" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Selasa, 12 Mei 2015

Sejarah Bani ISRAEL

Bani Israel
Israel adalah gelar yang diberikan untuk nabi Yakub bin Ishak bin Ibrahim a.s. yang berarti “Hamba/Pasukan Allah” (Hafidz, h.14). Meskipun gelar itu dikhususkan untuk nabi Yakub namun jika berbicara mengenai bangsa Israel maka sama sekali tidak bisa dipisahkan dari sejarah nabiyullah Ibrahim a.s. karena semua literatur agama telah menetapkan bahwa Ibrahim a.s. adalah bapak panutan bagi semua agama samawi (Ali Imran: 67).
Ibrahim a.s. berasal dari bangsa Smith, satu bangsa yang pada mulanya mendiami Arab Tengah dan Utara kemudian menyebar ke wilayah Babilonia (Irak) dan Asia.
Dengan demikian, bangsa Smith yang masih bermukim di wilayah Arab adalah nenek moyang  bangsa Arab, sedang yang menyebar ke Asia dan palestina adalah nenek moyang bangsa Asyura dan Israel.
Jika ditarik garis keturunannya ke atas adalah: Ibrahim bin Tarikh/Azar (6:74) bin Mahur bin Sarugh bin Rau’ bin Falij bin Abir bin Syalikh bin Arfakhsyid bin Sam bin Nuh bin Lamik bin Mutwasyalah bin Khanukh (Idris a.s) bin Yarad bin Mahlayil bin Qanin bin Anwasy bin Syits bin Adam.
Nabi Nuh setelah diselamatkan dari air bah hijrah ke Makkah bersama pengikutnya dan dimakamkan di sana, sebagaimana disebut dalam hadist riwayat Ibnu Asakir dari Abdurrahman bin Sabith:  
“Sesungguhnya kuburan nabi Nuh, Hud, Syuaib dan Shaleh terletak di antara Zam-zam, Ar-Rukn dan al-Maqam.” (Katsir, h.95,147, 209).
 Itu artinya bahwa nenek moyang manusia adalah satu.

Nabi Ibrahim dilahirkan di Aur di sebuah wilayah yang terletak di Babilonia. Setelah diselamatkan Allah dari ujian Namrud, Ibrahim as. bersama kedua istrinya dan sepupunya, Luth, hijrah ke tanah yang diberkahi yaitu tanah air bangsa Kan’an/ Palestina di Baitul Maqdis (29: 26-27; 21: 71-73). Ketika Ibrahim a.s. tiba di tanah tersebut, 19 S.M., bangsa Kan’an tengah dipimpin oleh seorang raja yang shaleh bernama Sidiq/ Melkisedeq (Kejadian 14: 18).
Beliau a.s. pernah meninggalkan Palestina menuju Mesir ketika dilanda paceklik (Kejadian 12: 10) untuk kemudian kembali lagi ke Palestina hingga wafat dan dimakamkan di Al-Kholil (Hebron).
Sekembalinya dari Mesir, Ibrahim a.s. dikaruniai dua orang putra, Ismail dan Ishak. Menurut Kitab Kejadian: Ismail lahir dari Hajar ketika Ibrahim berusia 86 tahun (Kejadian 16:16). Sebenarnya Hajar adalah wanita merdeka, bukan seorang budak. Ia adalah anak dari Raja Mesir, Fir’aun (Syaikh Shafiyyur-rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah h.28). Sedang Ishak lahir dari Sarah ketika Ibrahim a.s. berusia 100 tahun (Kejadian 21:5).

Saat Ismail masih kecil, dia dan Ibundanya dibawa hijrah ke Makkah di Hijaz dan melahirkan keturunan besar dan menjadi bangsa Arab (14:37).
Sementara itu Ishak mempunyai putera bernama Yakub a.s. yang dikemudian hari mendapat gelar “Israel”. Karena itu penyebutan nama “Bani Israel” hingga saat ini dikaitkan dengan semua keturunan Yakub a.s. Dua belas anak Ya’qub ini adalah Rubin, Sya’maun, Levi, Zebulan, Yassakhar, Yahuda, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf dan Benyamin (Hermawati, M.A. Dra.)
Ishak, Yakub a.s. dan keturunannya tetap tinggal di negeri Kan’an. Sepeninggal Ishak, Yakub a.s. dan semua keturunannya pindah ke Mesir karena paceklik yang panjang melanda negeri Kan’an. Kepindahan Yakub a.s. bersama semua keluarganya yang berjumlah 70 orang dibawah jaminan putranya, Yusuf a.s., yang saat itu menjabat sebagai wazir kerajaan Mesir.
Keturunan Bani Israel di Mesir mengalami perkembangan cukup pesat dan hidup tenteram. Bangsa Heksus dari Asia yang baru menggulingkan Fir’aun ke-13 memberi kesempatan kepada mereka untuk berperan di kerajaan selama empat periode, mulai dari Fir’aun Heksus ke 14-17.
Menyusul wafatnya Yusuf a.s., kententeraman Bani Israel segera sirna. Keturunan Fir’aun ke-13 yang digulingkan merebut kembali kerajaan Mesir dari bangsa Heksus dan mendirikan pemerintahan Fir’aun ke-18 pada abad 16 S.M. Dendam mereka mencapai puncak ketika Ramses II (1301-1234 SM) (Shalaby, h.32) dari pemerintahan Fir’aun ke-19 naik tahta (Hafidz, h.35). Bani Israel dalam tekanan pembunuhan dan perbudakannya (2:49; 29:4; 14:6) hingga nabi Musa memimpin mereka keluar dari Mesir pada abad 13 S.M (1213 SM) untuk memasuki Kan’an atas petunjuk Allah (5:21) (Shalaby, h,33).
Akan tetapi sebagian besar umat Musa a.s. menolak perintah Allāh tersebut untuk masuk ke Kan’an karena di sana sudah ada penduduk yang memiliki kekuatan dan keberanian yang lebih besar (Jabariin). Sebagian di antara yang patuh menerima perintah Allāh adalah dua orang (5:21-25) yaitu Yusya bin Nun dan Kalib bin Yauqana (Bilangan 13:5-10).

Akibat penolakan itu Allah menghukum mereka dalam kesesatan di Padang Tih selama 40 tahun (5:26). Musa dan Harun a.s. wafat pada periode ini.
Yusya bin Nun kemudian diangkat sebagai nabi oleh Allah melanjutkan kepemimpinan Musa a.s. atas Bani Israel. Di bawah kepemimpinannya bani Israel berhasil memasuki Palestina dari sungai Urdun kemudian menguasai benteng Ariha setelah mengepungnya selama enam bulan. Setelah menguasai Ariha, Yusya kemudian membebaskan Baitul Maqdis dan menetap di sana bersama umatnya.
Setiap kali nabi dari kalangan Bani Israel meninggal (dibunuh umatnya yang durhaka) selalu digantikan dengan nabi lain untuk memimpin mereka. Menurut Ibnu Jarir, sepeninggal Yusya bin Nun Bani Israel berturut-turut dipimpin oleh Kalib bin Yufana, Hizqil bin Budzi, Ilyas, Ilyasa (38:48), Syamuel (Syam’un)(2:246).

Pada masa Syamuel, Bani Israel menghadapi serangan raja Jalut. Atas petunjuk Allah, Syamuel menetapkan Thalut untuk memimpin Bani Israel menghadapi Jalut. Sebagian pemuka dari kalangan Bani Israel menolak Thalut karena raja harus dari keturunan Yehuda, sedang Thalut dari keturunan Bunyamin.
Jalut tewas ditangan salah seorang pasukan Thalut, yaitu Dawud . Setelah Syamuel dan Thalut meninggal, Allah menjadikan Dawud (1043-973 SM.) menggantikan kepemimpinan mereka sebagai Raja dan Nabiyullah (2:251).
Dawud a.s. wafat digantikan oleh Sulaiman a.s. (27:16) (985-932 SM.) yang memperluas hubungan hingga ke negeri Saba (Bilqis) di Yaman (27:42).
Dawud dan Sulaiman a.s tidak pernah mempunyai kekuasaan yang luas. Kerajaan mereka hanya merupakan lingkup kota yang dikelilingi desa-desa sekitarnya (Carr, 18) dari Dan sampai Bersyeba (Osman, 154). Seorang sejarawan Yahudi bernama Wells, menuliskan bahwa ketika sulaiman berada di puncak kejayaannya dia hanya memerintah sebuah kota kecil saja (Shalaby, h.52). Hanya kebiasaan pengikutnya menyebut pimpinan mereka dengan Raja (Carr, 18). Pegawai nabi Sulaiman yang bernama Yarbaam mengadakan pemberontakannya tetapi gagal dan melarikan diri ke Mesir. Dia kembali ke Palestina setelah nabi Sulaiman a.s. wafat (Raja-Raja I 12:3).

Saat nabi Armiya (Katsir, h.812) menggantikan Sulaiman a.s. Bani Israel mengalami kemerosotan moral luar biasa. Daerah kerajaan warisan Sulaiman a.s. terpecah menjadi dua kerajaan yang saling bermusuhan dan berperang: Utara-Israel dengan pusat di Samaria dipimpin oleh Yarbaam, dan Selatan-Yahuda di Yerusalem dipimpin keturunan Nabi Sulaiman Rahba’am 922 SM – 915 SM. (Shalaby, h.54).
Peringatan Allah melalui Nabi Armiya tidak di indahkan, bahkan nabi Armiya dipenjarakan oleh umatnya. Maka kemudian Allah menghukum mereka melalu kekuasaan dua raja, Thufan dan Nebukadznezar (Bukhtanashar).
Kerajaan Israel di Utara diserbu oleh raja Thufan dari Asyura tahun 721 S.M. dan membawa penduduknya untuk dijadikan budak.
Kerajaan Yehuda di Selatan diserbu raja Nebukadznezar dari Babilonia (17:4-5) pada tahun 586 S.M. Sepertiga dari penduduknya dibunuh, sepertiga ditawan dan dijadikan budak di Babilonia, sepertiga dibiarkan karena mereka adalah orang tua, wanita, anak-anak dan orang lemah. Benteng-benteng, masjid-masjid, juga Baitul Maqdis, dirusak dan dirobohkan, taurat dibakar.

Beda Bani Israel dan Yahudi
Orang Babil menamakan penduduk negeri yang diserbunya dengan “Yahudi”, sedang kepercayaan yang mereka anut sebagai agama Yahudi. Mulai saat itu nama Yahudi itu dikenakan kepada siapa saja yang menganut kepercayaan Yahudi, meskipun ia bukan keturunan Bani Israel. Itulah perbedaan Yahudi dan Israel.
Sejak kedua Negara-kota Israel dan Yehuda jatuh, maka boleh dikatakan tanah Palestina telah kosong dari orang-orang Bani Israel, karena meskipun pada tahun 538 S.M. raja Pesia Cyrus merebut Palestina dari Nubukdznezar dan memperbolehkan orang-orang Bani Israel kembali ke wilayah Palestina, mereka memilih untuk tinggal di tempat penawanan yang sudah memberikan kenyamanan dibanding di Palestina (Shalaby, h.60).
Akibat penyerbuan itu jadilah mereka sebuah bangsa yang terpencar-pencar (diaspora) ke berbagai Negara: Mesir, Babil, Hijaz yaitu di Yatsrib dan Wadil Qurra’.
Sebagian Bani Israel yang kembali ke Palestina, mencoba untuk membangun Baitul Maqdis (Katsir, h.816-818). Namun Iskandar Agung dari Macedonia menyerbu mereka dan menghancurkan Baitul Maqdis pada tahun 330 S.M.

Kemudian Palestina berturut-turut dikuasai bangsa Ptolemaic dari Syiria. Mereka mengusir Bani Israel dan menghapuskan seluruh pengaruhnya karena mencoba mengadakan pemberontakan yang dipimpin rahib Mattathias tahun 167 SM. Mattathias meninggal sebelum berhasil dan digantikan putranya, Maccabaeus tahun 160 SM juga tanpa hasil. Kemudian diteruskan Makkabi Aristobulus tahun 104 SM.
Setelah itu Penguasa Romawi pada masa Bampiyos/ Pompey pada tahun 63 S.M. dan kaisar Titus pada tahun 70 M. mengambil alih Palestina. Bahkan Titus memusnahkan kota Yerusalem dan menghancurkan Haikal yang dibangun pada zaman Cyrus (Shalaby, h.61-62).
Ketika kaisar Adrianus berkuasa di Yerusalem pada tahun 135M., Bar Kokhba memimpin orang-orang Yahudi melancarkan pemberontakan. Namun pemberontakan tersebut dapat digagalkan. Sebagai hukuman mereka dihancurkan kembali dengan dibunuh dan diusir. Yahudi lari ke Mesir, Afrika Utara, Spanyol, Eropa, Asia, Syam, Khaibar, Madinah, India, Cina, Habsyah (Hafidz, h.47).
Ketika tentara salib menduduki Yerusalem tahun 1099, orang Yahudi diganyang habis.
Pada tahun 1170 M seorang Yahudi dari Toledo bernama Benyamin melakukan kunjungan ke Yerusalem. Dia hanya menemukan 1440 orang Yahudi di seluruh Palestina (Garaudi, h.78).
Meskipun Sultan Shalahuddin pada tahun 1187 M memperkenankan Yahudi tinggal di Yerusalem namun Nahmanides pada tahun 1267 M hanya menemukan 2 keluarga saja di seantero Yerusalem (Garaudi, h.78).

Gen Bani Israel Sekarang
Setelah Bani Israel membaur, sangat sulit untuk menentukan keturunannya yang asli – murni. Namun secara mudah dapat kita simpulkan bahwa sebutan Yahudi adalah ditujukan kepada siapapun yang masih berpegang dengan ajaran Musa a.s. (Taurat) (Hafidz, h.16).
Buku-buku rujukan dan referensi sejarah dan ilmu anthropologi telah menyimpulkan bahwa keluarnya Bani Israel dari Mesir merupakan suatu pemisah antara zaman darah asli dan zaman darah campuran.
Sebagian mereka yang berdiaspora ke Eropa berbaur dengan unsur-unsur Syria dan Anatoli hingga mereka sampai ke pinggir sungai Rhine. Dari sana mereka menyebar ke Eropa dan Rusia. Beberapa waktu kemudian sebagian besar wilayah itu telah menganut agama Yahudi yang mereka bawa. Kaum Fulasya dari Ethiopia, Tzamil dari India, Haraz dari Turki (Shalaby, h.34-36).
Maka, sesungguhnya yang kita hadapi sekarang adalah Yahudi yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Bani Israel. Jika masih ada, maka mungkin bisa dihitung dengan jari.
Yahudi yang mencaplok Palestina sama tidak ada relasi dengan Palestina baik keturunan ataupun sejarah. Pemerintahan mereka di sebagian kecil wilayah Palestina tidak lebih dari 4 abad. Sementara pemerintahan Islam telah berlangsung di sana selama 12 abad (636-1917 M.). Yahudi yang berkuasa di Palestina sekarang adalah orang-orang Khazar (Kojar) yang mendiami wilayah Kokaz di Rusia selatan yang memeluk ajaran Taurat pada tahun 740 M.
Yahudi Khazar (Kojar) ini kemudian bermigrasi ke Eropa dan Amerika pada tahun 1881 M. setelah diusir oleh karena berusaha menggulingkan pemerintahan kaisar Rusia Alexander-Czar II. Mereka menghadapi ancaman antisemit karena mereka sangat tidak disukai oleh bangsa manapun, dimanapun (Shaleh, 28-30). sehingga komunitas mereka dikurung dalam pemukiman-pemukiman yang mengenaskan yang disebut Ghetto.

Para ahli genetika berpendapat bahwa kaum Yahudi sekarang yang menjajah Palestina adalah perkumpulan berbagai jenis ras (mix race) (Hafidz, h.51) yang dipersatukan oleh nasib dan watak khas. Akibat pembauran itu mereka menggunakan bahasa campuran antara Syiriak, Akidan dan Phinisian (Carr, h17). Bahasa yang kini dipakai untuk pembicaraan sehari-hari disebut bahasa Aramik (Shalaby, h.18).
Meskipun para arkeolog telah mengadakan penelitian diantara dua sungai besar Nil – Eufrat mereka tidak menemukan benda apapun yang membuktikan pernah ada kerajaan Israel seperti yang tertulis dalam Kitab 1 Raja-raja. Dan pasti, di antara mereka ada sekelompok orang yang tidak segan-segan melakukan distorsi sejarah yang sering tampil dalam program-program propaganda tertentu. Mereka berdiri di depan puing-puing tembok kuno untuk memaklumkan bahwa tembok tersebut dibangun pada masa kekuasaan Raja Dawud.
Bukti sejarah yang ada menunjukkan bahwa wilayah terluas yang dapat diwujudkan oleh bangsa Israel sepanjang sejarah adalah ketika mereka menduduki tanah Palestina, Dataran Tinggi Golan, Libanon Selatan, Sinai untuk pertama kalinya tahun 1967 (Osman, 154). Munif Nasir (L/Munif/R1/EO2)
Rujukan :
  1. Al-Qur’an, Digital, versi 3.1.
  2. Alkitab, Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia Ciluar-Bogor, 1991.
  3. Carr, William G., Yahudi Menggenggam Dunia, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, Cetakan Keenam Mei 2004.
  4. Osman, Ahmad, Israel, Siapa Mereka ?. Fima Rohdeta. Cetakan pertama Januari 2008. Judul asli: Tarikh al-Yahud juz I, Penerbit: Maktabah al-Syuruq.
  5. Hafidz, Muh. Ahmad Diyab Abdul, Menguak Tabir dan Konspirasi Yahudi. Pustaka Setia Bandung. Cetakan I – 2005. Judul asli: Adhwaa’u ‘ala Al-Yahudiyyah min Khilal Mashadiriha.
  6. Hermawati, M.A. Dra. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi. Rajawali Pers.
  7. Shalaby, Ahmad, Perbandingan Agama Agama Yahudi. Bina Ilmu, Surabaya. Cetakan pertama 1990.
  8. Katsir, Ibnu. Qishashul Anbiya. Amelia, Surabaya. Cetakan Pertama, April 2008.
  9. Mubarakfury, Al- Syaikh Shafiyyur-rahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. 1997.
  10. Shaleh, Muhsin Muhammad. Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. Gema Insani Press, Jakarta. Cetakan Pertama, Juni 2002.
Sumber : Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar