“…..kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!”[Napoleon Bonaparte ]
Tanggal 29 Mei merupakan salah satu hari yang paling bersejarah bagi kaum muslimin. Hari apakah itu? Yaap! Itulah hari ketika janji Allah dan Rasul-Nya terwujud, yaitu hari dibebaskannya Konstantinopel, pada hari Selasa tanggal 29 Mei 1453 M, atau 20 Jumadil Awal 857 H. Dalam kitab Musnad al-Kubra, Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : "Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya.” (HR Ahmad dalam musnadnya).
Pembebasan kota jantung Eropa ini dipimpin oleh Sultan Muhammad II Al-Fatih, sultan ke-7 Khilafah Utsmaniyah. Sejak kecil, beliau sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin besar yang akan menaklukkan konstantinopel. Untuk itu, ayah beliau, Sultan Murad II, meminta syaikh Aaq Syamsuddin Al-Wali, keturunan Abu Bakar Ra., untuk mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Muhammad al-Fatih.
Karena tempaan yang luar biasa tersebut, beliau menjadi sosok yang cerdas, tangguh dan shalih. Beliau adalah ahli strategi perang jenius yang melampaui zaman. Beliau juga mahir berkuda, bahkan diriwayatkan sebagian besar hidup beliau dihabiskan di atas kuda, untuk memimpin misi jihad secara langsung. Ketika membebaskan Konstantinopel, beliau masih berusia 21 tahun dan fasih berbicara dalam 7 bahasa: Arab, Latin,Yunani, Serbia, Turki, Parsi dan Ibrani.
Faktor utama terwujudnya bisyarah Nabi SAW di tangan al-Fatih, adalah kedekatan beliau dengan Allah SWT. Muhammad Al-Fatih disebutkan tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga saat wafat. Bahkan menurut sejarawan, beliau adalah satu-satunya pemimpin Islam yang tak pernah masbuq dalam shalat berjamaah.
Keshalihan ini pun juga terlihat pada pasukan yang ikut serta menaklukkan Konstantinopel. Tentara al-Fatih adalah pasukan elite Janissary, tentara pilihan yang direkrut sejak kecil dan dibina dengan sangat ketat. Mereka tidak pernah absen solat wajib sejak baligh, dan setengah dari mereka tak pernah meninggalkan solat tahajud sejak baligh. Selain shalih dan mempunyai kemampuan tempur yang lebih unggul, pasukan Janissary al-Fatih juga dibekali dengan berbagai keahlian khusus dan kemampuan survival. Bisa dibilang pasukan elite janissary adalah cikal bakal pasukan khusus modern. Secara umum, tentara Daulah Utsmaniyah diakui militer yang paling kuat di dunia yang hampir tak terkalahkan dalam setiap pertempuran.
Dalam membebaskan konstantinopel, kemampuan tempur yang hebat itu didukung dengan strategi perang yang brilian. Awalnya, al-Fatih menggunakan strategi perang biasa untuk merebut konstantinopel, yaitu dengan membobol benteng, dan menerobos lewat laut. Walaupun disebut taktik “biasa”, beliau juga menggunakan kekuatan yang luar biasa, yaitu membuat meriam terbesar dan terkuat yang pernah ada saat itu, dan 70 kapal dan 20 galley untuk menerobos ke selat Golden Horn. Namun, terbukti cara biasa tidak mempan untuk kota benteng terkuat di dunia itu. Meriam terbesar ternyata tak mampu membobol benteng konstantinopel, kapal-kapal pun tak bisa masuk ke selat Golden Horn karena terhalang rantai besar yang membentang di lautan, bahkan upaya menggali terowongan bawah tanah juga gagal total. Pasukan al-Fatih pun menderita yang cukup kerugian besar.
Disinilah kemudian dibuktikan kejeniusan Muhammad Al-Fatih dan keteguhan tentaranya. Setelah berbagai cara dilakukan, akhirnya al-Fatih mengusulkan memindahkan kapal melewati perbukitan Galata, untuk memasuki titik terlemah konstantinopel, yaitu selat Golden Horn. Dan untuk mengejutkan musuh, pemindahan kapal itu pun harus dilakukan dalam 1 malam. Ternyata, ide yang terdengar seperti lelucon itu dilaksanakan oleh semua pasukan. Kapal-kapal pasukan al-Fatih pun seolah berlayar mengarungi perbukitan dalam satu malam! Satu strategi luar biasa yang membuat para sejarawan terkagum-kagum.
Setelah itu barulah keadaan mulai berbalik, pasukan al-Fatih semakin merangsek dan mengepung Konstantinopel, sementara pertahanan pasukan Byzantium semakin melemah, bahkan semangat pasukan semakin merosot tajam. Melihat keadaan tersebut, pada tanggal 26-27 Mei, al-Fatih mempersiapkan serangan terakhir. Pada tanggal 28 Sultan al-Fatih meminta pasukannya untuk bermunajat kepada Allah, bertahajud, dan menahan diri dari maksiat, dan meminta pertolongan Allah.
Esoknya serangan terakhirpun dilancarkan. Sultan dan pasukannya berjuang dengan gigih. Akhirnya sebelum ashar, sultan Muhammad al-Fatih menginjakkan kakinya di gerbang Konstantinopel. Allahu akbar, janji Allah telah dipenuhi oleh pemimpin terbaik dan pasukan terkuat.
Upaya menaklukkan konstantinopel sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan pada tahun 34 H, tapi gagal total. Selanjutnya misi tersebut diemban oleh sahabat Nabi lainnya, yaitu Abu Ayyub al-Anshari pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan tahun 49 H, walaupun usia beliau sudah renta. Ekspedisi inipun gagal bahkan Abu Ayyub gugur syahid. Upaya selanjutnya dilakukan oleh para Khalifah berikutnya, tapi tak pernah berhasil.
Salah satu faktor penyebabnya adalah pertahanan Konstantinopel yang sangat kuat. Kota yang dijuluki jantung eropa ini dikelilingi benteng setinggi 13 m dan lebar 8 m. Sebelah selatan dan timur kota dilindungi oleh laut Marmara, dan sebelah utara nya ada selat Golden Horn yang dirantai yang sulit ditembus kapal. Maka wajarlah bila Sultan Muhammad al-Fatih dan pasukannya dijuluki sebagai panglima dan pasukan terhebat.
Redaksi ISBAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar