nabi SAW, atau dari sahabat-sahabat lainnya, dan menuliskannya dalam suatu buku catatan, sejumlah 500 riwayat. Buku catatan tersebut diberikan kepada putrinya untuk disimpan.

Aisyah datang dengan membawa buku catatan tersebut. Setelah buku itu diserahkan, Abu Bakar segera membakarnya, dan berkata, “Wahai Aisyah, buku yang kubakar tersebut mengandung banyak riwayat tentang Nabi SAW, yang kukumpulkan dan kuperoleh dari orang-orang yang berbeda. Aku khawatir, jika aku telah meninggal kelak, aku meninggalkan sebuah riwayat yang kuanggap benar, padahal sebenarnya tidak, dan aku harus menanggung akibatnya.”

Mungkin suatu kehati-hatian yang berlebihan, karena Abu Bakar adalah sahabat Nabi SAW yang paling dekat, bahkan sejak beliau belum diangkat menjadi Rasul, tentunya ia sangat tahu tentang beliau. Apalagi sewaktu Nabi SAW masih hidup ia diberi tugas untuk berfatwa atau menjawab atas masalah umat, seperti halnya Umar, Utsman, Ali, Abdurrahman bin Auf, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Muadz bin Jabal, Abu Musa al Asy’ari dan Abu Darda’.
Tetapi justru inilah salah satu wujud tingginya nilai keimanan Abu Bakar yang dipuji oleh Nabi SAW.

Sumber :  
Jalan Sirah
Redaksi ISBAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar