Sejarah Kerajaan Turki Utsmani begitu mendapat perhatian dari
banyak kalangan. Begitu banyak tersebar tulisan-tulisan sejarah yang
mengisahkan tentang perjalanan kerajaan terbesar di abad pertengahan
ini. Selain sejarawan Islam, orang-orang Barat dan sekuler pun tidak
ketinggalan ikut serta menggoreskan pena mereka berkisah tentang
kerajaan Islam ini. Bahkan karya sejarawan Barat tentang Turki Utsmani
adalah yang terbanyak dibanding dengan tulisan mereka tentang fase
sejarah Islam lainnya. Namun, trauma dan emosi tidak bisa mereka
sembunyikan dari karya-karya tersebut. Seperti John Freely –sejarawan
Barat yang banyak menulis tentang Turki-, ia mencitrakan Sultan Muhammad
al-Fatih adalah seorang yang arogan, emosional, dan keras kepala dalam
bukunya The Grand Turk. Demikian juga Roger Crowley dalam bukunya 1453 The Holy War for Constantinople and the Clash of Islam and the West,
secara tersirat menampilkan penguasa-penguasa Turki adalah orang-orang
yang haus kekuasaan dan kejam, dll. Dominasi karya tulis ini diharapkan
agar sejarah Turki Utsmani berjalan di atas manhaj (metode dan sudut
pandang) mereka.
Di antara raja Turki Utsmani yang menjadi perhatian orang-orang Barat dan sekuler adalah Sultan Sulaiman al-Qonuni. Selain al-Fatih, Sultan Sulaiman adalah salah seorang khalifah Utsmani yang mampu menampilkan kewibawaan Islam di tengah dunia Barat. Sultan Sulaiman berhasil membawa Turki Utsmani mencapai masa keemasan dan kekuatan. Menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. Negara yang memiliki kekuatan ekonomi, militer, dan pengaruh. Dan menyebarkan Islam di tanah Eropa. Sehingga orang-orang Barat dan sekuler tidak akan membiarkan sejarah keberhasilannya langgeng di tengah umat Islam. Perlu dicari celah untuk menampilkan sisi negatifnya agar kewibawaannya tercederai. Dan harus dibuat tandingan agar image-nya jatuh.
Mengapa Barat Membenci Sultan Sulaiman?
Syarif Abdul Aziz az-Zuhri mengisahkan:
Pada tahun 1923 M, dunia Islam berduka dengan runtuhnya kekhalifahan Islam Turki Utsmani. Orang-orang Nasrani Eropa bersuka cita dan berpesta atas kemenangan mereka. Salah satu bentuk pesta dan perayaan yang mereka gelar adalah mengadakan kontes kecantikan wanita di Kota Ankara, ibu kota kekhilafahan Turki Utsmani. Seorang wanita dari kalangan sekuler Turki yang bernama Keriman Halis turut serta dalam kontes ini. Dalam kontes tersebut, Keriman diharuskan mengenakan bikini saat melenggak-lenggok di atas panggung acara. Dan itu adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah Turki, putri bangsa mereka turut serta dalam kontes pamer aurat wanita ini.
Saat melihat Keriman berjalan di catwalk, pimpinan dewan juri melontarkan kata-kata yang menunjukkan ekspresi kepuasan sekaligus kebencian agama yang begitu mendalam dalam jiwa orang-orang Eropa terhadap kekhilafahan Utsmani. Ia berkata, “Tuan-tuan anggota dewan juri, sungguh seluruh daratan Eropa hari ini tengah bersuka cita atas kemenangan orang-orang Nasrani. Kekuasaan Islam yang telah berlangsung sejak tahun 1400 M, berakhir sudah. Keriman Halis, ratu kecantikan Turki, telah berdiri di hadapan kita sebagai perwakilan wanita muslimah. Inilah dia, anak keturunan dari wanita muslimah yang (dulunya) terjaga, menampakkan diri di hadapan kita. Harus kita akui, dialah mahkota kemenangan kita”.
Sang ketua juri kembali melanjutkan ekspresi kepuasannya dengan mengatakan, “Suatu hari, Sultan Sulaiman al-Qonuni pernah merasa terusik dengan munculnya tarian dansa di Prancis yang bertetangga dengan kerajaannya. Ia pun mengambil sikap untuk menghentikan hal itu. Karena ia khawatir budaya itu masuk ke wilayahnya (memberi pengaruh kepada rakyatnya pen.). Inilah dia, Keriman Halis, cucu dari sang sultan yang muslim itu berdiri di hadapan kita dengan mengenakan bikininya. Ia ingin agar kita takjub dengan dirinya. Kita katakana kepadanya, ‘Ya, kita takjub akan dirinya’, dengan harapan di masa mendatang remaja-remaja muslimah berjalan di atas hal yang kita inginkan. Mari bersulang atas kemenangan bangsa Eropa”. (selesai kutipan dari makalahnya Limadza Sulaiman al-Qonuni? Wa Limadza al-Harim?)
Eropa juga tidak akan lupa dengan “derita” yang mereka alami disebabkan Kerajaan Turki Utsmani. Mereka tidak akan lupa sakitnya kekalahan dalam Perang Kosovo I dan II, Perang Mohacs, pengepungan Kota Vienna dan Perang Nicopolis, dan tentu saja jatuhnya Konstantinopel. Turki Utsmani juga menyantuni anak-anak yatim Eropa yang disia-siakan, membimbing mereka dengan ajaran Islam yang lurus, dan di antara mereka banyak yang menjadi pasukan elit Utsmani, Janissaries.
Sinetron King Sulaiman
Sinetron ini menceritakan bahwa Sultan Sulaiman al-Qonuni adalah seseorang yang buruk. Ia bukanlah seseorang yang memiliki perhatian besar dalam urusan pemerintahan. Perhatiannya hanya tertuju pada istana dan wanita, yang menghabiskan malam-malam dengan khomr dan harim. Sosoknya ditampilkan sebagai seorang laki-laki yang hanya memikirkan syahwat dan kenikmatan dunia. Sebelumnya sudah kami tuliskan artikel tentang profil Sultan Sulaiman dengan judul Mengenal Sultan Sulaiman al-Qonuni. Dan kita bisa melihat kesibukan dan peranan Sultan Sulaiman untuk Islam dan kaum muslimin.
Raghib as-Sirjani menyatakan 99% sumber sejarah yang dijadikan rujukan dari sinetron ini adalah sejarah-sejarah yang ditulis oleh orang-orang Barat dan para orientalis. Sementara sumber sejarah dari Turki, Arab, dan rujukan utama lainnya ditinggalkan. Penulis sekenario film tersebut, Meral Okay, yang lahir di Ankara, Turki, tahun 1959, adalah seorang artis dan produser film. Ia tidak dikenal sebagai orang yang menekuni sejarah apalagi sebagai ahli sejarah, baik sejarah Islam secara umum maupun sejarah Utsmani.
Tanggapan Turki
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, turut angkat suara menanggapi sinetron ini dengan menyatakan, “Kami tidak memiliki nenek moyang seperti yang digambarkan sinetron. Dan kami sama sekali tidak mengenal Sultan Sulaiman al-Qonuni dengan karakter yang ditampilkan di sinetron itu”. Erdoğan menyatakan bahwa Sultan Sulaiman menghabiskan 30 tahun umurnya untuk berjihad dan berjuang untuk Islam serta melakukan pembangunan terhadap Daulah Utsmani.
Komisi penyiaran Turki menyatakan setidaknya ada 70-75ribu keluhan muncul menanggapi penayangan sinetron ini. Mereka beranggapan sinetron ini telah memunculkan kontroversi besar muncul baik dari sisi agama, politik, dan sosial. Dan akhirnya sinetron ini pun dilarang di Turki.
Sumber:
islammemo.cc
islamstory.com
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Redaksi ISBAD
Di antara raja Turki Utsmani yang menjadi perhatian orang-orang Barat dan sekuler adalah Sultan Sulaiman al-Qonuni. Selain al-Fatih, Sultan Sulaiman adalah salah seorang khalifah Utsmani yang mampu menampilkan kewibawaan Islam di tengah dunia Barat. Sultan Sulaiman berhasil membawa Turki Utsmani mencapai masa keemasan dan kekuatan. Menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. Negara yang memiliki kekuatan ekonomi, militer, dan pengaruh. Dan menyebarkan Islam di tanah Eropa. Sehingga orang-orang Barat dan sekuler tidak akan membiarkan sejarah keberhasilannya langgeng di tengah umat Islam. Perlu dicari celah untuk menampilkan sisi negatifnya agar kewibawaannya tercederai. Dan harus dibuat tandingan agar image-nya jatuh.
Mengapa Barat Membenci Sultan Sulaiman?
Syarif Abdul Aziz az-Zuhri mengisahkan:
Pada tahun 1923 M, dunia Islam berduka dengan runtuhnya kekhalifahan Islam Turki Utsmani. Orang-orang Nasrani Eropa bersuka cita dan berpesta atas kemenangan mereka. Salah satu bentuk pesta dan perayaan yang mereka gelar adalah mengadakan kontes kecantikan wanita di Kota Ankara, ibu kota kekhilafahan Turki Utsmani. Seorang wanita dari kalangan sekuler Turki yang bernama Keriman Halis turut serta dalam kontes ini. Dalam kontes tersebut, Keriman diharuskan mengenakan bikini saat melenggak-lenggok di atas panggung acara. Dan itu adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah Turki, putri bangsa mereka turut serta dalam kontes pamer aurat wanita ini.
Saat melihat Keriman berjalan di catwalk, pimpinan dewan juri melontarkan kata-kata yang menunjukkan ekspresi kepuasan sekaligus kebencian agama yang begitu mendalam dalam jiwa orang-orang Eropa terhadap kekhilafahan Utsmani. Ia berkata, “Tuan-tuan anggota dewan juri, sungguh seluruh daratan Eropa hari ini tengah bersuka cita atas kemenangan orang-orang Nasrani. Kekuasaan Islam yang telah berlangsung sejak tahun 1400 M, berakhir sudah. Keriman Halis, ratu kecantikan Turki, telah berdiri di hadapan kita sebagai perwakilan wanita muslimah. Inilah dia, anak keturunan dari wanita muslimah yang (dulunya) terjaga, menampakkan diri di hadapan kita. Harus kita akui, dialah mahkota kemenangan kita”.
Sang ketua juri kembali melanjutkan ekspresi kepuasannya dengan mengatakan, “Suatu hari, Sultan Sulaiman al-Qonuni pernah merasa terusik dengan munculnya tarian dansa di Prancis yang bertetangga dengan kerajaannya. Ia pun mengambil sikap untuk menghentikan hal itu. Karena ia khawatir budaya itu masuk ke wilayahnya (memberi pengaruh kepada rakyatnya pen.). Inilah dia, Keriman Halis, cucu dari sang sultan yang muslim itu berdiri di hadapan kita dengan mengenakan bikininya. Ia ingin agar kita takjub dengan dirinya. Kita katakana kepadanya, ‘Ya, kita takjub akan dirinya’, dengan harapan di masa mendatang remaja-remaja muslimah berjalan di atas hal yang kita inginkan. Mari bersulang atas kemenangan bangsa Eropa”. (selesai kutipan dari makalahnya Limadza Sulaiman al-Qonuni? Wa Limadza al-Harim?)
Eropa juga tidak akan lupa dengan “derita” yang mereka alami disebabkan Kerajaan Turki Utsmani. Mereka tidak akan lupa sakitnya kekalahan dalam Perang Kosovo I dan II, Perang Mohacs, pengepungan Kota Vienna dan Perang Nicopolis, dan tentu saja jatuhnya Konstantinopel. Turki Utsmani juga menyantuni anak-anak yatim Eropa yang disia-siakan, membimbing mereka dengan ajaran Islam yang lurus, dan di antara mereka banyak yang menjadi pasukan elit Utsmani, Janissaries.
Sinetron King Sulaiman
Sinetron ini menceritakan bahwa Sultan Sulaiman al-Qonuni adalah seseorang yang buruk. Ia bukanlah seseorang yang memiliki perhatian besar dalam urusan pemerintahan. Perhatiannya hanya tertuju pada istana dan wanita, yang menghabiskan malam-malam dengan khomr dan harim. Sosoknya ditampilkan sebagai seorang laki-laki yang hanya memikirkan syahwat dan kenikmatan dunia. Sebelumnya sudah kami tuliskan artikel tentang profil Sultan Sulaiman dengan judul Mengenal Sultan Sulaiman al-Qonuni. Dan kita bisa melihat kesibukan dan peranan Sultan Sulaiman untuk Islam dan kaum muslimin.
Raghib as-Sirjani menyatakan 99% sumber sejarah yang dijadikan rujukan dari sinetron ini adalah sejarah-sejarah yang ditulis oleh orang-orang Barat dan para orientalis. Sementara sumber sejarah dari Turki, Arab, dan rujukan utama lainnya ditinggalkan. Penulis sekenario film tersebut, Meral Okay, yang lahir di Ankara, Turki, tahun 1959, adalah seorang artis dan produser film. Ia tidak dikenal sebagai orang yang menekuni sejarah apalagi sebagai ahli sejarah, baik sejarah Islam secara umum maupun sejarah Utsmani.
Tanggapan Turki
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, turut angkat suara menanggapi sinetron ini dengan menyatakan, “Kami tidak memiliki nenek moyang seperti yang digambarkan sinetron. Dan kami sama sekali tidak mengenal Sultan Sulaiman al-Qonuni dengan karakter yang ditampilkan di sinetron itu”. Erdoğan menyatakan bahwa Sultan Sulaiman menghabiskan 30 tahun umurnya untuk berjihad dan berjuang untuk Islam serta melakukan pembangunan terhadap Daulah Utsmani.
Komisi penyiaran Turki menyatakan setidaknya ada 70-75ribu keluhan muncul menanggapi penayangan sinetron ini. Mereka beranggapan sinetron ini telah memunculkan kontroversi besar muncul baik dari sisi agama, politik, dan sosial. Dan akhirnya sinetron ini pun dilarang di Turki.
Sumber:
islammemo.cc
islamstory.com
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Redaksi ISBAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar