" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Senin, 11 Mei 2015

Fatawa Nikah Mut'ah Menurut Ulama Syi'ah (Mengerikan)


Nikah Mut'ah alias nikah kontrak, belakangan ini ramai diperbincangkan di forum-forum Islam sampai facebook yang kemudian menjadi polemic dan bahan perdebatan antara Sunni dengan Syi’ah.

Bagi kalangan Syi’ah, tentunya nikah mut’ah ini hukumnya halal bagi mereka sampai hari Kiamat. Dan mereka beranggapan bahwa yang mengharamkan nikah mut’ah ini adalah ‘Umar bin al-Khaththab-radhiyallaahu ta’ala ‘anhu-. Sehingga pada akhirnya ‘Umar bin al-Khaththab menjadi bahan cacian bagi kalangan Syi’ah sampai saat ini, bahkan sampai seterusnya.
Walaupun sebenarnya dalam kitab Syi’ah sendiri terdapat hadits yang mengatakan akan keharaman nikah mut’ah itu sendiri. Sebagaimana tercantum dalam kitab Tahdzibul Ahkam, karya At-Thusi pada jilid. 7, hal. 251, dengan sanadnya dari:
Muhammad bin Yahya, dari Abu Ja’far dari Abul Jauza’ dari Husein bin Alwan dari Amr bin Khalid dari Zaid bin Ali dari ayahnya dari kakeknya dari Ali ‘Alaihis salam bersabda: “Rasulullah mengharamkan pada perang Khaibar daging keledai jinak dan nikah mut’ah.”

Bagaimana perawinya? Mari kita lihat bersama dari literatur Syi’ah sendiri:

Muhammad bin Yahya: dia adalah tsiqah, An-Najasyi mengatakan dalam kitabnya, (no 946): “Dia adalah guru madzhab kami di zamannya, dia ini tsiqah (terpercaya).
Abu Ja’far juga Tsiqah (terpercaya), lihat dalam Al-Mufid min Mu’jam Rijalil Hadits.
Abul Jauza’, namanya adalah Munabbih bin Abdullah At-Taimi, haditsnya Shahih, lihat Al-Mufid min Mu’jam Rijalil Hadits.

Husein bin Alwan ialah tsiqah (terpercaya), lihat dalam Faiqul Maqal, Khatimatul Mustadrak, dan Al-Mufid min Mu’jam Rijalul Hadits. Amr bin Khalid Al Wasithi: Tsiqah, lihat dalam Mu’jam Rijalil Hadits, Mustadrakat Ilmi Rijalil Hadits. Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, salah satu Ahlul Bait Nabi, jelas tsiqah.

Yang menjadi pertanyaan kita, “Apakah ulama’ Syi’ah tidak mengetahui riwayat ini?” Atau mereka mengetahui akan tetapi tidak menjelaskan pada umat tentang kenyataan ini? Atau kenyataan ini tidak sesuai dengan kepentingan mereka?” Karena tidak dipungkiri lagi bahwa bolehnya nikah mut’ah membuka kesempatan bagi Syi’ah guna menghilangkan kebosanan dan menambah variasi dalam hubungan seksual. Wallaahu ta’ala a’lam.

Coba anda baca beberapa fatawa “ulama’” Syi’ah yang amat menjijikkan berkenaan tentang nikah mut’ah ( kontrak ).

Fatawa-fatawa di bawah ini ana dapatkan dari beberapa ikhwan yang aktif di dunia maya, terutama facebook.

Fatawa Pertama


Ajudan Ayatullah al-’Amili membacakan surat tertulis :

Pertanyaan:


Saya seorang gadis mukim di sini, hati saya selalu berbisik untuk melakukan nikah mut’ah akan tetapi saya malu untuk melontarkan hal ini kepada pemuda, lalu apa yang harus aku lakukan??

Jawab Ayatullah al-’Amili:


Tidak boleh malu dalam urusan agama, saya memberika solusi buat anda, secara pribadi, malam ini saya membutuhkan seorang perempuan mu’minah yang mau bermut’ah denganku, saya telah menjadi musafir dan jauh dari ibu anak-anak, telah di riwayatkan dari para imam alaihissalam, bahwa barangsiapa yang bermut’ah 1x maka ia mencapai derajat Husein, jika bermut’ah 2x maka ia mncapai derajat Hasan, bermut’ah 3x maka ia mencapai derajat amirul mu’minin (Ali krw), brmut’ah 4x maka ia mencapai derajat Nabi SAW. bukankah itu lebih baik ?? ini adalah kesempatan kamu agar supaya mencapai derajat husein RA, apa yang mencegah kamu stelah muhadarah ini untuk menjumpaiku dan melangsungkan akad nikah mut’ah, setelah itu saya bersama kamu insya’allah dalam masa 1 minggu. siapa saja perempuan mu’minah yang memenuhi keinginanku dan ingin memperoleh pahala yang besar maka segera hubungi aku di hotel holiday dan akan di bayar insya’allah.



Fatawa Kedua


Pertanyaan :


Nama saya Zainab Abdul Husein : saya menikah dengan teman saya satu universitas dengan pernikahan mut’ah dalam batas waktu satu jam. Lalu kami masuk ke kamar asrama pelajar, tetapi waktu mengambil kami, di tengah-tengah kami melakukan jima’ batas waktu mut’ah sudah selesai, ketika kami selesai memenuhi keinginan kami masih meneruskan hubungan sex, apakah kami dihukumi zina?

Jawab Ayatullah Al-Udzma Al- ‘Amili:

Sesungguhnya kebaikan itu dapat menghapus keburukan, menerima-nya kamu terhadap mut’ah adalah merupakan kewajiban yang sangat besar, dan meneruskan hubungan sex setelah habis masa waktu yang telah dibatasi walau itu perbuatan buruk namun itu masih kesalahan ringan.


Fatawa Ketiga


Pertanyaan:


Namaku Ali Husin Makki, terkadang aku merasa malu yang teramat dalam melontarkan keinginan nikah mut’ah dengan seorang wanita, apa cara terbaik untuk melontarkan ide mut’ah kepada wanita itu ??

Jawaban Ayatullah al-’Amili :


Permasalahan ini butuh beberapa kelembutan dalam melontarkannya: tidak ada salahnya anda mencandai wanita sekiranya itu dapat membangkitkan syahwat lawan jenis, sampai anda menemukan lahan yang subur bagi keinginan anda. maksudku misalnya : aku datang kesini dengan pesawat, secara kebetulan aku duduk di samping seorang wanita cantik dan aku temukan kerinduan dan keinginan hatiku untuk berbicara dengan-nya dan bersenang-senang dengan-nya, kemudian aku bertanya tentang pekerjanya, dia menjawab : seorang peneliti sosial. aku berkata : apa yang kamu teliti ?? dia menjawab: “dalam hal perkawinan dan perceraian. aku berkata : ini sesuatu yang indah, kebetulan kapasitas saya sebagai seorang pakar agama berkepentingan membahas dari apa yang kamu teliti. bisa anda orbitkan kepadaku bagaimana hasil-nya?? dia menjawb: setelah pemeriksaan secara menyeluruh aku menemukan bahwa kebanyakan kasus pernikahan itu asik bagi orang-orang italia dan orang Iran. tak henti-henti aku bertanya, bagaimana bisa begitu ? dia menjawab : karena orang italia di kenal sangat romantis dan orang iran di kenal orang yang doyan seks, dan kemudian perempuan itu berkata : sejauh ini saya belum mengenal nama anda. aku menjawab seketika: nama ku anthony rafsanjani, seketika ruangan penuh dengan tawa dan tepuk tangan yang meriah. dan hal ini merupakan kesempatan emas untuk melontarkan keinginan menikah mut’ah dengan wanita itu. dan hasilnya dia setuju tanpa ragu-ragu. contoh canda’an seperti ini adalah canda’an yang baik bersama para gadis-gadis dan tidak apa-apa, asal tujuan-nya adalah UNTUK menikah mut’ah dengan mereka. namun jika tujuan-nya tidak demikian maka sebaiknya jangan lakukan.



Fatawa Keempat


Pertanyaan:


Nama saya Muna Abdul Ridha, pertanya’anku adalah: Dapatkah saya memberi tarif harga pada setiap bagian tubuh saya untuk di mut’ah oleh laki-laki

Jawab Ayatullah al-’Amili :


Tidak di ragukan wahai saudariku yang mulya : ini adalah hak anda, dan nikah mut’ah adalah rantaian ijab dan qabul. sebagaimana seorang laki-laki menyewa rumah atau mobil atau himar-nya maka anda juga demikian, kamu mempunyai hak untuk menyewakan bagian tubuh kamu, semua tubuh kamu atau sebagian tubuh kamu, dengan demikian laki-laki bisa bersenang-senang dengan kamu dari bagian tubuh yang kamu sewakan.



Fatawa Kelima dari Ayatullah al-Udzhma al-Imam ar-Rohani -qabbahallaahu wajhahu-:


Pertanyaan:

Suatu hari saya pergi ke night club, kemudian ada seorang pelacur meminta kepada saya uang sebesar 100 USD, dan saya pun memberikannya. Kemudian ia berkata kepada saya: “Saya mut’ahkan tubuh saya seluruhnya sebagai balasan atas uang ini. Namun hanya untuk sehari saja.” Apakah hal itu dapat dinilai sebagai Nikah Mut’ah?

Jawab Ayatullah al Uzhma al Imam ar Rohani:

Dengan nama-Nya yang Mulia,
Jika yang dia katakan itu dengan tujuan untuk menjalin perkawinan, dan engkau kemudian berkata kepadanya setelah dia berkata seperti: “aku terima akadnya seperti itu”, maka itu berarti telah terjadi Perkawinan Mut’ah.



Fatawa Keenam dari Ayatullah al-Udzhma Sayyid as-Sistani -qabbahallaahu wajhahu-:


Pertanyaan:

Apakah boleh nikah mut’ah dijadikan sebagai profesi oleh para wanita dan gadis dengan batas-batas yang layak sebagai penunjang kehidupan dan pekerjaan mereka melalui nikah mut’ah???

Jawab:

Boleh.

Itulah beberapa fatawa yang dikemukan oleh “Ulama’” Syi’ah. Dari beberapa fatawa di atas, anda bisa menilai dan menimbang ajaran Syi’ah. Apakah ajaran Syi’ah adalah ajaran yang dibawa oleh suri tauladan kita sepanjang zaman, Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-? Ataukah ajaran Syi’ah ini memang dibawa oleh orang-orang yang sebenarnya ingin menghancurkan Islam???…
Semoga Allah -ta’ala- selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus. Amin ya Rabbal ‘Alamiin.

Sumber: dakwahwaljihad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar