Dalam sirah disebutkan, Rasulullah mengakhiri masa lajangnya di usia
25 tahun dengan mengawini seorang perempuan mulia bernama Khadijah binti
Khuwalid yang saat itu merupakan seorang janda empat anak dari
perkawinan sebelumnya dan telah berusia 40 tahun. Ini adalah pernikahan
yang ditunjuk Allah karena Khadijah merupakan wanita mulia dan yang
pertama memeluk Islam. Dari Rasulullah SAW, Khadijah mendapat 6 orang
anak lagi.
Rasulullah menjalani monogami—tidak menikah lagi—selama 25 tahun
bersama Khadijah. Tidak ada satu pun petunjuk bahwa selama bersama
Khadijah, Rasulullah pernah menyatakan niat untuk melakukan poligami
atau tergoda dengan perempuan lain. Kesetiaan terhadap Khadijah
dijalaninya selama 25 tahun masa pernikahan hingga Khadijah wafat.
Jika Rasulullah mau poligami di masa itu, di saat masih muda dan
prima, tentu Rasulullah akan mudah untuk melakukannya. Terlebih sejumlah
pemimpin suku Quraisy pernah merayu Beliau dengan tawaran
perempuan-perempuan paling cantik seantero Arab sekali pun agar
Rasulullah mau menghentikan dakwahnya. Tawaran yang di saat sekarang ini
sangat menggiurkan, sebuah tawaran yang banyak sekali membuat pejabat,
Raja, Presiden, dan bangsawan jatuh dari kursi kekuasaannya, tidak
membuat Rasulullah bergeming. Rasulullah tetap setia pada Khadijah dan
Dakwah Islam.
Ketika Khadijah wafat di kala Rasulullah berusia 50 tahun, beberapa
waktu dilalui Rasulullah dengan menduda. Barulah di saat usia beliau
menginjak 51 atau dilain kisah ada yang menulis 52 tahun, maka
Rasulullah mengakhiri masa dudanya dengan menikahi Aisyah yang baru
berusia 9 tahun (ada catatan lain yang mengatakan Aisyah ketika dinikahi
Rasulullah berusia 19 tahun). Namun pernikahan dengan Aisyah ini baru
disempurnakan ketika Beliau hijrah ke Madinah.
Setelah dengan Aisyah, Rasulullah yang telah berusia 56 tahun menikah
lagi dengan Saudah binti Zam’ah, seorang janda berusia 70 tahun dengan
12 orang anak. Setelah dari Saudah, Rasulullah kembali menikah dengan
Zainab binti Jahsyi, janda berusia 45 tahun, lalu dengan Ummu Salamah
(janda berusia 62 tahun). Di saat berusia 57 tahun, Rasulullah kembali
menikahi Ummu Habibah (janda 47 tahun), dan Juwairiyah binti Al-Harits
(janda berusia 65 tahun dengan telah punya 17 anak).
Setahuh kemudian Rasulullah kembali menikahi Shafiyah binti Hayyi
Akhtab (janda berusia 53 tahun dengan 10 orang anak), Maimunah binti
Al-Harits (anda berusia 63 tahun), dan Zainab binti Harits (Janda 50
tahun yang banyak memelihara anak-anak yatim dan orang-orang lemah).
Setahun kemudian, Rasulullah menikah lagi dengan Mariyah binti
Al-Kibtiyah (gadis 25 tahun yang dimerdekakan), lalu Hafshah binti Umar
bin Khattab (janda 35 tahun, Rasulullah berusia 61 tahun), dan ketika
berusia 61 tahun itulah Rasulullah baru menyempurnakan pernikahannya
dengan Aisyah, saat mereka telah hijrah ke Madinah.
Dalam setiap pernikahan poligami yang dilakukan Rasulullah SAW
terdapat keistimewaan-keistimewaan dan situasi khusus sehingga Allah
mengizinkan Beliau untuk itu. Dari segala catatan yang ada, tidak pernah
ada satu catatan pun yang menyatakan bahwa pernikahan poligami yang
dilakukan Rasulullah disebabkan Rasulullah ingin menjaga kesuciannya
dari perzinahan atau dari segala hal yang berkaitan dengan hawa nafsu.
Maha Suci Allah dan Rasul-Nya.
Alasan yang banyak dikemukakan para poligamor sekarang ini dalam
melakukan kehidupan poligami adalah untuk menjaga kesucian mereka dari
perzinahan. Ini tentu tidak salah. Hanya saja, dengan memiliki isteri
lebih dari satu, hal itu bukanlah jaminan bahwa seorang lelaki terbebas
dari godaan terhadap perempuan lain. Rasulullah SAW tidak pernah
menjadikan alasan ini untuk poligaminya.
Dalam tulisan kedua akan dipaparkan satu-persatu keistimewaan
pernikahan poligami Rasulullah SAW., yang dilakukan bukan karena desakan
hawa nafsu, bukan agar tidak tergoda lagi dengan perempuan lain, bukan
untuk alasan klise menjaga syahwat, dan sebagainya. Tujuan poligami
Rasulullah SAW memiliki landasan yang lebih agung dan mulia. Bukan
sekadar alasan yang dicari-cari agar bisa nikah lagi.
Sepeninggal Khadijah r. A., Rasulullah SAW sangat bersedih hati.
Namun kesedihan ini tidak dipendam lama-lama karena dakwah Islam yang
masih berusia sangat muda memerlukan penanganan yang teramat serius.
Sebab itu, Rasulullah SAW memerlukan pendamping hidup sepeninggal
Khadijah r. A. Maka beliau pun, atas izin Allah SWT, menikah kembali.
Inilah keutamaan pernikahan-pernikahan yang dilakukan Rasulullah SAW
sepeninggal Khadijah r. A. Seperti yang ditulis oleh Dr. M. Syafii
Antonio, M. Ec dalam buku “
The Super Leader Super Manager: Learn How to Succeed in Business & Life From The Best Example” (ProLM;Agustus 2007). Inilah petikannya:
Saudah binti Zum’ah
Ketika dilamar Rasulullah SAW, Saudah telah berusia 70 tahun dengan
12 anak. Perempuan berkulit hitam dari Sudan ini merupakan janda dari
sahabat Nabi bernama As-Sukran bin Amral Al-Anshari yang menemui syahid
keran menjadikan dirinya perisai hidup bagi Rasulullah di medan perang.
Rasulullah yang ketika melamar Saudah telah berusia 56 tahun menikahi
wanita itu agar Saudah bisa terjaga keimanannya dan terhindar dari
gangguan kaum Musyirikin yang tengah hebat-hebatnya memusuhi umat Islam
yang ketika itu masih sangat sedikit jumlahnya.
Zainab binti Jahsy
Tak lama setelah menikahi Saudah, Rasulullah mendapat perintah dari
allah SWT untuk menikahi Zainab binti Jahsy, seorang janda berusia 45
tahun yang berasal dari keluarga terhormat. Pernikahan dengan Zainab ini
merupakan suatu pelaksanaan perintah Allah SWT bahwa pernikahan
haruslah sekufu. Zainab merupakan mantan isteri dari Zaid bin Haritsah.
Ummu Salamah binti Abu Umayyah
Setelah menikahi Saudah dan Zainab, Rasulullah kembali mendapat
perintah Allah SWT agar menikahi puteri dari bibinya yang pandai
mengajar dan juga pandai berpidato. Ummu Salamah binti Abu Umayyah,
seorang janda berusia 62 tahun. Setelah menikah dengan Rasulullah SAW,
Ummu Salamah kelak banyak membantu Nabi dalam medan dakwah dan
pendidikan bagi kaum perempuan.
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
Dalam pengembangan dakwah Islam yang masih sangat terbatas, umat
Islam mendapat cobaan ketika salah seorang darinya, Ubaidillah bin
Jahsy, murtad dan menjadi seorang Nasrani. Secara syar’i, murtadnya
Ubaidillah ini menyebabkan haram dan putusnya ikatan suami-isteri dengan
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan. Untuk menyelamatkan akidah janda
berusia 47 tahun ini, Rasulullah mengambil langkah cepat dengan menikahi
Ummu Habibah. Kelak langkah Rasulullah SAW ini terbukti tepat dengan
aktifnya Ummu Habibah di dalam menunjang dakwah Islam.
Juwairiyyah binti Al-Harits al-Khuzaiyyah
Juwairiyyah adalah seorang janda berusia 65 tahun dengan 17 anak.
Perempuan ini merupakan budak dan tawanan perang yang dibebaskan
Rasulullah. Setelah dibebaskan Rasulullah SAW, Juwairiyyah dengan ke-17
orang anaknya tentu akan kebingungan karena dia sama sekali tidak
memiliki seorang kerabat pun. Allah SWT memerintahkan Nabi SAW agar
menikahi perempuan ini sebagai petunjuk agar manusia mau membebaskan
budak dan memerdekakannya dari perbudakan dan penghambaan kepada selain
Allah SWT.
Shafiyyah binti Hayyi Akhtab
Setahun setelahnya, saat berusia 58 tahun, Rasulullah kembali
menikahi Shafiyah binti Hayyi Akhtab, seorang janda dua kali berusia 53
tahun dan memiliki 10 orang anak dari pernikahan sebelumnya. Shafiyyah
merupakan seorang perempuan Muslimah dari kabilah Yahudi Bani Nadhir.
KeIslaman Shafiyyah diboikot orang-orang Yahudi lainnya. Untuk menolong
janda tua dengan 10 orang anak inilah Rasulullah SAW menikahinya.
Maimunah binti Al-Harits
Dakwah Islam tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang Arab semata,
tetapi juga kepada manusia lainnya termasuk kepada orang-orang Yahudi.
Sebab itu, Rasulullah kemudian menikahi Maimunah binti Al-Harits,
seorang janda berusia 63 tahun, yang berasal dari kabilah Yahudi Bani
Kinanah. Pernikahan ini dilakukan semata untuk mengembangkan dakwah
Islam di kalangan Yahudi Bani Nadhir.
Zainab binti Khuzaimah bin Harits
Zainab binti Khuzaimah merupakan seorang janda bersuia 50 tahun yang
sangat dermawan dan banyak mengumpulkan anak-anak yatim, orang-orang
lemah, serta para fakir miskin di rumahnya, sehingga masyarakat sekitar
menjulukinya sebagai “Ibu Fakir Miskin”. Guna mendukung secara aktif
aktivitas janda tua ini maka Rasulullah menikahinya. Dengan
pernikahannya ini Rasulullah ingin mencontohkan kepada umat-Nya agar mau
bersama-sama menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang lemah, bahkan
dengan hidup dan kehidupannya sendiri.
Mariyah al-Kibtiyyah
Setelah delapan pernikahannya dengan para janda-janda tua dengan
banyak anak, barulah Rasulullah SAW menikahi seorang gadis bernama
Mariyah al-Kibtiyah. Namun pernikahannya ini pun bertujuan untuk
memerdekakan Mariyah dan menjaga iman Islamnya. Mariyah merupakan
seorang budak berusia 25 tahun yang dihadiahkan oleh Raja Muqauqis dari
Iskandariyah Mesir.
Hafshah binti Umar bin Khattab
Dia merupakan puteri dari Umar bin Khattab, seorang janda pahlawan
perang Uhud yang telah berusia 35 tahun. Allah SWT memerintahkan
Rasulullah untuk menikahi perempuan mulia ini karena Hafshah merupakan
salah seorang perempuan pertama di dalam Islam yang hafal dengan seluruh
surat dan ayat al-Qur’an (
Hafidzah). Pernikahan ini dimaksudkan agar keotentikan al-Qur’an bisa tetap terjaga.
Aisyah binti Abu Bakar
Puteri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ini merupakan seorang perempuan
muda yang cantik, cerdas, dan penuh izzah. Allah SWT memerintahkan
langsung kepada Rasululah SAW agar menikahi gadis ini. Pernikahan
Rasululah dengan Aisyah r. A. Merupakan perintah langsung Allah SWT
kepada Rasulullah SAW lewat mimpi yang sama tiga malam berturut-turut
(Hadits Bukhari Muslim). Tentang usia pernikahan Aisyah yang katanya
masih berusia 9 tahun, ini hanya berdasar satu hadits dhaif yang
diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Urwah saat beliau sudah ada di Iraq, dalam
usia yang sangat tua dan daya ingatnya sudah jauh menurun. Mengenai
Hisyam, Ya’qub ibn Syaibah berkata, “Apa yang dituturkan oleh Hisyam
sangat terpercaya, kecuali yang dipaparkannya ketika ia sudah pindah ke
Iraq. ” Malik ibnu anas pun menolak segala penuturan Hisyam yang sudah
berada di Iraq.
Oleh para orientalis, hadits dhaif ini sengaja dibesar-besarkan untuk
menjelek-jelekan Rasulullah SAW. Padahal menurut kajian-kajian semacam
al-Maktabah Al-Athriyyah (jilid
4 hal 301) dan juga kajian perjalanan hidup keluarga dan anak-anak dari
Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka akan diperoleh keterangan kuat bahwa Asiyah
sesungguhnya telah berusia 19-20 tahun ketika menikah dengan Rasululah
SAW. Suatu usia yang cukup matang uhtuk menikah.
Bagi yang mau lebih jauh menelusuri tentang keterangan ini silakan menelusuri
Tarikh al-Mamluk (Jilid 4, hal. 50) dari at-Thabari,
Muassasah al-Risalah (Jilid.
2 hal. 289) dari Al-Zahabi, dan sumber-sumber ini dituliskan kembali
oleh Dr. M. Syafii Antonio, M. Ec dalam buku “The Super Leader Super
Manager: Learn How to Succeed in Business & Life From The Best
Example” (ProLM;Agustus 2007). Jadi tidak benar tudingan dan fitnah para
orientalis bahwa Rasulullah menikahi Aisyah di saat gadis itu masih
berusia sangat belia.
Inilah pernikahan-pernikahan agung yang dilakukan Rasulullah SAW.
Beliau banyak menikahi para janda tua dengan banyak anak sebelum menikah
dengan dua gadis (Mariyyah dan Aisyah), itu pun atas perintah Allah SWT
dan di saat usia Beliau sudah tidak muda lagi. Poligami yang diajarkan,
yang disunnahkan Rasulullah SAW adalah poligami yang berdasarkan
syariat yang sejati, bukan berdasar akal-akalan, bukan berdasarkan
syahwat yang berlindung di balik ayat-ayat Allah SWT.
Jika sekarang banyak sekali orang-orang Islam yang melakukan
poligami, mengambil isteri kedua, isteri ketiga, dan isteri keempat,
yang semuanya masih gadis, cantik, muda usia, dan sesungguhnya tidak
berada dalam kondisi yang memerlukan pertolongan darurat terkait
keimanannya, maka hal itu berpulang kepada mereka masing-masing. Adakah
poligami yang demikian itu sesuai dengan poligami yang dilakukan dan
dijalani Rasululah SAW? Silakan tanya pada hati nurani masing-masing,
karena hati nurani tidak pernah mampu untuk berbohong.
Wallahu’alam bishawab.
Sumber : Islampos
Redaksi ISBAD
Share