" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Sabtu, 30 Januari 2016

Nama Muhammad, Kebenaran Yang Mereka Sembunyikan



Kisah ini bercerita tentang Abdullah al-Majorci. Seorang mantan ulama besar Nasrani yang menjadi seorang muslim. Abdullah hidup saat Perang Salib masih berkecamuk. Lahir di Majorca (baca: Mayorka), Spanyol, kemudian pindah ke Tunisia di bawah kekuasaan Daulah Hafshiyah. Ia adalah seorang Nasrani yang taat dan tekun mempelajari agamanya. Dalam waktu singkat, ia berhasil menghafal setengah Injil.

Namun akhirnya, ia memeluk Islam, setelah mengetahui bahwa Muhammad, seorang nabi dari Arab, adalah nama yang disembunyikan kebenrannya oleh pasturnya. Setelah memeluk Islam, ia mengganti namanya menjadi Abdullah dan menulis kisah perjalanan hidupnya dalam buku Tuhfatu al-Arib fi Rad ‘ala ahli ash-Shalib.

Nama dan Laqobnya
Namanya adalah Abdullah bin Abdullah at-Tarjuman. Ini adalah nama yang ia pilih setelah memeluk Islam. Sebelumnya, namanya adalah Anselm Turmeda. Ia melaqobi dirinya dengan tarjuman karena aktivitasnya sebagai penerjemah sultan dalam surat-menyurat dengan bangsa Frank.
Palma, sebuah daerah di Majorka yang menjadi tempat kelahiran Abdullah al-Majorki.
Palma, sebuah daerah di Majorca yang menjadi tempat kelahiran Abdullah al-Majorci.
Ia dinisbatkan kepada Majorca karena kota ini adalah kota kelahirannya.

Memeluk Islam Karena Nama Muhammad Adalah Kebenaran
Dalam buku yang ia tulis yang berjudul Tuhfatu al-Arib fi Rad ‘ala ahli ash-Shalib, Abdullah al-Majorci menceritakan kisah keislamannya:

Aku adalah seorang yang berasal dari Majorca -semoga Allah mengembalikannya kepada Islam-. Majorca adalah kota besar di pesisir laut Spanyol. Sebuah kota yang diapit dua gunung. Kota yang terdapat dataran rendah yang kecil. Itulah kota para pedangang. Banyak kapal-kapal besar bermuara, berniaga di pinggir lautnya. Hutannya adalah hutan zaitun dan tin. Dan pagarnya adalah 120 benteng lebih mengelilingi kota ini. Kota ini dimakmuri oleh banyak mata air, Semuanya berhilir ke lautan.

Ayahku adalah orang yang tinggal di perkotaan Majorca. Ia tidak memiliki anak kecuali aku. Ketika usiaku menginjak 6 tahun, ayah menyerahkan pendidikanku kepada seorang pastur. Aku membaca Injil di hadapan pastur itu. Hingga aku berhasil menghafal setengahnya hanya dalam waktu 2 tahun. Setelah itu, aku mempelajari bahasa Injil dan ilmu logika bahasa (mantiq), padahal saat itu usiaku masih 6 tahun.

Dari Majorca, aku pindah ke Kota Lleida, wilayah Catalonia. Pada masa itu, kota ini adalah kota ilmu bagi orang-orang Nasrani. Setiap 1000 atau 1500 orang pelajar Nasrani yang tinggal di sana, dipimpin oleh seorang Romo. Di sana aku mempelajari ilmu pasti selama enam tahun, kemudian mempelajari Injil dengan bahasa aslinya selama empat tahun.

Setelah menimba ilmu di Lleida, Abdullah pindah ke Balunia (Arab: بلونية) di wilayah al-Anbardiyah (Arab: الأنبردية). Kota ini juga merupakan kota pelajar Nasrani di zamannya. Setiap tahun 1000 orang lebih penuntut ilmu Nasrani datang dari segala penjuru untuk belajar di kota ini. Di sini Abdullah tinggal di gereja, dibawah pengasuhan Uskup Agung Nicole Martel. Nicole Martel memiliki kedudukan ilmu, agama, dan kezuhudan yang sangat tinggi di masyarakat. Ia sangat istimewa dibanding uskup-uskup lainnya.

Abdullah al-Majorci bercerita tentang hubungannya dengan Nicole Martel: Di bawah pengasuhan Nicole Martel, aku mempelajari pokok-pokok agama Nasrani dan hukum-hukumnya. Aku senantiasa dekat dengannya. Mengabdikan diri melayaninya. Dan mewakilinya dalam banyak kesempatan. Hingga aku pun menjadi murid kesayangannya. Puncak itu semua, ia serahkan padaku kunci-kunci rumahnya,

perbendaharaan hartanya, tempat makan dan minumnya. Semuanya berada di tanganku. Kecuali satu kunci saja. Kunci sebuah ruangan kecil di dalam rumahnya yang biasa ia gunakan untuk menyendiri. Dugaanku, ruang itu adalah ruang harta-harta yang ia dapatkan dari hadiah dan pemberian. Aku tidak tahu persisnya.

Aku terus berguru dan mengabdi pada Nicole Martel selama 10 tahun. Hingga tiba suatu waktu, ia menderita sakit. Ia tidak bisa menghadiri pertemuan dengan uskup-uskup lainnya sebagaimana yang biasa ia lakukan. Para uskup mengadakan diskusi dan kajian keagamaan, sambil menunggu kehadirannya. Mereka sampai pada firman Allah ﷻ di Injil, tentang perkataan Nabi Isa, “Sesungguhnya akan datang setelahnya seorang nabi, namanya al-Baraqlith (Arab: البارَقليط)”.

Mereka terus berdiskusi, siapakah Nabi ini. Nabi yang dimaksud Injil akan datang setelah Isa. Setiap orang berbicara dan mengeluarkan pendapat sesuai dengan kadar ilmu dan pemahamannya. Perdebatan akan nama ini kian seru, namun diskusi berakhir tanpa titik temu.

Setelah itu aku datang menemui Nicole Martel. Ia bertanya padaku, “Apa yang kalian diskusikan pada hari ini, saat aku tidak hadir?” Kukabarkan padanya bahwa para uskup berselisih pendapat tentang nama al-Baraqlith. Fulan menjawab demikian. Dan Fulan menyebutkan nama yang lain. “Lalu apa pendapatmu?” tanyanya padaku. “Aku menjawab dengan jawaban Qadhi Fulan dalam tafsirnya terhadap Injil”, jawabku.
Kemudian ia berkata, “Engkau keliru. Fulan juga keliru. Dan Fulan lebih mendekati kebenaran. Namun yang benar, bukanlah nama-nama yang kalian sebutkan (dalam dikusi). Karena tidak ada yang mengetahui tafsir tentang nama yang mulia ini kecuali seorang ulama yang mendalam ilmunya. Kalian belum sampai level itu. Ilmu kalian masih sedikit.”

Aku segera mencium kakinya, dan berkata, “Wahai tuanku, Anda tahu aku berjalan dari negeri yang jauh demi belajar kepadamu. Aku juga telah mengabdi kepadamu selama 10 tahun. Aku telah mendapatkan banyak pengetahuan darimu yang aku tidak mampu menghitung banyaknya. Mudah-mudahan dengan kebaikanmu, kiranya engkau mau memberi tahu tentang tafsir nama itu.”

Tiba-tiba ia menangis. Lalu berkata kepadaku, “Wahai anakku, demi Allah engkau telah banyak memuliakanku dengan pengabdian dan pelayananmu. Tapi, aku khawatir jika nama ini kuberitahukan padamu engkau akan dibunuh (atau dimusuhi) oleh orang-orang Nasrani dari segala penjuru.”
“Tuan, demi Allah Yang Maha Agung, dan atas hak Injil serta apa yang dikandungnya, aku tidak mengatakan sesuatu kecuali atas perintahmu.”, jawabku meyakinkannya.

Ia berkata, “Wahai anakku, dulu aku pernah bertanya padamu saat pertama kali kau datang padaku dari negerimu, ‘Apakah tempat tinggalmu dekat dengan orang-orang Islam? Apakah mereka memerangi kalian dan kalian memerangi mereka? Semua itu untuk mengujimu seberapa jauh engkau benci dengan Islam.

Ketauhilah wahai anakku bahwa al-Baraqlith adalah nama nabi mereka (umat Islam), Muhammad. Kepadanyalah diturunkan al-Kitab (Alquran) yang keempat, yang disebutkan melalui lisan Danial ‘alaihissalam. Ia mengabarkan bahwa kita itu akan diturunkan padanya. Agamanya adalah agama kebenaran. Dan millahnya adalah millah yang putih sebagaimana yang disebutkan di dalam Injil”.
Aku berkata padanya, “Tuan, bagaimana solusi dari masalah ini?” Abdullah bingung, sementara ia mempelajari Nasrani, hidup di lingkungan Nasrani, dan berguru kepada ulama besar Nasrani, tapi kebenaran ada pada Islam.

“Masuklah ke dalam agama Islam wahai anakku”, jawabnya.
“Apakah keselamatan itu dengan memeluk Islam?” tanyaku.
“Betul. Selamat di dunia dan akhirat.”, jawabnya.
“Tuan, sesungguhnya orang yang cerdas memilih yang terbaik dari yang dia ketahui. Jika Anda mengetahui kemuliaan agama Islam, apa yang menghalangimu darinya?” tanyaku lagi.

Ia menjawab, “Anakku, sesungguhnya Allah belum menunjukkanku tentang apa yang kusampaikan kepadamu berupa keagungan Islam dan kemuliaan nabi umat Islam kecuali saat aku telah tua dan fisikku sudah melemah, memang tidak ada udzur bagiku, bahkan itulah hujjah Allah untukku. Seandainya aku mengetahuinya ketika seumurmu, akan kutinggalkan segalanya. Aku akan memeluk agama yang benar ini. Dan cinta dunia adalah pokok dari segala keburukan.”

Maksud Nicole Martel, di kondisi tuanya jauh lebih sulit untuk memeluk Islam. Ia telah memiliki kedudukan. Seorang yang memiliki kedudukan lebih sulit untuk mengatakan kebenaran. Resiko yang ia tanggung lebih besar. Namun ia sadar itu bukanlah alasan. Kedudukan, penghormatan, harta, dan semua bagian dunia telah terlanjur mengecap di hatinya. Ia sadar cinta dunia adalah pokok keburukan.

Pelajaran bagi kita, belajarlah agama Islam sebelum kita menjadi siapa-siapa. Ketika kita sudah berkedudukan. Memiliki gelar akademik yang tinggi. Memiliki masa yang banyak. Maka gengsi untuk menerima kebenaran lebih besar. Apalagi kebenaran datang lewat orang yang lebih rendah kedudukannya dari kita. Datang dari mereka yang level pendidikannya jauh di bawah. Atau dari mereka yang miskin. Atau dari mereka yang jabatannya jauh di bawah. Belajarlah agama selagi Anda bukan siapa-siapa.

Abdullah al-Majorci melanjutkan. Kukatakan padanya, “Tuan, apakah engkau memerintahkanku untuk pergi menuju negeri kaum muslimin dan memeluk agama mereka?”
“Jika engkau cerdas dan berharap selamat, segera lakukan itu. Engkau akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.”, jawabnya.

“Akan tetapi anakku, apa yang kita bicarakan sekarang ini tidak disaksikan seorang pun selain kita. Sembunyikan ini sekuat kemampuanmu. Apabila engkau sebarkan, aku akan mendustakan semua ucapanmu. Aku tidak butuh pertolonganmu. Dan tidak manfaat bagimu menukil ucapanku tentang hal ini (di tengah-tengah umat Nasrani).” Ia memberi peringatan.

Maksudnya orang-orang tidak akan mempercayaimu kalau engkau mendengar hal itu dariku. Dan aku juga akan mendustakan ucapanmu di hadapan mereka. Jadi, engkau sendiri yang akan rugi dan menderita.
“Tuanku, aku berlindung kepada Allah dari yang demikian.”. kuucapkan janjiku sesuai yang dia inginkan.
Kemudian aku pamit kepadanya dan mulai menempuh cara untuk keluar dari daerah ini. Ia mendoakan kebaikan untukku dan membekaliku dengan 50 Dinar emas. Aku menempuh perjalanan laut, kembali ke kampung halamanku, Majorca.

Di Majorca, aku tinggal bersama orang tuaku selama 6 bulan. Setelah itu aku pergi menuju Pulau Sisilia dan tinggal di sana selama 5 bulan sambil menunggu tumpangan yang hendak pergi menuju negeri kaum muslimin.
Kendaraan yang kutunggu-tunggu pun tiba, dari Sisilia aku bersafar menuju Tunisia. Ketika aku sampai di Tunisia, ada rahib-rahib Nasrani yang mendengar kedatanganku. Mereka pun mendatangiku dan membawaku ke tempat mereka. Aku pun tinggal bersama mereka selama 4 bulan. Setelah itu aku bertanya kepada mereka, “Apakah di negeri ini, penguasanya menjamin lisannya seorang Nasrani?”

Saat itu, sultan yang berkuasa di Tunisia adalah Abu al-Abbas Ahmad rahiamhullah. Mereka memberitahuku bahwa penguasa negeri ini adalah penguasa yang baik. Salah seorang terdekatnya adalah Yusuf ath-Thayyib. Ia dikenal dengan kebaikannya. Aku pun sangat senang mendengar kabar tersebut.

Aku juga bertanya kepada mereka tempat laki-laki yang baik itu. Mereka menunjukkanku kediamannya. Aku pun menemuinya. Kujelaskan padanya tentang keadaanku dan sebab kedatanganku adalah untuk memeluk Islam. Laki-laki tersebut sangat gembira mendengar apa yang kukatakan. Ia ingin menyempurnakan kebaikan tersebut melalui dirinya sendiri. Lalu aku dipersilahkan menunggangi kudanya. Dan membawaku ke rumah Sultan Abu al-Abbas.

Sesampainya di rumah sultan, Yusuf al-Khoir mengabarkan sultan tentang diriku. Aku meminta izin sultan untuk tinggal di wilayahnya, dan ia pun mengizinkannya. Hal pertama yang ditanyakan sultan kepadaku adalah tentang umurku. Ku jawab, “Umurku 35 tahun.”

Kemudian ia bertanya, ilmu pengetahuan apa saja yang sudah kupelajari. Aku pun menjawabnya. Ia berkata, “Anda datang dengan niat baik. Masuk Islamlah dengan berokah dari Allah.”
Aku katakana kepada Yusuf, yang saat itu menjadi penerjemahku, “Katakan kepada Sultan, ‘Seseorang yang keluar dari suatu agama, maka para pemeluk agama tersebut akan menggunjingnya dan mencelanya. Aku berharap dengan kebaikan Anda agar kiranya mengumpulkan para pedagang Nasrani dan rahib-rahib mereka dan Anda mendengar apa yang mereka ucapkan di hadapanku. Saat itu aku umumkan keislamanku insya Allah.”

Ia menjawab melalui penerjemahnya, “Anda meminta seperti apa yang diminta Abdullah bin Salam kepada Nabi ﷺ saat ia hendak memeluk Islam. Rasulullah pun mengumpulkan para rahib Nasrani dan pedagang-pedagang mereka.”

Lalu sultan memasukkanku di sebuah ruangan dekat dengan majelisnya. Ketika orang-orang Nasrani datang, ia berkata kepada mereka, “Apa pendapat kalian tentang pastur (yakni Abdullah al-Majorci), yang baru saja datang tadi?”

Mereka menjawab, “Wahai tuan kami, dia adalah ulama besar agama kami. Sesepuh kami mengatakan bahwa mereka tidak melihat ada orang yang lebih tinggi derajat keilmuannya melebihi dia dalam agaka kami.”

Sultan kembali bertanya, “Apa yang akan kalian katakana jika dia memeluk Islam?”
“Kami berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dia tidak akan melakukan hal itu”, jawab mereka.
Ketika sultan telah mendengar ucapan orang-orang Nasrani, ia pun memanggilku. Aku pun hadir di hadapannya. Aku pun mengucapkan dua kalimat syahadat dengan tulus di hadapan orang-orang Nasrani itu. Syahadatku seolah-olah menampar wajah-wajah mereka.

Serta-merta mereka menuduhku, “Dia mengucapkan hal itu karena ingin menikah. Karena pastur-pastur kami tidak menikah.”

Mereka pun keluar dari ruangan dengan kecewa dan bersedih hati. Setelah itu sulta memberiku empat dinar setiap harinya dan menikahkanku dengan putri al-Haj Muhammad ash-Sahffar. Saat aku hendak menikah, sultan menghadiahkanku 100 dinar emas dan memberikan sesetel pakaian baru. Dan aku pun menikah. Dari pernikahan tersebut aku memiliki beberapa anak. Di antaranya kuberi nama Muhammad. Aku berharap keberkahan menamainya dengan nama Nabi kita, Muhammad ﷺ.

Penutup
Syaikh Abdul Wahhab an-Najjar, salah seorang ulama Al-Azhar, berkisah tentang kata al-Bariqlith dalam kitabnya Qishash al-Anbiya. Dalam bukunya itu, ia menceritakan pernah berjumpa dengan salah seorang ahli bahasa Yunani kuno, Pastur Carlo Nino. Karena Injil ditulis dengan bahasa Yunani.
Sayikh bertanya kepada Pastur Carlo Nino, “Apa arti kata al-Bariqlithus dalam Bahasa Yunani kuno?” Ia menjawab, “al-Mu’azzi (sang penghibur)”. Syaikh menanggapi, “Terangkan maknanya secara harfiyah dalam bahasa Yunani kuno!” Pastur Carlo Nino menjawab, “al-Bariqlithus adalah yang banyak pujian.”
Kemudian Syaikh menanggapi, “Apakah Anda percaya dengan Muhammad (yang artinya yang terpuji)? “Anda terlalu banyak bertanya”, jawabnya. Kemudian ia pun meninggalkan Syaikh Abdul Wahhab an-Najjar.

Daftar Pustaka:
– at-Tarjuman, Abdullah. 1988. Tuhfatu al-Arib fi Rad ‘ala ahli ash-Shalib. Beirut: Dar al-Basya-ir al-Islamiyah.

Artikel www.KisahMuslim.com

Redaksi ISBAD

Di Persia, Sariyah bin Zanim Mendengar Perintah Umar dari Mimbar Madinah



Para wali Allah ﷻ memiliki karomah. Keajaiban yang tidak mampu dinalar logika. Tapi mereka tidak pernah mempelajarinya. Tidak pula mengulang-ulangnya bak sebuah atraksi di sebuah pertunjukan. Di antara wali Allah ﷻ yang memiliki karomah adalah Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Ia pernah berkhutbah di atas mimbar Nabi ﷺ di Madinah, namun suaranya sampai kepada pasukan yang tengah diutus menghadapi Persia di wilayah Syam. Pasukan tersebut dipimpin oleh Sariyah bin Zanim R.A

Siapakah Sariyah bin Zanim?
Ia adalah Sariyah bin Zanim bin Abdullah bin Jabir bin Muhammiyah bin Kinanah ad-Duali. Di masa jahiliyah, ia senang menyendiri di gua. Kecepatan larinya luar biasa. Saking cepatnya, orang-orang menggambarkan kecepatannya dengan ungkapan, mampu mendahului kuda (Ibnu Hajar, al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, 3/5).

Tidak diketahui pasti kapan Sariyah memeluk Islam. Yang jelas ia termasuk sahabat yang terakhir menjadi seorang muslim. Karena namanya tidak termaktub dalam pasukan Badar, Uhud, dan Khandaq. Diperkirakan ia memeluk Islam sebelum penaklukkan Kota Mekah.

Memimpin Pasukan Menghadapi Persia
Sariyah dikenal sebagai seorang yang sangat pemberani. Ia juga seorang yang cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Umar mempercayainya memimpin pasukan untuk menghadapi negara adidaya Persia. Dan melalui dirinya, dua kota penting Persia berhasil ditaklukkan.

Suatu hari, Umar bin al-Khattab berkhutbah Jumat di atas mimbar Masjid Nabawi. Ia naik ke mimbar kemudian berucap lantang, “Wahai Sariyah bin Zanim, bukit. Wahai Sariyah bin Zanim, bukit…” Maksudnya jadikan bukit untuk berlindung.

Kemudian Umar melanjutkan khutbahnya hingga selesai.

Beberapa waktu kemudian, datang surat dari Sariyah bin Zanim kepada Umar bin al-Khattab di Madinah. Surat tersebut mengabarkan, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kemenangan kepada kami pada hari Jumat, pada waktu demikian”.

Waktu yang termaktub dalam surat tersebut adalah saat dimana Umar berbicara di atas mimbar.

Sariyah berkata, “Aku mendengar suara (yang menyeru) ‘Wahai Sariyah bin Zanim, bukit. Wahai Sariyah bin Zanim, bukit…’. Aku dan pasukan pun naik ke atas bukit. Sebelumnya kami berada di lembah, dalam keadaan terkepung musuh. Akhirnya Allah memberi kami kemenangan.”

Ada yang bertanya kepada Umar, “Ucapan macam apa itu?” “Demi Allah, aku tidak memikirnya dalam-dalam. Suatu kalimat datang begitu saja di lisanku”, jawab Umar (Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyq, 20/25).

Dari sini kita bisa melihat ketulusan Umar. Jarak antara Kota Madinah dan wilayah Syam begitu jauh. Bagaimana bisa Sariyah bin Zanim mendengar suara Umar? Itulah karomah. Karomah buah dari keimanan yang ditanam oleh Rasulullah ﷺ pada diri para sahabatnya, radhiallahu ‘anhum ajma’in.

Umar tidak sebutkan bahwa ia melakukan persiapan. Berlatih sebelumnya. Melakukan amalan-amalan tertentu. Dll. Apa yang terjadi semata-mata karomah yang Allah ﷻ berikan kepadanya. Kemudian di lain kesempatan tidak ditemukan riwayat Umar mengulangi hal ini. Kejadian ini hanya terjadi satu kali.

Inilah karomah yang diberikan Allah ﷻ pada para walinya,

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63)

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa.
Ada yang menambahkan kisah ini bahwasanya Umar melihat apa yang terjadi di Syam, maka hadits-hadits tentang hal itu bersumber pada hadits yang lemah.

Sumber :
Artikel www.KisahMuslim.com
Redaksi ISBAD

Ternyata! Taat Kepada Suami Harus Didahulukan, Daripada Orang Tua (Istri Wajib Baca)

Ilustrasi Gambar
Al-Hamdulillah. Segala puji milik Allah. Pada kesempatan ini kita masih diberikan umur panjang semoga kita selalu dalam lindungannya. kali ini akan admin akan membagikan Ternyata.! Taat Kepada Suami Harus Didahulukan, Daripada Orang Tua. Rabbi semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk RasulillahShallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Al-Qur'an dan sunnah menerangkan, suami memiliki hak yang sangat besar atas istrinya. Istri harus taat kepada suaminya, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepadanya daripada kepada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan suami menjadi surga dan nerakanya.
Allah Ta'ala berfirman Dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa Ayat 34 yang berbunyi sebagai berikut:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. Al-Nisa': 34)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ

"Tidak boleh (haram) bagi wanita untuk berpuasa sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak boleh memasukkan orang ke dalam rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Dan harta yang ia nafkahkan bukan dengan perintahnya, maka setengah pahalanya diberikan untuk suaminya." (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Apabila wanita menunaikan shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya; maka disampaikan kepadanya: masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu mau." (Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Jami', no. 660)
Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits yang dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Saat Mu'adz tiba dari Syam, ia bersujud kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau berkata: "Apa ini wahai Mu'adz?"
Mu'adz menjawab, "Aku telah datang ke Syam, aku temui mereka bersujud kepada para pemimpin dan penguasa mereka. Lalu aku berniat dalam hatiku melakukan itu kepada Anda."
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda: "Jangan lakukan itu, kalau saja aku (boleh) memerintahkan seseorang bersujud kepada selain Allah, pastilah aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang istri disebut telah menunaikan hak Rabb-nya sehingga ia menunaikan hak suaminya. Kalau saja suami memintanya untuk melayaninya sementara ia berada di atas pelana unta, maka hal itu tidak boleh menghalanginya." (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Maknanya: hadits tersebut memerintahkan kepada para istri untuk mentaati dan siap melayani suaminya. Tidak boleh ia menolak ajakan suami walau ia sudah siap melakukan perjalanan, yakni sudah berada di atas pelana untanya, maka hal ini lebih ditekankan saat ia berada dalam keadaan selain itu.
Diriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan, bahwa bibinya pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallamkarena satu keperluan. Saat sudah selesai, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bertanya kepadanya,
"Apakah kamu punya suami?"
Ia menjawab, "Ya."
Beliau bertanya lagi, "Bagaimana sikapmu terhadapnya?"
Ia menjawab, "Aku tidak kurangi hak-nya kecuali apa yang aku tidak mampu."
Beliau bersabda, "Perhatikan sikapmu terhadapnya, karena ia surga dan nerakamu." (HR. Ahmad dan Al-Hakim, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al;Targhib wa al-Tarhib, no. 1933)
Maksudnya, suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu. Suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu. . .
Taat Suami VS Taat Orang Tua
Sering terjadi kasus, orang tua wanita –baik bapak atau ibunya- menuntut kepadanya untuk melakukan sesuatu yang berseberangan dengan tuntutan suami. Hal ini sering menjadi dilema dan masalah berat bagi sebagian wanita. Pada saat seperti ini, mana yang harus lebih didahulukan oleh wanita muslimah?
Apabila ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata tentang wanita yang memiliki suami dan seorang ibu yang sedang sakit: "Ketaatan kepada suaminya lebih wajib atas dirinya daripada mengurusi ibunya, kecuali jika suaminya mengizinkannya." (Syarh Muntaha al-Iradat: 3/47)
Di dalam kitab al-Inshaf (8/362), "Seorang wanita tidak boleh mentaati kedua orang tuanya untuk berpisah dengan suaminya, tidak pula mengunjunginya dan semisalnya. Bahkan ketaatan kepada suaminya lebih wajib."
Apabila ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya.
Terdapat satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam–menurut sebagian ulama statusnya hasan- yang meguatkan hal ini, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Siapakah wanita paling besar haknya atas wanita?" Beliau menjawab: "Suaminya." Aku bertanya lagi, "Lalu siapa manusia yang paling besar haknya atas laki-laki?" Beliau menjawab, "Ibunya." (HR. al-Hakim, namun hadits ini didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif al-Targhib wa al-Tarhib, no. 1212)
Dengan demikian maka, bagi wanita haruslah lebih mendahulukan ketaatan kepada suami daripada ketaatan kepada kedua orang tuanya. Namun jika keduanya bisa ditunaikan secara sempurna dengan izin suaminya, maka itu yang lebih baik. Wallahu Ta'ala A'lam.
Sumber :
duniasyariat.com
Redaksi ISBAD

Kamis, 28 Januari 2016

Al-Quran, Mukjizat Allah Tak Tertandingi




Kita diwajibkan mengkaji Al-Quran karena Al-Quran merupakan kalam Ilahi. Al-Quran datang ke dunia, pada dasarnya telah dinanti oleh bangsa Arab ketika itu. Tetapi kehadiran Al-Quran di tengah-tengah mereka dengan membawa keutamaan dan kehebatan yang jauh melebihi kebanggaan mereka. Dengan kata lain, Al-Quran lebih unggul dan hebat serta lebih utama.


Bila kalimat-kalimat Al-Quran diperdengarkan, maka semua orang tercengang mendengar, terheran-heran, dan mulut mereka menganga tanpa berucap sepatah kata pun. Namun demikian, kejahilan tetap kejahilan. Mereka bersikap sangat angkuh, lalu menutupi kata menuraninya yang paling dalam. Kemudian mereka bepura-pura tidak merasa kagum terhadap Al-Quran yang sempat mereka dengar. Mereka pun mulai berbisik-bisik menyuarakan hasutan dari mulut ke mulut dengan kata-kata yang tidak sepantasnya. Caci maki mulai diarahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Bahkan Nabi Muhammad SAW dituduh sebagai tukang sihir. Walau demikian, semua yang mereka tuduhkan itu dapat ditangkis dengan mudah oleh Nabi Muhammad SAW.

Mereka kehabisan kata-kata dan mengalami kebuntuan berpikir, sehingga tak mampu menjawab tangkisan Nabi Muhammad SAW. Namun, mereka masih tetap berusaha keras untuk bisa memojokan Nabi Muhammad Saw. Selanjutnya mereka menemukan suatu cara yang dianggapnya ampuh untuk menjatuhkan Nabi Muhammad SAW. Mereka menuduh bahwa Rasulullah adalah seorang penyair. Ternyata tuduhan ini pun tak mampu menyurutkan Rasulullah. Sebab sudah diketahui secara umum, bahwa Nabi Muhammad Al-Amin tidak pernah merangkai satu syair pun.

Para ahli syair yang semula sangat fasih mengucapkan bait-bait syair dan sajak, kini lidah mereka menjadi kaku. Akal mereka menjadi beku dan tak sedikit pun mempunyai daya untuk berhadapan dengan mukjizat Al-Quran. Karenanya, turunlah ayat-ayat Al-Quran yang menentang sikap mereka, “Buatlah satu surat saja semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolong mu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar” (QS. Al-Baqarah [2]: 23). Ternyata tidak ada seorang ahli syair pun yang sanggup membuat tandingan, walaupun hanya satu surat saja.

Mukjizat Al-Quran menunjukan keutamaannya. Hal ini tampak dari segi yang sangat jelas, bahwa Al-Quran unggul segala-galanya dibanding dengan apa yang sedang mereka banggakan. Dan keutamaan mukjizat Al-Quran bukan hanya ditujukan kepada bangsa Arab, melainkan keutamaan mukjizatnya itu diperuntukan kepada seluruh alam.

Ditinjau dari segi bahasa dan sastra, maka mukjizat Al-Quran sudah terbukti jauh lebih unggul dibanding dengan yang pernah dicapai bangsa Arab, di samping mampu mengungguli bahasa-bahasa selain Arab. Sebab, Al-Quran diturunkan tertuju kepada seluruh bangsa dengan aneka ragam bahasanya. Atau, kehadiran Al-Quran memang telah dipersiapkan Allah bagi seluruh bangsa, sepanjang masa hingga batas paling akhir, yakni sampai lenyapnya dunia dan seisinya ini. Dan turunnya Al-Quran sudah disertai dengan mukjizat yang bersifat universal, berlaku bagi seluruh alam dan seluruh masa. Keberadaan mukjizat pun akan selalu ampuh dan mampu menghadapi berbagai permasalahan, di samping jaminan Allah terhadap kesucian Al-Quran. Dengan demikian, Al-Quran akan tetap berlaku sejak pertama turun hingga hari kemudian.


Sumber:  
Mukjizat Al-Quran/Muhammad Mutawally AS/Risalah/Mei 1984
Islampos
Redaksi ISBAD

Azab Para Da’i yang Tidak Menjalankan Nasihatnya Sendiri

Siapa yang tahu di akhirat nanti kita akan termasuk ke dalam penghuni neraka atau bahkan penghuni surga. Semua amal perbuatan yang telah dilakukan di dunia akan diperhitungkan dengan adil. Di neraka nanti tidak dapat ada yang mengetahui siapa yang akan menjadi penghuninya, tidak menutup kemungkinan untuk para da’i. Bisa saja orang yang sudah shaleh setingkat da’i masuk ke dalam neraka. Mengapa bisa demikian? Bukankah para da’i selama ini yang selalu menasihati kita, dan memberitahu perkara yang baik? Mengapa orang-orang shaleh juga ikut masuk neraka? Ternyata, para da’i yang masuk neraka itu dikarenakan mereka yang selalu memberi nasihat, namun mereka sendiri yang tidak menjalankannya. Astaghfirullahalaziim… Agar kita juga tidak ikut terjebak dalam api neraka, berikut ini penjelasannya agar tidak terjadi kekeliruan.

1. Dari Abu Hurairah RA, ia pernah meriwayatkan tentang hadits isra’ bahwa Rasulullah SAW telah melihat suatu kaum yang memotong lidah dan mulut mereka sendiri dengan menggunakan gunting dari besi. Setiap kali dipotong, lidah-lidah mereka tumbuh kembali dan utuh seperti semula. Tidak ada waktu sebentar pun bagi mereka untuk berhenti melakukannya. Rasulullah SAW bertanya perihal identitas mereka, dan mengapa mereka mendapat siksaan seperti itu. Kemudian malaikat menjawabnya, bahwa mereka adalah para khatib fitnah.

2. Imam Bukhari dan Muslim juga pernah meriwayatkan sebuah hadits dari Usamah bin zaid yang mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Kelak di hari kiamat, ada seseorang yang didatangkan lalu dilemparkan ke neraka. Seisi perutnya tiba-tiba keluar dalam neraka. Laki-laki tersebut berputar-putar seperti halnya seekor keledai yang berputar-putar di padang rumputnya. Para penghuni neraka kemudian berkumpul dan bertanya, ‘Kenapa engkau ini? Bukankah engkau dulu selalu memerintahkan kami untuk mengerjakan kebaikan dan melarang kami mengerjakan kemungkaran?’ Laki-laki tersebut menjawab, ‘Aku pernah memerintahkan kalian untuk mengerjakan kebaikan namun aku sendiri tidak mengerjakannya. Aku juga melarang kalian untuk tidak mengerjakan kemungkaran namun aku sendiri mengerjakannya’,” (HR. Bukhari).

Sumber:
Misteri Malam Pertama di Alam Kubur/Jubair Tablig Syahid/Cable Book/Juni 2012.
Redaksi ISBAD

Apakah Engkau Tidak Ingin Menikah?





Hari-hari ini Salim terlihat seperti sering gundah. Usia Salim, anak angkat Abu Hudzaifah, sebenarnya sudah beranjak dewasa. Dan Sahabat Rasul yang satu ini sehari-harinya sepertinya hanya memeprsiapkan dan mengurusi perang dan perang saja. Memang, kala itu kaum muslimin yang berada langsung di bawah pengawasan Rasulullah tengah menghadapi masa-masa penyebaran Islam yang cukup genting; semua orang diminta untuk siap kapanpun berjihad.

Diam-diam kondisi Salim itu membuat cemas beberapa orang yang dekat dengannya. Abu Hudzaifah misalnya. Ayah angkat Salim ini sering juga bertanya-tanya kenapa Salim menyendiri saja. Ia kadang-kadang mengira-ngira; mungkin karena Salim bekas seorang budak belian, maka ia malu untuk menikah.

Selain Abu Hudazifah, tentu saja Rasulullah—orang yang selalu tahu akan apa yang tengah dirasa oleh sahabat-sahabatnya—menyadari hal itu. Rasulullah merasa kasihan kepada Salim. Banyak sudah pengorbanan Salim kepada Islam. Rasulullah sudah membuktikan keteguhan Salim selama ini. Anak angkat Abu Hudzaifah itu langsung dididiknya, mengikutinya dari satu mejelis ilmu ke mejelis ilmu lainnya. Hingga tak heran jika dalam waktu singkat di usia muda, Salim telah menjadi tempat bertanya orang tentang kitabullah—Alquran.

Diam-diam Abu Hudzaifah mendekati Rasulullah dan membicarakan perkara Salim. Rasulullah waktu itu hanya terdiam saja. Adapun Abu Hudazifah berniat menikahkan anak angkatnya itu dengan kemenakannya, Fatimah binti Walid bin Uthbah.

Akhirnya Rasulullah memanggil Salim juga. Salim bertanya-tanya hendak ada apakah gerangan Rasulullah memanggilnya?

Mungkinkah ada perintah Rasulullah yang lalai ia kerjakan?

Setelah berhadapan dengan Rasulullah, Salim hanya tertunduk saja. Di depan Rasulullah, entah kenapa Salim selalu merasa harus menghormati orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Ia sering kali teringat bahwa sebelum ia memasuki agama orang di hadapannya itu, ia hanyalah seorang budak yang hinda dina, orang-orang bahkan tidak menganggapnya. Dan Islam kemudian lewat Rasulullah, menyuruh menghapuskan perbudakan. Sejak saat itu selamatlah Salim. Bahkan setelah menjadi pengikut Rasulullah, Salim berubah menjadi orang yang dikenali banyak orang, disegani karena keluhuran ilmu agamanya.

Harus selalu Rasulullah yang memulai percakapan, “Aku hendak bertanya kepadamu tentang sesuatu…” ujar Rasulullah memecahkan kesunyian yang ada di antara mereka.

Salim sedikit mendongak. Ia melihat betapa teduhnya wajah pembimbingnya itu. Penuh kasih. Penuh bijak dan selalu mengerti siapa saja orang di hadapannya, “Ada apakah ya Rasul?”

Rasul tersenyum sebentar. “Tidak ada apa-apa. Hanya Salim, apakah engkau tidak ingin menikah?”

Salim terdiam. Sesungguhnya ia cukup terkejut karena ternyata Rasulullah mengetahui apa yang selama ini menjadi kegundahan hatinya. Wajahnya seketika bersemu merah, namun ia berusaha keras untuk tidak membiarkan Rasulullah mengetahuinya. Rasulullah sendiri hanya tersenyum-senyum saja melihat Salim sedemikian rupa. “Bagaimana?”

Salim masih belum menjawab. Setelah beberapa kali menarik nafas, barulah kemudian ia bersuara—dengan sedikit malu-malu, “Bukannya tidak ingin ya Rasulullah, tapi siapakah gerangan orangnya yang mau menikah dengan saya?”

Rasulullah tersenyum kembali mendengar jawaban Salim. Siapa yang mau menikah dengan pemuda asuhannya itu? Banyak.

Kapasitas Salim sebagai salah seorang pengemban Alquran tanpa disadarinya banyak diharapkan oleh para gadis Mekkah secara diam-diam. Namun di sisi lain Rasulullah menyadari kenapa Salim berpikiran seperti itu. Latar belakang masa lalunya kemungkinan besar masih membuatnya tidak begitu percaya diri dalam urusan yang satu ini. Maka Rasulullah berkata. “Begini Salim, maukkah kau kutunjukkan sesuatu? Datanglah pada Fatimah binti Walid bin Utbah. Ia seorang gadis yang baik juga sholihah. Ia pantas mendampingi perjuangan dakwahmu. Lamarlah ia…”

Salim tertegun mendengar ucapan Rasulullah. Ia tahu siapa yang dimaksud oleh Rasulullah. Manakala ia didera ketidakpercayaan, namun ia segera sadar bahwa Rasulullah adalah seorang bijak, tidak asal ucap dan tunjuk. Tentu Rasulullah sudah mempertimbangkan segala sesuatu di antara dirinya dan orang yang dimaksudnya itu. Baik itu dari segi kedudukan atau pun kemampuan—Rasulullah tentulah menunjukkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan kedudukannya.

Maka pergilah Salim menemui gadis yang dimaksud oleh Rasulullah. Ia menemui wali sang gadis. Dan memang benarlah bahwa lamarannya diterima oleh wali dan gadis itu. Bukan semata-mata karena Salim mendapat perintah dari Rasulullah saja, tetapi lebih karena baik yang dipinang ataupun yang meminang menyadari bahwa pernikahan yang mereka rencanakan adalah untuk kelangsungan dakwah. Mereka tidak bermaksud membuat sulit proses itu.

Tapi Salim belum mepunyai apa-apa. Bergegaslah ia ke pasar membeli segala keperluan yang ia perlukan dalam pernikahannya nanti. Tidak sulit. Toh salim memang telah mempersiapkan segala sesuatunya. Lagipula sahabat-sahabatnya juga sangat membantunya.

Namun belum sampai ia di rumah, tiba-tiba saja terdengar panggilan jihad. Kaum muslimin diminta untuk segera bersiap-siap menuju medan perang. Salim tanpa banyak pikir segera menjadi orang pertama yang berada dalam barisan. Ia segera menjual kembali barang-barang persiapan walimahnya dan membeli alat-alat perang. Sebelumnya ia mendatangi keluarga Fatimah. Ia mengatakan, “Aku bukannya tidak menghormati bakal pernikahan kita, tetapi saat ini Islam membutuhkan pengorbanan kita. Jika aku kembali, insyaAllah aku akan meneruskan apa-apa yang ada di antara kita…”

Fatimah tidak berkata apa-apa. Ia melepas ikhlas kepergian Salim. Ia menunggu. Namun ternyata Salim gugur di medan perang. Gugur bersama ayah angkatnya—Abu Hudzaifah. Mereka syahid. Namun tiada kegundahan yang terbaca di wajah para syuhada itu. Salim memang belum bertemu dengan Fatimah, tetapi saat itu ia tengah ditunggu oleh para bidadari surga.

Sumber :
Islampos
Redaksi ISBAD

Nikmatnya Melihat Wajah Allah di Surga

Ilustrasi Gambar
Setiap orang pasti menginginkan masuk ke surga-Nya Allah SWT. Mengapa? Sebab, di sana terdapat hal-hal yang indah, melebihi keindahan dunia. Bahkan, keindahannya berkali-kali lipat. Mungkin saja, apa yang kita bayangkan, ternyata indahnya melebihi yang kita bayangkan itu. Wallahu ‘alam. Nah, keindahan apa saja ya yang ada di surga?


Salah satu keindahan surga ialah melihat wajah Allah SWT. Setiap orang yang beriman pasti sangat menunggu-nunggu tibanya waktu ini. Di mana dengan langsung kita dapat melihat sosok yang selalu kita agungkan itu. Dan subhanallah, sungguh kenikmatan yang tiada terkira jika kita mampu melihat-Nya.

Di surga kelak, Allah SWT akan memenuhi janjinya. Semua penduduk surga berkumpul dalam satu tempat. Dan di sanalah Allah membuka tabirnya. Dan semua orang di sana melihat Allah.

Allah SWT berfirman,
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannyalah mereka melihat,” (QS. Al-Qiyamah: 22-23).

Ibnu Qayyim berkata dalam sajak indahnya. Apa yang dikatakannya adalah, “Mereka melihat Tuhan mereka dan tiba-tiba tidak ada lagi keindahan yang lebih baik yang mereka pandang setelah mereka memandang keindahan surga daripada melihat Allah SWT.”

Allahu Akbar, ketika itu kita terlupa dengan apa yang ada dalam surga. Semua keindahan surga menjadi hal yang biasa, karena kita terpesona dengan keindahan Allah SWT. Sungguh nikmat yang amat luar biasa, yang dapat diperoleh hanya untuk orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya.

Sumber :
Islampos 
Redaksi ISBAD

Ketika Islam Datang, Alkhansa binti Amr Berhenti Jadi Penyair

mawar


Sekarang saatnya kita hidup bersama lembaran-lembaran sejarah yang mulia. Kita akan berbicara tentang seorang wanita ahli penunggang kuda, muslimah yang takwa dan penyair yang cerdik. Orang-orang Arab mengenal dia karena keluhuran hatinya. Di masa Islam dia dikenal sebagai orang yang baik hati dan prilakunya. Pada masa Jahiliah, predikat dia sebagai Nawwahah (wanita yang bertugas menangisi mayit) dan di masa Islam, dia sebagai sahabat yang luhur, alim dan terpuji.

Dia adalah Al Khansa`. Al Khansa` berarti wanita yang cantik dan terpuji. Pada masa Jahiliyyah, dia pernah meratapi saudaranya yang meninggal, yang bernama Sakhr, dia mendendangkan syair:

“Jikalau di sekelilingku tidak ada banyak orang yang menangisi saudara-saudaranya, maka pastilah aku akan membunuh diriku sendiri. Mereka menangis tidak seperti tangisan saudaraku, tapi jiwanya berlalu darinya dengan cara yang amat memilukan.” 

Adapun ketika Islam datang, Al Khansa` berhenti menjadi penyair Bani Sulaim. Dia sibuk dengan beribadah kepada Allah SWT Yang Maha Esa. Dia memulai membaca Al Qur`an dan tidak lagi membaca syair. Dia mulai mendengarkan hadits-hadits Nabi SAW. Dia adalah Al Khansa`. Di balik keagungannya, kecantikannya dan kelemahlembutannya dia tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Dia tidak beriman dan beribadah kecuali kepada Allah. Mulutnya tidak lagi mendendangkan syair ratapan dan tidak lagi ikut beradu syair. Akan tetapi dia menjadi seorang pembaca Al Qur`an siang dan malam secara tartil.

Kemarilah bersama kami untuk mengenal Al Khansa` di madrasah kenabian, madrasah Muhammad yang tidak masuk di dalamnya kecuali orang yang mau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Al Khansa` datang bersama kaumnya dari Bani Sulaim ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Bersama mereka dia memeluk Islam. Rasulullah SAW sangat kagum dengan dendangan syairnya dan beliau meminta kepadanya agar mendendangkan syair. Lalu Nabi berkata, “Ayo Khansa`,” sambil beliau memberi isyarat dengan tangannya.

Ketika ‘Adi bin Hatim datang ke hadapan Rasulullah SAW dan bercakap-cakap dengannya, dia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya di sekitar kita ada orang yang pandai membaca syair, paling dermawan dan jago menunggang kuda.”

Nabi bertanya, “Siapa mereka.”

Adi bin Hatima menjawab, “Adapun orang yang pandai membaca syair adalah Imra’ Al Qais bin Hajar, adapun orang yang paling dermawan adalah Hatim bin Sa’d (ayahnya) dan orang yang paling pandai menunggang kuda adalah Amr bin Yakrab.”

Rasulullah SAW, berkata: “Tidak seperti yang kamu katakan wahai ‘Adi, adapun orang yang paling pandai bersyair adalah Khansa` binti amr dan orang yang paling dermawan adalah Muhammad (dirinya) dan adapun orang yang paling pandai menunggang kuda adalah Ali bin Abi thalib.”

Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab RA bertanya kepada Khansa`, “Luka apa yang membuatmu menangis?”

Khansa` menjawab, “Aku menangisi orang-orang dari Mudhar.”

Umar berkata, “Wahai Khansa’, mereka adalah penghuni neraka.”

Khansa` berkata, “Itulah yang menjadikan aku menangisi mereka sepanjang waktu.”

Itulah Khansa` binti Amr, dia pernah berkata, “Dulu aku menangisi Sakhr karena meninggal dunia dan sekarang aku menangisi dia karena dia termasuk penghuni neraka.”

Sumber :
Santi islampos Dikutip dari: Wanita di Sekitar Rasulullah SAW Karya: S. Tabrani
Redaksi ISBAD


Siapa Dia, Wanita Padang Pasir yang Disayangi Nabi?

siluet wanita muslimah



Siapa yang tidak kenal dengan sosok wanita yang menjadi suritauladan wanita lainnya, ia adala Fatimah az-Zahra. Beliau adalah putri dari Nabi Muhammad SAW, ia terkenal dengan keshalehan dan budinya.

Sayidah Fatimah dilahirkan di Makkah sebagai putri bungsu dari empat perempuan bersaudara merupakan buah hati dari pasangan Rasulullah SAW dengan isteri beliau Khadijah al-Kubra binti Khuwailid, pada hari Jum’at, 20 Jumadilakhir, lima tahun setelah kenabian Rasulullah SAW dan tiga tahun setelah peristiwa agung isra’ Mikraj.

Sayidah Fatimah tumbuh selain dengan limpahan kasih sayang ayah ibunya, namun juga dalam asuhan wahyu dan kenabian di rumah yang penuh dengan firman-firman Allah dan ayat-ayat Al-Qur’an yang mulia.

Konon, namanya terilhami dari jaminan Allah yang akan melepaskannya dari siksa api neraka pada hari kiamat kelak. Pada hari kelahirannya, Sang Ayah sedang menyelesaikan persengketaan rumit kaumnya dalam pembangunan Ka’bah. Peristiwa peletakan hajar aswad itulah yang membuat sang ayah dijuluki al-Amin, sang terpercaya.

Disamping kelahiran Khadijah Rasulullah pun sangat sayang kepada putrinya, sehingga ada cerita bagaimana ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang sebab kecintaan beliau yang luar biasa terhadap Sayidah Fatimah, maka beliau SAW menjawab, “Seandainya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, sungguh engkau akan mencintainya sebagaimana aku mencintainya. Fatimah adalah belahan jiwaku, maka siapa pun yang membuatnya marah, berarti ia telah membuatku marah, dan siapa pun menyenangkan hatinya, berarti ia menyenangkan hatiku.”

Ketika ibunya meninggal pada waktu usianya masih 6 tahun, Sayidah Fatimah mengganti peranan ibunya dengan rajin mengurus dan menerbitkan kegembiraan dalam hati ayahnya. Karena kasih dan baktinya kepada ayahnya itu, maka Rasulullah menemaninya Ummu Abiha (Ibu dari ayahnya).

Ia tumbuh dalam didikan sepasang manusia mulia. Hari-harinya dipenuhi dengan kasih sayang ibunya yang sangat dewasa, lembut dan penuh pengertian. Ia tumbuh bersama cinta dan kesahajaan wanita terbaik dalam sejarah Islam, Sayyidah Khadijah RA.

Di samping itu, ia juga tumbuh bersama nuansa kesabaran perjuangan ayahnya. Ia melihat langsung bagaimana Sang Ayah selalu bersabar menerima siksaan dan hinaan dari kaumnya dalam menyebarkan dakwah. Dengan mata kepalanya sendiri ia pernah menyaksikan selendang penutup kepala ayahnya ditarik-tarik oleh seorang Qurays saat beribadah di depan Ka’bah. Ia juga yang membersihkan tubuh ayahnya setelah seorang Qurays melemparkan kotoran ke tubuh Sang Ayah ketika sedang khusyu menghadap Tuhannya.

Dua nuansa pembinaan inilah yang menjadikann Sayyidah Fatimah sebagai wanita istimewa. Nuansa pembinaan yang sarat dengan cinta dan kelembutan dari ibunya telah menumbuhkan benih-benih kasih sayang dalam dirinya. Sedangkan kesabaran yang ia peroleh dari Sang Ayah membuat hatinya lebih kuat dari karang samudera.

Cintanya kepada Sang Ayah pun tak kalah besar. Suatu hari, setelah Sang Ayah pulang dari medan perang, beliau menyempatkan untuk mampir ke rumah Fatimah. Namun kondisi Sang Ayah sedang lelah. Wajah beliau terlihat lemas dan pucat. Seketika itu, Fatimah pun menangis. Air matanya meleleh tanpa bisa ia tahan.

“Apa yang membuatmu menangis, Anakku?” tanya Sang Ayah.
“Aku melihat wajahmu pucat sekali,” jawab Fatimah.
“Wahai Fatimah, Sesungguhnya Allah mengutus ayahmu dengan suatu urusan yang tidak akan meninggalkan satu rumah pun tanpa didatanginya untuk menyampaikan perintah Tuhannya.”
Fatimah tidak pernah tega melihat Sang Ayah lelah apalagi disakiti orang lain. Namun bagaimana lagi, ini adalah bagian dari tugas kenabiannya.

Kecintaan terhadap ayahnya semakin terlihat saat ibunya meninggal dunia. Dengan serta merta ia pun menjadi dewasa di usia mudanya. Ia menjelma sebagai “ibu” bagi ayahnya. Saat Sang Ayah terlihat lelah, ia yang penghiburnya. Saat Sang Ayah lapar ia yang mengantarkan makanan kepadanya. Saat terluka usai perang, ia yang mengobati dan membersihkan lukanya. Ia tak pernah lelah mendukung dan memotivasi perjuangan dakwahnya. Ia ingin selalu bersama Sang Ayah. Bahkan ia tak pernah berpikir akan menjadi seperti kakaknya yang harus tinggal jauh dari Sang Ayah karena telah mendapatkan pasanganya. Entah itu kakak sulungnya, Zainab yang menjadi isti Abu al-Ash atau Ruqayyah dan Ummu Kulsum yang dipersunting oleh Dzu Nurain Usman bin Affan.

Kelembutan hatinya juga diiringi dengan ketegaran jiwanya. Kisah kesabaranya pernah tertoreh saat perintah hijrah memanggilnya. Al-Huwairits bin Naqidz, seorang bejat dari kaum Qurays mengejarnya ketika dalam pernjalan menuju Madinah. Ia dan kakaknya terjerembab dari atas tunggangan. Jatuh di atas padang pasir yang garang dan panas. Ia dihinakan dan disakiti oleh kebejatan al-Huwairits yang tertawa-tawa mengejek bersama kaumnya. Hingga setelah puas ia pun meninggalkan dua bersaudara itu. Namun keadaan itu tak pernah melemahkan sedikitpun keimanan yang telah tertanam kuat dalam hatinya.

Dia yang menjadi putri seorang pemimpin dan nabi umat ini tidak pernah ingin hidup dimanja. Hidupnya selalu sarat dengan kesederhanaan. Ia selalu menjalaninya dengan penuh pengorbanan dan perjuangan.
Bahkan nasab mulianya tak sedikit pun bisa menjamin ia terbebas dari hukum dan aturan Allah. Ayahnya pernah bersabda, “Demi Allah, jika Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan potong tangannya.” Tak ada perbedaan kasta dalam Islam. Semuanya sederajat di mata Allah. Yang membedakan antara mereka hanyalah taqwa.

Sungguh perempuan mulia ini patut dan layak dimuliakan sejarah. Dari rahimnya yang suci tersambung keturunan Rasulullah. Dari kesabaran dan kesetiaannya bersama Ali, ia memperoleh kebahagiaan dan menuliskan kisah cinta yang sangat indah. Cinta yang bermuara pada kerelaan Allah dan Rasul-Nya.
Kesibukannya mengurusi rumah tangga tak pernah melupakannya untuk menuntut ilmu. Suaminya yang menjadi “gerbang ilmu” adalah guru terbaik kedua sepeninggal ayahnya. Dari keduanya ia menuai bauh-buah ilmu yang kemudian ia turunkan dengan penuh kasih sayang kepada kedua buah hatinya, Hasan dan Husain radhiyallahu ‘anhuma.

Enam bulan setelah kepergian ayahnya, ia menyusul menghadap Allah SWT. Di tengah tangisan seluruh keluarga dan kaum Muslimin dia tersenyum dengan kemenangannya menjadi pemimpin wanita Muslimah. “Fatimah adalah pemimpin seluruh wanita di dunia,” begitu Nabi pernah menegaskan.

Hidupnya telah memancarkan cahaya bagi penghuni langit, seperti matahari yang selalu memancarkan cahayanya untuk alam semesta. Fatimah merupakan Putri Nabi yang berbakat dan cerdas.

Wejangan dan syair puisinya sangat mengagumkan, menunjukkan kekuatan karakter pikirannya, seperti yang tertuang dalam kitab Shahifah Fathimiyyah. Beliau mewarisi kejeniusan dan kearifan, keteguhan dan ketekunan, keshalehan, kesucian, kedermawanan, kebajikan, kesetiaan, dan kekuatan beribadah kepada Allah, pengorbanan diri, keramah-tamahan, ketabahan, dan kesabaran, pengetahuan serta kemuliaan watak, dari ayahandanya. Karena keutamaan-keutamaan dan kecantikan jasmani dan rohaninya itu beliau mendapat gelar az-Zahra (wanita yang bercahaya).

Sumber: Madzhab Cinta/Karya: Irawan Massie/Penerbit: Penerbit Lentera

Sabtu, 16 Januari 2016

Penyusun Kitab Maulid; Biografi Ad-Diba'i

Kitab Maulid
(dok:sinnerinrepentance.blogspot)

Bulan Rabi’ul Awwal, bulan ke-3 dalam penanggalan Hirjriyah/Qomariyah (menurut perputaran bulan/lunar), merupakan bulan istimewa bagi umat Islam seluruh dunia. Di bulan ini, sosok istimewa, Nabi Muhammad SAW, Rasul terakhir, penutup para Nabi, dilahirkan. Tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Peringatan kelahiran Nabi biasa disebut dengan Maulid Nabi, atau Mauludan. Orang Jawa sendiri, sering menyebut bulan Rabi’ul Awwal dengan bulan Maulud (bulan kelahiran).
Mauludan selalu disambut kamu muslimin dengan meriah. Baik di Indonesia ataupun di banyak negara  muslim lainnya. Berbagai cara untuk merayakannya, sesuai dengan tradisi daerah masing-masing. Namun, ada 1 kegiatan yang menjadi kesamaan peringatan hari kelahiran Nabi, yaitu pembacaan kitab Maulid. Kitab yang memuat lantunan tentang sejarah Nabi dan berbagai pujian kepada beliau.
Ada beberapa kitab Maulid yang biasa rutin dibaca di kalangan muslim Indonesia, di antaranya Maulid Ad-Diba’I, Al-Barzanji, Al-Burdah, Simtud Dhuror. Kitab-kitab tersebut rutin dibaca ketika mulai memasuki tanggal 1 bulan Maulud. Juga sering dibaca di luar bulan Maulud, ketika seseorang punya gawe, seperti aqiqohan, slametan, haul kematian, atau rutinan seminggu sekali.
Para penyusun kitab-kitab tersebut juga bukan orang biasa. Melainkan para ulama’ yang selain alim-allamah, juga merupakan panutan di zamannya masing-masing. Selain juga, banyak sekali hikmah serta manfaat yang dirasakan oleh orang yang membaca kitab-kitab tersebut. Apalagi yang meng-istiqomahi-nya.
Berikut sedikit biografi dari para ulama’ penyusun kitab-kitab Maulid. Dimulai dari penyusun kitab Maulid Ad-Diba’i.
Nama lengkap beliau yaitu Imam Wajihuddin ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf bin Ahmad bin ‘Umar ad-Diba`i Asy-Syaibani Al-Yamani Az-Zabidi Asy-Syafi`i. Beliau mahsyur dengan nama Ibnu Diba’. Sebenarnya kata "Diba`" adalah julukan (laqob) kakeknya yang bernama Ali bin Yusuf Diba` yang dalam bahasa Sudan berarti putih.
Beliau dilahirkan di kota Zabid, salah satu kota di Yaman Utara, pada sore hari Kamis 4 Muharram 866 H. Sekarang kota Zabid termasuk dalam kawasan propinsi Hudaidah. Letaknya berada di tengah-tengah lembah Zabid, yang berjarak 40 kilometer dari Laut Merah. Dahulu kota Zabid dikenal juga dengan nama "Hushoib". Zabid merupakan salah satu kota pusat keilmuan di Yaman, di mana sejarah mencatat banyak ulama-ulama dari berbagai penjuru belahan dunia yang datang untuk menuntut ilmu atau sekedar mencari sanad hadits di kota ini.
Kota Zabid ini merupakan kota yang penuh barokah, karena merupakan kota yang pernah masuk do’a Rasulullah. Ini terjadi ketika pada tahun 8 Hijriyah rombongan suku Asy`ariah (di antaranya adalah Abu Musa Al Asy`ari) yang berasal dari Zabid datang ke Madinah dan menyatakan keislamannya dan mengimani kerasulan Nabi Muhammad beserta ajarannya. Karena begitu senangnya atas kedatangan mereka, Nabi Muhammad SAW berdoa memohon semoga Allah SWT memberkahi kota Zabid dan Nabi mengulangi doanya sampai tiga kali (HR. Al Baihaqi).
Masa Kecil
Masa kecil Ibnu Diba’ dihabiskan hanya untuk mencari ilmu. Beliau lahir ketika ayahnya sedang bepergian, dan sampai akhir hayatnya beliau tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Beliau diasuh oleh kakek dari ibunya yang bernama Syeikh Syarafuddin bin Muhammad Mubariz yang juga seorang ulama besar yang tersohor di kota Zabid saat itu. Meskipun demikian, ketiadaan sosok ayah tidak menjadi penghalang bagi Ibn Diba` untuk menuntut ilmu pada ulama-ulama besar Zabid.
Beliau belajar membaca Al Quran dibawah bimbingan Syeikh Nuruddin Ali bin Abu Bakar lalu berpindah kepada mufti Zabid Syeikh Jamaluddin Muhammad Atthoyyib yang masih terhitung pamannya sendiri.

Setelah melihat bakat kecerdasan istimewa yang dimiliki Ibn Diba`, maka sang Mufti menyuruhnya untuk membaca Al Quran dari awal hingga akhir. Berkat kecerdasan dan ketekunan, beliau sudah bisa menghafal Al Quran saat masih berusia sepuluh tahun.
Tak lama setelah berhasil menghatamkan Al Quran, Ibn Diba' mendengar berita duka bahwa ayahnya telah meninggal dunia di salah satu daerah di daratan India. Beliau mendapatkan harta warisan sebanyak 8 Dinar.

Meninggalnya ayah beliau tak memadamkan motivasi Ibn Diba` dalam menuntut ilmu, malah sebaliknya beliau makin semangat. Setelah peristiwa itu, beliau memutuskan untuk belajar ilmu Qiroat dengan mengaji Nadzom (bait) Syatibiyah dan juga mempelajari ilmu Bahasa (gramatika), Matematika, Faroidl, Fikih, dengan masih di bawah bimbingan pamannya. Atas arahan pamannya, beliau disuruh untuk mengaji kitab Zubad (nadlom Fiqh madzhab Syafi`i) kepada Syeikh Umar bin Muhammad Al-Fata Al-Asy`ari.
Menimba Ilmu
Setelah menghatamkan kitab Zubad, dengan bermodal uang harta warisan yang didapat dari ayahnya, Ibn Diba` menempuh perjalanan jauh menuju tanah Haram Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulang dari Makkah, beliau disambut dengan berita duka bahwa kakeknya meninggal dunia. Sepeninggal kakeknya, Ibn Diba` tinggal bersama pamannya sambil tetap mengkaji beberapa ilmu di bawah bimbingan pamannya.
Pada tahun 885 H. beliau berangkat ke Makkah lagi untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya. Dan sepulangnya dari Makkah beliau mengkaji ilmu Hadits dengan membaca Shohih Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Al Muwattho` di bawah bimbingan Syeikh Zainuddin Ahmad bin Ahmad Asy Syarjiy. Hingga akhir hayatnya tercatat beliau mengajar kitab Shahih Al-Bukhari lebih dari 100 kali khatam. Beliau juga disebut mencapai derajat Hafidz dalam ilmu hadits, yaitu seorang yang menghafal lebih dari 100,000 hadits dengan sanadnya.
Di tengah-tengah sibuknya belajar Hadits, Ibn Diba' menyempatkan diri untuk mengarang kitab Ghoyatul Mathlub yang membahas tentang kiat-kiat bagi umat Muslim agar mendapat ampunan dari Allah SWT. Tak puas dengan hanya belajar Hadits, Ibn Diba` lalu belajar Fiqih dengan membaca kitab Minhajut Tholibin dan Haawi Shoghir kepada Syeikh Jamaluddin bin Ahmad bin Jaghman dan membaca kitab-kitab hadits kepada Syeikh Burhanuddin bin Jaghman.
Pada tahun 896 H. beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang ketiga kalinya dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Madinah. Setelah itu kembali lagi ke Makkah untuk menuntut ilmu Hadis kepada para ulama tanah Haram, di antara gurunya Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman Assyakhowi, seorang ulama Hadis yang tersohor kala itu. Sepulang dari Makkah beliau mengarang kitab Kasyfu Al Kirbah dan Bughyat Al Mustafid. Karena kehebatan karangannya, beliau mendapat pujian dari Sultan Dzofir `Amir bin Abdul Wahab, dan memintanya untuk hadir ke istananya.

Sultan Dzofir lalu memberikan usulan untuk menambal kekurangan-kekurangan yang ada di kitabnya. Sebelum pulang ke Zabid beliau diberi hadiah sebuah rumah dan sepetak kebun kurma di kota Zabid. Sultan juga memintanya untuk mengajar ilmu Hadis di masjid Jami` Zabid.
Sepanjang hidupnya Ibnu Diba’ belajar banyak fan ilmu, mulai dari hadits, fiqih, juga tarikh (sejarah), hingga beliau dikenal sebagai ulama’ yang ahli hadits dan tarikh. Beliau juga telah menimba ilmu dari banyak ulama’. Diantara guru-guru beliau ialah Al-Imam Al-Hafiz As-Sakhawi, Al-Imam Ibnu Ziyad, Al-Imam Jamaluddin Muhammad bin Ismail, mufti Zabid, Al-Imam Al-Hafiz Tahir bin Husain Al-Ahdal, dsb.
Karya-Karya Ibnu Diba’
Pada masanya, Ibnu Diba’ dikenal sebagai ulama’ yang produktif. Banyak karya yang lahir dari tangan beliau. Selain Maulid Ad-Diba’ yang sudah dikenal, ada beberapa kitab yang merupakan hasil karya beliau. Antara lain : Qurrotul `Uyun yang membahas tentang seputar Yaman, kitab Mi`roj, Taisiirul Usul, Bughyatul Mustafid dan beberapa bait syair. Juga kitab-kitab yang telah disebut di atas, Ghoyatul Mathlub, serta Kasyfu Al-Kirbah.
Keistiqomahan Ibnu Diba’
Ibn Diba' mempunyai kebiasaan untuk membaca surat Al-fatihah dan menganjurkan kepada murid-murid dan orang sekitarnya untuk sering membaca surat Al-fatihah. Sehingga setiap orang yang datang menemui beliau harus membaca Fatihah sebelum mereka pulang.
Hal ini tidak lain karena beliau pernah mendengar salah seorang gurunya pernah bermimpi, bahwa hari kiamat telah datang lalu dia mendengar suara, “ Wahai orang Yaman masuklah ke surga Allah.” Lalu orang-orang bertanya, “Kenapa orang-orang Yaman bisa masuk surga ?” Kemudian dijawab, "karena mereka sering membaca surat Al-Fatihah".
Hinga akhir hayatnya Ibnu Diba’ mengabdikan diri sebagai pengajar dan pengarang kitab. Ibn Diba wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat, tanggal 26 Rajab, 944 H.
رَبِّ فَانْفَعْنَا بِبَرْكَتِهِمْ # وَاهْدِنَا الْحُسْنَى بِحُرْمَتِهِمْ
وَأَمِتْـنَا فِي طَرِيْقَتِهِمْ # وَمُعَـافَاةٍ مِنَ الْفِتَنِ
-------
-------
*) dari berbagai sumber

Maulid Ad-Diba’i



مَوْلِدُ الدِّيْبَعِى
Maulid Ad-Diba’i
Al-Imam Al-Hafidz Abdurrahman Ad-Diba’i Az-Zabidi Asy-Syafi’i
Sekilas Biografi Imam Ad-Diba’i
Maulid ad-Diba’i adalah sebuah kitab yang bercerita tentang hal-ihwal Nabi Muhammad Saw. secara sastrawi. Istilah ini diambil dari nama pengarangnya yaitu al-Imam Wajihuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar ad-Diba’i asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi’i.
Ad-Diba’i wafat di Kota Zabid pada pagi hari Jum’at tanggal 26 Rajab 944 H. Mengenai profil ad-Diba’i disebutkan dalam kitab Maulid al-Hafidz Ibn ad-Daiba’i karya as-Sayyid Alawi al-Maliki halaman 5:
هووجيه الدين عبدالرحمن بن علي بن محمد الشيباني اليمني اَلزَّبِيْدِيْ الشافعي (المعروف بابن الديبع , والديبع بمعنى الأبيض بلغة السودان هو لقب لجده الاعلى ابن يوسف) وُلد فى المحرم سنة 866 ه وتوفي يوم الجمعة ثاني عشر من رجب الفرد سنة 944 ه. وكان صدوق اللسان حسن اللهجة حلوا لحديث

“Dia adalah Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi’i (yang dikenal dengan Ibn ad-Daiba’i. Ad-Daiba’ menurut bahasa Sudan artinya putih. Merupakan julukan kakeknya yang agung, Ibn Yusuf). Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 866 H dan wafat pada hari Jum’at tanggal 12 Rajab tahun 944 H. dalam usia kurang lebih 76 tahun. Beliau seorang yang jujur, lemah lembut tutur katanya dan indah bahasanya. 
Beliau dilahirkan pada 4 Muharram 866 H/8 Oktober 1461 M dan wafat hari Jum’at 12 Rajab 944 H/15 Desember 1537 M. Beliau adalah seorang ulama hadits yang terkenal dan tiada bandingnya pada masa hayatnya. Beliau mengajar kitab Shahih al-Bukhari lebih dari 100 kali khataman. Beliau mencapai derajat al-Hafidz dalam ilmu hadits, yaitu seorang yang menghafal lebih dari 100.000 hadits dengan sanad dan matannya. Setiap hari beliau mengajar hadits dari masjid ke masjid.
Diantara guru-gurunya ialah al-Imam al-Hafidz as-Sakhawi, al-Imam Ibnu Ziyad, al-Imam Jamaluddin Muhammad bin Ismail, Mufti Zabid, al-Imam al-Hafidz Thahir bin Husain al-Ahdal dan masih banyak lainnya. Selain itu beliau juga masyhur sebagai seorang muarrikh (ahli sejarah) yang teliti.
Dalam bidang fiqih, beliau bermadzhab Syafi’i. Oleh sebab itu, beliau termasuk golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, karena masih mengakui dan mengikuti salah satu madzhab empat. Banyak hal yang bisa dijadikan bukti bahwa beliau termasuk golongan Sunni, diantaranya dalam shalawat yang ditulisnya:
يارب وارض عن الصحابة ۞ يارب وارض عن السلالة
“Ya  Rabbi, ridhailah para sahabat Nabi Saw. Ya Rabbi, ridhailah keturunan Nabi Saw.”

Ibnu ad-Diba’i termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Terbukti dengan banyaknya karangan beliau baik di bidang hadits ataupun sejarah. Karyanya yang paling dikenal adalah syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad Saw., yang terkenal dengan sebutan Maulid ad-Diba’i.
Diantara buah karyanya yang lain adalah Qurrat al-‘Uyun (membahas seputar Yaman), Kitab Mi’raj, Taisir al-Ushul, Bughyat al-Mustafid dan beberapa bait syair. Beliau mengabdikan dirinya hinga akhir hayat sebagai pengajar dan pengarang kitab.
مَوْلِدُ الدِّيْبَعِى
﴿ اَلْمَقْرُوْءَةُ فِـيْ أول المولد
يَارَبِّ صَـــــلِّ عَليٰ مُحَمَّــــــــــدْ # يَارَبِّ صَلِّ عَلَيْـــــــــهِ وَسَــــــلِّمْ
يَارَبِّ بَلِّغْـــــــــهُ الْوَسِيْــــــــــــلَةْ # يَارَبِّ خُصَّـــــهٗ بِالْفَضِيْــــــــــــلَةْ
يَارَبِّ وَارْضَ عَنِ الصَّحَـــــــابَةْ # يَارَبِّ وَارْضَ عَنِ السُّـــــــــلاَلَةْ
يَارَبِّ وَارْضَ عَنِ الْمَشَــــــــايِخْ # يَارَبِّ فَارْحَـــــــمْ وَالِدِيْنَــــــــــــا
يَارَبِّ وَارْحَمْـــــــــنَا جَمِيْـــــــــــعًا # يَارَبِّ وَارْحَـــــــــــمْ كُلَّ مُسْــــلِمْ
يَارَبِّ وَاغْفِـــــــــرْ لِكُلِّ مُــــذْنِبْ # يَارَبِّ لَاتَقْطَـــــــــعْ رَجَـــــــــــانَا
يَارَبِّ يَاسَامِــــــــــعْ دُعَــــــــــانَا # يَارَبِّ بَلِّغْـــــــــــــــــــــــنَا نَزُوْرُهْ
يَارَبِّ تَغْشَــــــــــــــــــــانَا بِنُوْرِهْ # يَارَبِّ حِفْـــــــــــــظَانَكْ وَاَمَانَكْ
يَارَبِّ وَاسْـــــــــكِنَّا جِـــــــنَانَكْ # يَارَبِّ أَجِــرْنَا مِنْ عَــــــــــذَابِكْ
يَارَبِّ وَارْزُقْنَـــــــــا الشَّــــــهَادَةْ # يَارَبِّ حِطْـــــــنَا بِالسَّعَـــــــــادَةْ
يَارَبِّ وَاصْــــلِحْ كُلَّ مُصْـــــــلِحْ # يَارَبِّ وَاكْــــــــــفِ كُلَّ مُـــؤْذِيْ
يَارَبِّ نَخْــــــــتِمْ بِالْمُشَـــــــــــفَّعْ # يَارَبِّ صَلِّ عَلَيْـــــــــهِ وَسَــــــلِّمْ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
اِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِيْنَا ۞ لِيَغْفِرَ لَكَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطاً مُسْتَقِيْماَ ۞ وَيَنْصُـرَكَ اللهُ نَـصْرًا عَزِيْزًا ۞ لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤٗفٌ رَّحِيْمٌ ۞ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لَآاِلٰهَ اِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ۞ إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىٰ النَّبِيِّ ۞ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
يَارَسُوْلَ اللهِ سَــــلَامٌ عَلَيْكَ # يَارَفِــــــــــــيْعَ الشَّــــــانِ وَالدَّرَجٍ
عَــــــــطْفَـةً يَاجِــــــيْرَةَ الْعَلَمِ # يَااُهَيْـــــلَ الْجُــــــوْدِ وَالْكَـــــــرَمِ
نَحْنُ جِـيْرَانٌ بِذَا الْحَـــــــــرَمِ # حَرَمِ الْاِحْسَــــــــــــانِ وَالْحَسَنِ
نَحْنُ مِنْ قَوْمٍ بِهٖ سَـــــكَنُـــوْا # وَبِهٖ مِنْ خَــــــــوْفِـــــهِمْ اَمِنُــــــوْا
وَبِأٰيَاتِ الْــــقُـــــرْاٰنِ عُــــــنُوْا # فَـــاتَّـــــئِدْ فِـــيْنَا أَخَــــا الْوَهَـــــنِ
نَـعْرِفُ الْبَطْــــحَا وَتَعْرِفُنَــــــا # وَالصَّـــــفَا وَالْبَــــيْتُ يَأْلَفُنَــــــــــــا
وَلَنَا الْمَــــعْلىٰ وَخَيْفُ مِـــــنٰى # فَاعْلَمَنْ هٰـــــذَا وَكُنْ وَكُــــــــــنِ
وَلَـــــــنَا خَــــــيْرُ الْاَنَـامِ اَبُ # وَعَلِىُّ الْـمُرْتَضٰـــى حَـــــــــــسَبُ
وَاِلٰى السِّبْطَيْنِ نَـنْتَسِـــــبُ # نَـسَـبًامَّا فِيْهِ مِنْ دَخَــــــــــــــــنِ
كَمْ إِمَامٍ بَـعْدَهٗ خَــــــــلَفُــــــوْا # مِنْهُ سَـــــادَاتٌ بِذَا عُـرِفُــــــــــوْا
وَبِهٰذَا الْوَصْفِ قَدْوُصِــــفُـــوْا # مِنْ قَدِيْمِ الدَّهْـــــــــــرِ وَالزَّمَــــنِ
مِثْـــــلُ زَيْنِ الْعَابِــــدِيْنَ عَلِيْ # وَابْـنِهِ الْبَاقِــــــــــرِخَـــــــــيْرِ وَلِيْ
وَالْاِمَامِ الصَّادِقِ الْحَــــــفِــــلِ # وَعَلِيِّ ذِى الْعُــــــــــــلَا الْيَـقِــــيْنِ
فَـهُمُ الْقَوْمُ الَّذِيْنَ هُــــــــــدُوْا # وَبِـفَضْلِ اللهِ قَدْ سَـــــــــــعِــــدُوْا
وَ لِـغَيْرِ اللهِ مَــــا قَـصَـــــدُوْا # وَمَـعَ الْـقُــرْاٰنِ فِيْ قَـــــــــــــــــرَنِ
اَهْلُ بَيْتِ الْمُصْطَفٰــى الطُّهُرِ # هُمْ اَمَـــــانُ الْاَرْضِ فَـــــــــــادَّكِرِ
شُـبِّهُوْا بِالْأَنْـجُـــــمِ الزُّهُــــــرِ # مِـثْلَمَا قَدْجَـــــــــــآءَ فِى السُّــــنَنِ
وَسَـفِـيْنٌ لِلـنَّـجَـــــــــــــاةِ اِذَا # خِفْتَ مِنْ طُوْفَــــــــانِ كُلِّ اَذٰى
فَانْجُ فِـيْهَـــــــا لَاتَكُوْنُ كَــــذَا # وَاعْــــتَصِمْ بِاللهِ وَاسْــــــــــــــتَعِنِ
رَبِ فَانْفَعْنَــــــــا بِـبَرْكَتِهِـــــــمْ # وَاهْــــدِناَ الْحُسْنٰــى بِحُرْمَتِهِـــــــــمْ
وَاَمِـتْنَـــا فِي طَــــرِيْقَــــــــتِهِـــمْ # وَمُعَـــــــــــافَاةٍ مِـنَ الْـفِـــــــــــتَنِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْقَوِيِّ الْغَالِبْ ۞ اَلْوَلِيِّ الطَّالِبِ ۞ اَلْبَاعِثِ الْوَارِثِ الْمَانِحِ السَّالِبِ ۞ عَالِمِ الْكَآئِنِ وَالْبَآئِنِ وَالزَّآئِلِ وَالذَّاهِبِ ۞ يُسَبِّحُهُ اْلأَٓفِلُ وَالْمَآئِلُ وَالطَّالِعُ وَالْغَارِبُ ۞ وَيُوَحِّدُهُ النَّاطِقُ وَالصَّامِتُ وَالْجَامِدُ وَالذَّآئِبُ ۞ يَضْـرِبُ بِعَدْلِهِ السَّاكِنُ وَيَسْكُنُ بِفَضْلِهِ الضَّارِبُ ۞ (لَآإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ) ۞ حَكِيْمٌ أَظْهَرَ بَدِيْعَ حِكَمِهٖ وَالْعَجَآئِبِ ۞ فِيْ تَرْتِيْبِ تَرْكِيْبِ هٰذِهِ الْقَوَالِبِ ۞ خَلَقَ مُخًّا وَعَظْمًا وَعَضُدًا وَعُرُوْقًا وَلَحْمًا وَجِلْدًا وَشَعْرًا بِنَظْمٍ مُؤْتَلِفٍ مُتَرَاكِبٍ ۞ مِنْ مَآءٍ دَافِقٍ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَآئِبِ ۞ (لَآإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ) ۞ كَرِيْمٌ بَسَطَ لِخَلْقِهٖ بِسَاطَ كَرَمِهٖ وَالْمَوَاهِبِ ۞ يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ اِلٰى سَمَآءِ الدُّنْيَا وَيُنَادِيْ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ هَلْ مِنْ تَآئِبٍ ۞ هَلْ مِنْ طَالِبِ حَاجَةٍ فَأُنِيْلَهُ الْمَطَالِبَ ۞ فَلَوْ رَأَيْتَ الْخُدَّامَ قِيَامًا عَلىٰ اْلأَقْدَامِ وَقَدْ جَادُوْا بِالدُّمُوْعِ السَّوَاكِبِ ۞ وَالْقَوْمَ بَيْنَ نَادِمٍ وَتَآئِبٍ ۞ وَخَآئِفٍ لِنَفْسِهٖ يُعَاتِبُ ۞ وَآبِقٍ مِنَ الذُّنُوْبِ إِلَيْهِ هَارِبٍ ۞ فَلاَ يَزَالُوْنَ فِي اْلإِسْتِغْفَارِ حَتَّى يَكُفَّ كَفُّ النَّهَارِ ذُيُوْلَ الْغَيَاهِبِ ۞ فَيَعُوْدُوْنَ وَقَدْ فَازُوْا بِالْمَطْلُوْبِ وَأَدْرَكُوْا رِضَا الْمَحْبُوْبِ وَلَمْ يَعُدْ أَحَدٌ مِنَ الْقَوْمِ وَهُوَ خَآئِبٌ ۞ (لَآإِلٰهَ إِلاَّ أللهُ) ۞ فَسُبْحَانَهٗ وَتَعَالىٰ مِنْ مَلِكٍ أَوْجَدَ نُوْرَ نَبِيِّهٖ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نُوْرِهٖ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ اٰدَمَ مِنَ الطَّيْنِ اللاَّزِبِ ۞ وَعَرَضَ فَخْرَهٗ عَلىٰ الْأَشْيَآءِ وَقَالَ هٰذَا سَيِّدُ الْأَنْبِيَآءِ وَأَجَلُّ الْأَصْفِيَآءِ وَأَكْرَمُ الْحَبَآئِبِ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
قِيْلَ هُوَ اٰدَمُu  قَالَ اٰدَمُ بِهٖ أُنِيْلُهٗ أَعْلَى الْمَرَاتِبِ ۞ قِيْلَ هُوَ نُوْحٌ u قَالَ نُوْحٌ بِهٖ يَنْجُوْ مِنَ الْغَرَقِ وَيَهْلِكُ مَنْ خَالَفَهٗ مِنَ الْأَهْلِ وَالْأَقَارِبِ ۞ قِيْلَ هُوَ إِبْرَاهِيْمُ .قَالَ إِبْرَاهِيْمُ بِهٖ تَقُوْمُ حُجَّتُهٗ عَلىٰ عُبَّادِ اْلأَصْنَامِ وَالْكَوَاكِبِ ۞ قِيْلَ هُوَ مُوْسٰى .قَالَ مُوْسىٰ أَخُوْهُ وَلٰكِنْ هٰذَا حَبِيْبٌ وَمُوْسٰى كَلِيْمٌ وَمُخَاطِبٌ ۞ قِيْلَ هُوَ عِيْسٰـى .قَالَ عِيْسٰـى يُبَشّـِرُ بِهٖ وَهُوَ بَيْنَ يَدَيْ نُبُوَّتِهٖ كَالْحَاجِبِ ۞ قِيْلَ فَمَنْ هٰذَا الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ الَّذِيْ اَلْبَسْتَهٗ حُلَّةَ الْوَقَارِ ۞ وَتَوَّجْتَهٗ بِتِيْجَانِ الْمَهَابَةِ وَالْإِفْتِــخارِ ۞ وَنَشَـرْتَ عَلىٰ رَأْسِهِ الْعَصَآئِبِ ۞ قَالَ هُوَ نَبِيُّ نِاسْتَخَرْتُهٗ مِنْ لُؤَيِّ ابْنِ غَالِبٍ ۞ يَمُوْتُ أَبُوْهُ وَأُمُّهٗ وَيْكْفُلُهٗ جَدُّهٗ ثُمَّ عَمُّهُ الشَّقِيْقُ أَبُوْ طَالِبٍ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
يُبْعَثُ مِنْ تِهَامَةَ بَيْنَ يَدَيِ الْقِيَامَةِ ۞ فِيْ ظَهْرِهٖ عَلاَمَةٌ تُظِلُّهُ الْغَمَامَةُ ۞ تُطِيْعُهُ السَّحَآئِبُ ۞ فَجْرِيُّ الْجَبِيْنِ لَيْلِيُّ الذَّوَآئِبِ ۞ أَلْفِـيُّ الْأَنْفِ مِيْمِـيُّ الْفَمِ نُوْنِيُّ الْحَاجِبِ ۞ سَمْعُهٗ يَسْمَعُ صَرِيْرَ الْقَلَمِ بَصَرُهٗ اِلٰى السَّبْعِ الطِّبَاقِ ثَاقِبٌ ۞ قَدَمَاهٗ قَبَّلَهُمَا الْبَعِيْرُ ۞ فَأَزَالاَمَا اشْتَكَاهُ مِنَ الْمِحَنِ وَالنَّوَآئِبِ ۞ اٰمَنَ بِهِ الضَّبُّ وَسَلَّمَتْ عَلَيْهِ الْأَشْجَارُ وَخَاطَبَتْهُ الْأَحْجَارُ ۞ وَحَنَّ إِلَيْهِ الْجِذْعُ حَنِيْنَ حَزِيْنٍ نَادِبٍ ۞ يَدَاهُ تَظْهَرُ بَرَكَتُهُمَا فِي الْمَطَاعِمِ وَالْمَشَارِبِ ۞ قَلْبُهٗ لاَيَغْفُلُ وَلاَ يَنَامُ وَلٰكِنْ لِلْخِدْمَةِ عَلىٰ الدَّوَامِ مُرَاقِبٌ ۞ إِنْ أُوْذِيَ يَعْفُ وَلاَيُعَاقِبُ ۞ وَإِنْ خُوْصِمَ يَصْمُتْ وَلاَيُجَاوِبُ ۞ أَرْفَعُهٗ إِلىٰ أَشْرَفِ الْمَرَاتِبِ ۞ فِي رَكْبَةٍ لاَتَنْبَغِـيْ قَبْلَهٗ وَلاَبَعْدَهٗ لِرَاكِبٍ ۞ فِيْ مَوْكِبٍ مِنَ الْمَلَآئِكَةِ يَفُوْقُ عَلىٰ سَآئِرِ الْمَوَاكِبِ ۞ فَإِذَا ارْتَقىٰ عَلىٰ الْكَوْنَيْنِ وَانْفَصَلَ عَنِ الْعَالَمَيْنِ ۞ وَوَصَلَ إِلىٰ قَابِ قَوْسَيْنِ كُنْتُ لَهٗ اَنَا النَّدِيْمَ وَالْمُخَاطِبَ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
ثُمَّ أَرُدُّهٗ مِنَ الْعَرْشِ ۞ قَبْلَ أَنْ يَّبْرُدَ الْفَرْشُ ۞ وَقَدْ نَالَ جَمِيْعَ الْمَاٰرِبِ ۞ فَإِذَا شُرِّفَتْ طُرْبَةَ طَيْبَةَ مِنْهُ بِأَشْرَفِ قَالَبٍ ۞ سَعَتْ إِلَيْهِ أَرْوَاحُ الْمُحِبِّيْنَ عَلىٰ الْأَقْدَامِ وَالنَّجَآئِبِ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
صَلاَةُ اللهِ مَالاَحَــــــتْ كَوَاكِبْ # عَلىٰ احْمَدْ خَيْرِ مَنْ رَّكِبَ النَّجَآئِبْ
حَدٰى حَادِى السُّرٰى بِاسْمِ الْحَبَائِبْ # فَهَزَّالشُّكْرُاَعْـــــــــطَافَ الرَّكَائِبْ
اَلَمْ تَرَهَا وَقَدْ مَــــدَّتْ حُـــــطَاهَا # وَسَالَتْ مِنْ مَّدَامِعِـــــهَا سَحَآئِبْ
وَمَالَتْ لِلْـــــحِمٰى طَرَبًا وَحَنَّتْ # إِلٰى تِلْكَ الْمَعَالِمِ وَ اْلمَــــــــلاَعِبْ
فَدَعْ جَذْبَ الزِّمَامِ وَلَا تَسُــــقْهَا # فَقَائِدُ شَــــــوْقِهَا لِلْــــحَيِّ جَاذِبْ
فَهِمْ طَــــــرَبًا كَمَا هَــــامَــــتْ وَاِلاَّ # فَإِنَّكَ فِى طَـــرِيقِ الْحُـــبِّ كَاذِبْ
اَمَّا هٰذَا الْعَقِيْــــــــقُ بَدَا وَهٰذِيْ # قِبَابُ الْحَيِّ لاَحَتْ وَالْمَــضَارِبْ
وَتِلْكَ الْقُبَّةُ الْخَـــــــــــضْرَا وَفِيْهَا # نَبِـــــيٌّ نُوْرُهٗ يَجْـــلُوْ الْغَـــــــيَاهِبْ
وَقَــــدْ صَحَّ الرِّضَى وَدَنَا التَّلَاقِي # وَقَدْجَاءَ الْهَنَا مِنْ كُلِّ جَـــــــانِبْ
فَقُلْ لِّلنَّفْسِ دُوْنَكِ وَالتَّمَــــــــلِّى # فَمَادُوْنَ الْحَبِيْبِ الْيَوْمَ حَــــاجِبْ
تَمَلَّى بِالْحَبِيْبِ بِكُلِّ قَصْــــــــــدٍ # فَقَدْحَصَلَ الْهَنَا وَالضِـــــدُّ غَائِبْ
نَبِيُّ اللهِ خَيْرُ الْخَلْقِ جَمْـــــــــــعَا # لَهٗ أَعْلَى الْمَنَاصِــــبِ وَالْمَــــرَاتِبْ
لَهُ الْجَاهُ الرَّفِيْــــعُ لَهُ الْمَعَــــــــالِى # لَهُ الشَّرَفُ الْمَــؤَبَّدُ وَالْمَنَـــــاقِبْ
فَـــــــــلَوْ أَنَّا سَعَيْنَــا كُلَّ يَــــــوْمٍ # عَلىٰ اْلاَحْدَاقِ لاَفَوْقَ النَّجَــــائِبْ
وَلَوْ أَنَّا عَمِلْـــــنَا كُلَّ حِــــــــــيْنٍ # لِأَحْمَـــــدَ مَوْلِداً قَــدْ كَانَ وَاجِبْ
عَلَيْــــهِ مِنَ الْمُــــهَيْـمِنِ كُلَّ وَقْتٍ # صَلاَةٌ مَّا بَدَا نُـــــوْرُ الْكَـــوَاكِبْ
تَعُــــــــمُّ اْلاٰلَ وَالْأَصْحَــــابَ طُرًّا # جَمِـــــــــــــيْعَهُمْ وَعِتْرَتَهُ الْأَطَايِبْ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
فَسُبْحَانَ مَنْ خَصَّهٗ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَشْرَفِ الْمَنَاصِبِ وَالْمَرَاتِبِ ۞ أَحْمَدُهٗ عَلىٰ مَا مَنَحَ مِنَ الْمَوَاهِبِ ۞ وَأَشْهَدُ أَنْ لَآإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهٗ لاَشَرِيْكَ لَهٗ رَبُّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبْ ۞ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلٰى سَآئِرِ الْأَعَاجِمِ وَالْأَعَارِبِ ۞ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلىٰ اٰلِهٖ وَأَصْحَابِهٖ أُوْلِى الْمَآَثِرِ وَالْمَنَاقِبِ ۞ صَلاَةً وَسَلاَمًا دَآئِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ يَاتِيْ قَآئِلُهُمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ غَيْرَ خَآئِبِ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
أَوَّلُ مَا نَسْتَفْتِحُ بِـإِيْرَادِ حَدِيْثَيْنِ وَرَدَا عَنْ نَبِيٍّ كَانَ قَدْرُهٗ عَظِيْمًا ۞ وَنَسَبُهٗ كَرِيْمًا ۞ وَصِرَاطُهٗ مُسْتَقِيْمًا ۞ قَالَ فِيْ حَقِّهٖ مَنْ لَّمْ يَزَلْ سَمِيْعًا عَلِيْمًا ۞ إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلىٰ النَّبِيِّ ۞ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
)اَلْحَدِيْثُ الْأَوَّلُ) عَنْ بَحْرِ الْعِلْمِ الدَّافِقِ ۞ وَلِسَانِ الْقُرْآَنِ النَّاطِقِ ۞ أَوْحَدِ عُلَمَآءِ النَّاسِ ۞ سَيِّدِنَا عَبْدِ اللهِ بْنِ سَيِّدِنَا الْعَبَّاسِ ۞ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهٗ قَالَ : إِنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ نُوْرًا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ قَبْلَ أَنْ يَّخْلُقَ اٰدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ يُسَبِّحُ اللهَ ذٰلِكَ النُّوْرُ وَتُسَبِّحُ الْمَلَآئِكَةُ بِتَسْبِيْحِهٖ ۞ فَلَمَّا خَلَقَ اللهُ اٰدَمَ أَوْدَعَ ذٰلِكَ النُّوْرَ فِيْ طِيْنَتِهٖ ۞ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَأَهْبَطَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ اِلٰى الْأَرْضِ فِيْ ظَهْرِ اٰدَمَ ۞ وَحَمَلَنِيْ فِي السَّفِيْنَةِ فِيْ صُلْبِ نُوْحٍ وَّجَعَلَنِيْ فِيْ صُلْبِ الْخَلِيْلِ إِبْرَاهِيْمَ حِيْنَ قُذِفَ بِهٖ فِي النَّارِ ۞ وَلَمْ يَزَلِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يُنَقِّلُنِيْ مِنَ الْأَصْلاَبِ الطَّاهِرَةِ ۞ اِلٰى اْلأَرْحَامِ الزَّكِيَّةِ الْفَاخِرَةِ ۞ حَتّٰى أَخْرَجَنِيَ اللهُ مِنْ بَيْنِ أَبَوَيَّ وَهُمَا لَمْ يَلْتَقِيَا عَلىٰ سِفَاحٍ قَطُّ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
)اَلْحَدِيْثُ الثَّانِيُّ) عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ ۞ عَنْ كَعْبِ الْأَحْبَارِ ۞ قَالَ : عَلَّمَنِيْ أَبِىْ التَّوْرَاةَ اِلاَّ سِفْرًا وَاحِدًا كَانَ يَخْتِمُهٗ وَيُدْخِلُهُ الصُّنْدُوْقَ ۞ فَلَمَّا مَاتَ أَبِىْ فَتَحْتُهٗ فَإِذًا فِيْهِ نَبِيٌّ يَخْرُجُ اٰخِرَ الزَّمَانِ ۞ مَوْلِدُهٗ بِمَكَّةَ ۞ وَهِجْرَتُهٗ بِالْمَدِيْنَةِ ۞ وَسُلْطَانُهٗ بِالشَّامِ ۞ يَقُصُّ شَعْرَهٗ وَيَتَّزِرُ عَلىٰ وَسَطِهِ ۞  يَكُوْنُ خَيْرَ اْلأَنْبِيَآءِ وَأُمَّتُهٗ خَيْرَ الْأُمَمِ ۞ يُكَّبِرُوْنَ اللهَ تَعَالٰى عَلىٰ كُلِّ شَرَفٍ ۞ يَصُفُّوْنَ فِي الصَّلاَةِ كَصُفُوْفِهِمْ فِي الْقِتَالِ ۞ قُلُوْبُهُمْ مَصَاحِفُهُمْ يَحْمَدُوْنَ اللهَ تَعَالىٰ عَلىٰ كُلِّ شِدَّةٍ وَّرَخَآءٍ ۞ ثُلُثٌ يَّدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ ۞ وَثُلُثٌ يَّأْتُوْنَ بِذُنُوْبِهِمْ وَخَطَايَاهُمْ فَيُغْفَرُلَهُمْ ۞ وَثُلُثٌ يَّأْتُوْنَ بِذُنُوْبٍ وَخَطَايَا عِظَامٍ ۞ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالىٰ لِلْمَلَآئِكَةِ ٱذْهَبُوْا وَزِنُوْهُمْ فَيَقُوْلُوْنَ يَارَبَّنَا وَجَدْنَاهُمْ اَسْرَفُوْا عَلىٰ اَنْفُسِهِمْ وَوَجَدْنَا أَعْمَالَهُمْ مِّنَ الذُّنُوْبِ كَأَمْثَالِ الْجِبَالِ ۞ غَيْرَ أَنَّهُمْ يَشْهَدُوْنَ أَنْ لَآإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ ۞ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
فَيَقُوْلُ الْحَقُّ وَعِزَّتِيْ وَجَلاَلِيْ ۞ لاَجَعَلْتُ مَنْ أَخْلَصَ لِيْ بِالشَّهَادَةِ كَمَنْ كَذَّبَ بِيْ ۞ اَدْخِلُوْهُمُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِيْ ۞ يَاأَعَزَّ جَوَاهِرِ الْعُقُوْدِ ۞ وَخُلاَصَةَ إِكْسِيْرِ سِرِّ الْوُجُوْدِ ۞ مَادِحُكَ قَاصِرٌ وَّلَوْ جَآءَ بِبَذْلِ الْمَجْهُوْدِ ۞ وَوَاصِفُكَ عَاجِزٌ عَنْ حَصْرِ مَا حَوَيْتَ مِنْ خِصَالِ الْكَرَمِ وَالْجُوْدِ ۞ اَلْكَوْنُ إِشَارَةٌ وَأَنْتَ الْمَقْصُوْدُ ۞ يَاأَشْرَفَ مَنْ نَالَ الْمَقَامَ الْمَحْمُوْدَ ۞ وَجَآءَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ لٰكِنَّهُمْ بِالرِّفْعَةِ وَالْعُلاَلَكَ شُهُوْدٌ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
أَحْضِرُوْا قُلُوْبَكُمْ يَامَعْشَرَ ذَوِي الْأَلْبَابِ ۞ حَتَّى أَجْلُوَلَكُمْ عَرَآئِسَ مَعَانِي أَجَلِّ الْأَحْبَابِ ۞ اَلْمَخْصُوْصِ بِأَشْرَفِ الْأَلْقَابِ ۞ اَلرَّاقِيْ إِلٰى حَضْــرَةِ الْمَلَكِ الْوَهَّابِ ۞ حَتَّى نَظَرَ إِلٰى جَمَالِهٖ بِلاَ سِتْرٍ وَّلاَ حِجَابٍ ۞ فَلَمَّا اٰنَ أَوَانُ ظُهُوْرِ شَمْسِ الرِّسَالَةِ ۞ فِيْ سَمَآءِ الْجَلاَلَةِ ۞ خَرَجَ بِهِ مَرْسُوْمُ الْجَلِيْلِ ۞ لِنَقِيْبِ الْمَمْلَكَةِ جِبْرِيْلَ ۞ يَاجِبْرِيْلُ نَادِ فِيْ سَآئِرِ الْمَخْلُوْقَاتِ ۞ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ وَالسَّمٰوَاتِ ۞ بِالتَّهَانِيْ وَالْبِشَارَاتِ ۞ فَإِنَّ النُّوْرَ الْمَصُوْنَ ۞ وَالسِّـرَّ الْمَكْنُوْنَ ۞ اَلَّذِيْ أَوْجَدْتُهٗ قَبْلَ وُجُوْدِ اْلأَشْيَآءِ ۞ وَإِبْدَاعِ الْأَرْضِ وَالسَّمَآءِ ۞ أَنْقُلُهٗ فِي هٰذِهِ اللَّيْلَةِ إِلٰى بَطْنِ أُمِّهٖ مَسْــرُوْرًا ۞ أَمْلاَءُ بِهِ الْكَوْنَ نُوْرًا ۞ وَاَكْفُلُهٗ يَتِيْمًا وَأُطَهِّرُهٗ وَأَهْلَ بَيْتِهٖ تَطْهِيْرًا ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
فَاهْتَزَّ الْعَرْشُ طَرَبًا وَاسْتِبْشَارًا ۞ وَازْدَادَ الْكُرْسِيُّ هَيْبَةً وَوَقَارًا ۞ وَامْتَلَأَتِ السَّمٰوَاتُ أَنْوَارًا ۞ وَضَجَّتِ الْمَلَآئِكَةُ تَهْلِيْلًا وَتَمْجِيْدًا وَاسْتِغْفَارًا ۩ سُبْحَانَ الله وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلَآإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ 3× ۩ وَلَمْ تَزَلْ أُمُّهٗ تَرٰى أَنْوَاعًا مِنْ فَخْرِهِ وَفَضْلِهِ ۞ إِلىٰ نِهَايَةِ تَمَامِ حَمْلِهِ ۞ فَلَمَّا اشْتَدَّ بِهَا الطَّلْقُ ۞ بِـإِذْنِ رَبِّ الْخَلْقِ ۞ وَضَعَتِ الْحَبِيْبَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ۞ سَاجِدًا شَاكِـرًا حَامِدًا كَأَنَّهُ الْبَدْرُ فِيْ تَمَامِهِ ۞
مَحَلُّ اْلقِيَامِ
﴿ اَلْمَقْرُوْءَةُ فِـيْ مَحَلِّ الْقِيَامِ ﴾
يَانَبِـــــــــــــــــــــى سَلَامٌ عَلَيْكَ # يَارَسُوْلَ سَـــــــــلَامٌ عَلَيْــــــــكَ
يَاحَبِيْبْ سٰـــــــــلَامٌ عَلَيْـــــــكَ # صَـــــــــلَوٰاتُ اللهِ عَلَيْـــــــــــكَ
اَشْرَقَ الْبَــــدْرُ عَـلَيْــــــــــــــــــنَا # فَاخْتَــــفَــــتْ مِنْـــــــــــهُ الْبُــــدُوْرُ
مِثْلَ حُسْنِــــــــكْ مَا رَاَيْــــــــنَا # قَــــطُّ يَاوَجْــــهَ السُّـــــــــــــرُوْرِ
اَنْتَ شَمْـــــــــسٌ اَنْتَ بَــــــــدْرٌ # اَنْتَ نُـــــــــــوْرٌ فَــــــوْقَ نُــــوْرٍ
اَنْتَ اِكْسِـــــــيْرٌ وَغَــالِــــــــــــي # اَنْتَ مِصْبَـــــــــاحُ الصُّـــــــدُوْرِ
يَاحَبِيْبِـــــــــيْ يَامُـــــــــــــــحَمَّدُ # يَاعَرُوْسَ الْخَـــــــــافِقَــــــــــــيْنِ
يَامُؤَيَّدْ يَامُمَجَّــــــــــــــــــــــــــدُ # يَاإِمَامَ الْقِبْلَتَــــــــــــــــــــــــــــيْنِ
مَنْ رَاٰى وَجْهَــــــــكَ يَسْعَــــــدُ # يَاكَـــــــــــــرِيْمَ الْــــــــــــــوَالِدَيْنِ
حَوْضُكَ الصَّــــــافِى الْمُبَــــــــرَّدُ # وِرْدُنَا يَوْمَ النُّشُـــــــــــــــــــــوْرِ
مَارَأَيْـــــــــنَا الْعِيْسَ حَنَّـــــــــتْ # بِالسُّـــــــــرٰى إِلاَّ اِلَيْــــــــــــــكَ
وَالْغَــــماَمَةْ قَـــــدْ أَظَلَّــــــــــــتْ # وَالْمَـــــــــلاَ صَــــــــــــــلَّوْعَلَيْكَ
وَاَتَاكَ الْعُـــــــــوْدُ يَبْــــــــــــــكِى # وَتَـــــــــذَلَّلْ بَيْنَ يَــــــــــــــدَيْكَ
وَاسْتَجَـــــــــارَتْ يَاحَبِيْــــــــبِي # عِنْدَكَ الظَّــــــــــبْيُ النُّـــــــــفُوْرُ
عِنْدَ مَاشَـــــــــدُّوْا الْمَحَامِــــــلْ # وَتَنَادَوْا لِلـــــــــرَّحِيْـــــــــــــــــلِ
جِئْتُهُمْ وَالدَّمْـــــــــعُ سَائِــــــــــلْ # قُلْـــــــــتُ قِفْ لِى يَادَلِيْــــــــلُ
وَتَحَمَّلْ لِيْ رَسَــــــــــــــائِــــــــلْ # اَيُّهَا الشَّــــــــــــــوْقُ الْجَـــزِيْلُ
نَحْوَهَا تِيْـــــــــكَ الْمَنَـــــــــــازِلْ # بِالْعَشِــــــــيِّ وَالْبُكُــــــــــــــــوْرُ
كُلُّ مَـــنْ فِى الْكَـــوْنِ هَامُـــــوْا # فِيْـــــــــــكَ يَابَاهِى الْجَبِـــــــــيْنِ
وَلَهُمْ فِيْــــــــــــكَ غَــــــــــــــرَامُ # وَاشْـــــــــتِيَاقٌ وَحَنِـــــــــيْنُ
فِى مَعَــــــــــــــانِيْــــــــــكَ الْأَنَامُ # قَدْتَبَدَّتْ حَـــــــــــآئِـــــــــــــرِيْنَ
اَنْتَ لِلرُّسْـــــــــلِ خِتَـــــــــــــامُ # اَنْتَ لِلْمَـــــــــوْلىٰ شَكُـــــــــــوْرُ
عَبْدُكَ الْمِسْــــــــكِيْنُ يَرْجُــــــوْ # فَضْلَكَ الْجَـــــــــمَّ الْغَفِـــــــــــيْرَ
فِيْكَ قَدْ أَحْسَـــــــــنْتُ ظَنِّــــيْ # يَابَشِــــــــــــــيْرُ يَانَــــــــــــــذِيْرُ
فَأَغِثْنِيْ وَأَجِـــــــــــــــرْنِـــــــــــيْ # يَامُجِيْرُ مِنَ السَّــــــــــــــعِــــــيْرِ
يَاغِــــــــــــــيَاثِي يَامَـــــــــلاَذِيْ # فِيْ مُهِمَّاتِ الْأُمُــــــــــــــــــــــوْرِ
سَعْدَ عَبْــــــــدٌ قَدْ تَمَــــــــــــلىّٰ # وَانْجَــــــلىٰ عَنْــــــــــــــهُ الْحَزِيْنُ
فِيْكَ يَابَــــــــــــــدْرٌتَجَــــــــــــلىّٰ # فَلَكَ الْوَصْـــــــــفُ الْحَسِــــــيْنُ
لَيْـــــــــسَ أَزْكىٰ مِنْكَ أَصْــــــلاً # قَـــــــطُّ يَاجَدَّ الْحُــــــــــــــسَيْنِ
فَعَلَيْـــــــــكَ اللهُ صَــــــــــــــلىّٰ # دَآئِماً طُـــــــــوْلَ الدُّهُـــــــــــــوْرِ
يَاوَلِيَّ الْحَــــــــــــــسَنَــــــــــاتِ # يَارَفِيْـــــــــعَ الدَّرَجَـــــــــــــــــاتِ
كَفِّرْ عَنِّـــــــي الذُّنُــــــــــــــــوْبَ # وَاغْـــــــفِرْعَنِّي سَـــــــيِّئَــــــــاتِ
أَنْتَ غَـــــــــفَّارُ الْخَـــــــــــطَايَا # وَالذُّنُوْبِ الْمُـــــــــوْبِقَــــــــــــاتِ
أَنْتَ سَـــــــــتَّارُ الْمَسَــــــــاوِيْ # وَمُقِيْــــــــلُ الْعَــــــــــــــــــثَرَاتِ
عَالِــــــــــــــمُ السِّــــــــرِّ وَأَخْفىٰ # مُسْتَجِيْـــــــــبُ الدَّعَـــــــــوَاتِ
رَبِّ فَارْحَمْـــــــــنَا جَمِيْـــــــــــــعًا # وَامْحُ عَنَّا السَّـــــــــيِّـــــــــــئَاتِ
صَــــــلىّٰ اللهُ عَلىٰ مُحَمَّــــــــــدٍ # عَــــــــدَّ تَحْرِيْرِ السُطُــــــــــــوْرِ
اَحْمَــــــــدَ الْهَادِيْ مُحَمَّـــــــــــدْ # صَـــــــــاحِبَ الْوَجْهِ الْمُنِــــــــيْرِ
رَبِّ فَارْحَمْنَاجَمِيْــــــــــــــــــــــــعًا # بِجَمِيْعِ الصَّالِحَــــــــــــــــــــــــاتِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
وَوُلِدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخْتُوْنًا بِيَدِ الْعِنَايَةِ ۞ مَكْحُوْلاً بِكُحْلِ الْهِدَايَةِ ۞ فَأَشْرَقَ بِبَهَآئِهِ الْفَضَا ۞ وَتَلَأْلَأَ الْكَوْنُ مِنْ نُوْرِهٖ وَأَضَا ۞ وَدَخَلِ فِيْ عَقْدِ بَيْعَتِهٖ مَنْ بَقِـيَ مِنَ الْخَلَآئِقِ كَمَا دَخَلَ فِيْهَا مَنْ مَّضٰـى ۞ أَوَّلُ فَضِيْلَةِ الْمُعْجِزَاتِ ۞ بِخُمُوْدِ نَارِ فَارِسَ وَسُقُوْطِ الشُّــرُفَاتِ ۞ وَرُمِيَتِ الشَّيَاطِيْنُ مِنَ السَّمَآءِ بِالشُّهُبِ الْمُحْرِقَاتِ ۞ وَرَجَعَ كُلُّ جَبَّارٍ مِنَ الْجِنِّ وَهُوَ بِصَوْلَةِ سُلْطَنَتِهٖ ذَلِيْلٌ خَاضِعٌ ۞ لَمَّا تَأَلَّقَ مِنْ سَنَاهُ النُّوْرُ السَّاطِعُ ۞ وَأَشْرَقَ مِنْ بَهَآئِهِ الضِّيَاءُ اللاَّمِعُ ۞ حَتَّى عُرِضَ عَلىٰ  الْمَرَاضِعِ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
قِيْلَ مَنْ يَّكْفُلُ هٰذِهِ الدُّرَّةَ الْيَتِيْمَةَ ۞ اَلَّتِيْ لاَ تُوْجَدُ لَهَا قِيْمَةٌ ۞ قَالَتِ الطُّيُوْرُ نَحْنُ نَكْفُلُهٗ وَنَغْتَنِمُ هِمَّتَهُ الْعَظِيْمَةَ ۞ قَالَتِ الْوُحُوْشُ نَحْنُ أَوْلٰى بِذٰلِكَ لِكَيْ نَنَالَ شَرَفَهٗ وَتَعْظِيْمَهُ ۞ قِيْلَ يَا مَعْشَرَ الْأُمَمِ اسْكُنُوْا فَإِنَّ اللهَ قَدْ حَكَمَ فِيْ سَابِقِ حِكْمَتِهِ الْقَدِيْمَةِ ۞ بِأَنَّ نَبِيَّهٗ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُوْنُ رَضِيْعًا لِحَلِيْمَةَ الْحَلِيْمَةِ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهُ مَرَاضِعُ الْإِنْسِ لِمَا سَبَقَ فِيْ طَيِّ الْغَيْبِ ۞ مِنَ السَّعَادَةِ لِحَلِيْمَةَ بِنْتِ أَبِىْ ذُؤَيْبٍ ۞ فَلَمَّا وَقَعَ نَظَرُهَا عَلَيْهِ ۞ بَادَرَتْ مُسْــرِعَةً إِلَيْهِ ۞ وَوَضَعَتْهُ فِيْ حِجْرِهَا ۞ وَضَمَّتْهُ إِلٰى صَدْرِهَا ۞ فَهَشَّ لَهَا مُتَبَسِّمًا ۞ فَخَرَجَ مِنْ ثَغْرِهٖ نُوْرٌ لَّحِقَ بِالسَّمَآ ۞ فَحَمَلَتْهُ إِلٰى رَحْلِهَا ۞ وَارْتَحَلَتْ بِهٖ اِلٰى أَهْلِهَا ۞ فَلَمَّا وَصَلَتْ بِهِ اِلٰى  مُقَامِهَا ۞ عَايَنَتْ بَرَكَتُهٗ عَلىٰ أَغْنَامِهَا ۞ وَكَانَتْ كُلَّ يَوْمٍ تَرٰى مِنْهُ بُرْهَانًا ۞ وَتَرْفَعُ لَهٗ قَدْرًا وَّشَانًا ۞ حَتَّى انْدَرَجَ فِيْ حُلَّةِ اللُّطْفِ وَالْأَمَانِ ۞ وَدَخَلَ بَيْنَ إِخْوَتِهٖ مَعَ الصِّبْيَانِ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
فَبَيْنَمَا هُوَ ذَاتَ يَوْمٍ نَاءٍ عَنِ الْأَوْطَانِ ۞ إِذْ أَقْبَلَ عَلَيْهِ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ ۞ كَأَنَّ وُجُوْهَهُمُ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۞ فَانْطَلَقَ الصِّبْيَانُ هَرَبًا ۞ وَوَقَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَعَجِّبًا ۞ فَأَضْجَعُوْهُ عَلىٰ  الْأَرْضِ إِضْجَاعًا خَفِيْفًا ۞ وَشَقُّوْا بَطْنَهُ شَقًّا لَطِيْفًا ۞ ثُمَّ أَخْرَجُـوْا قَلْبَ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ ۞ وَشَرَّحُوْهُ بِسِكِّيْنِ الْإِحْسَانِ ۞ وَنَزَّعُوْا مِنْهُ حَظَّ الشَّيْطَانِ ۞ وَمَلَؤُهُ بِالْحِلْمِ وَالْعِلْمِ وَالْيَقِيْنِ وَالرِّضْوَانِ ۞ وَأَعَادُوْهُ اِلٰى مَكَانِهِ فَقَامَ الْحَبِيْبُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ سَوِيًّا كَمَا كَانَ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
فَقَالَتِ الْمَلَآئِكَةُ يَاحَبِيْبَ الرَّحْمٰنِ ۞ لَوْ عَلِمْتَ مَا يُرَادُ بِكَ مِنَ الْخَيْرِ ۞ لَعَرَفْتَ قَدْرَ مَنْزِلَتِكَ عَلٰى  الْغَيْرِ ۞ وَازْدَدْتَ فَرَحًا وَسُرُوْرًا ۞ وَبَهْجَةً وَّنُوْرًا ۞ يَامُحَمَّدُ أَبْشِـرْ فَقَدْ نُشِــرَتْ فِي الْكَآئِنَاتِ أَعْلاَمُ عُلُوْمِكَ ۞ وَتَبَاشَرَتِ الْمَخْلُوْقَاتُ بِقُدُوْمِكَ ۞ وَلَمْ يَبْقَ شَيْئٌ مِمَّا خَلَقَ اللهُ تَعَالٰى إِلاَّجَآءَ لِأَمْرِكَ طَائِعًا ۞ وَلِمَقَالَتِكَ سَامِعًا ۞ فَسَيَأتِيْكَ الْبَعِيْرُ ۞ بِذِمَامِكَ يَسْتَجِيْرُ ۞ وَالضَّبُّ وَالْغَزَالَةُ ۞ يَشْهَدَانِ لَكَ بِالرِّسَالَةِ ۞ وَالشَّجَرُ وَالْقَمَرُ وَالذِّيْبُ ۞ يَنْطِقُوْنَ بِنُبُوَّتِكَ عَنْ قَرِيْبٍ ۞ وَمَرْكَبُكَ الْبُرَاقُ ۞ اِلٰى جَمَالِكَ مُشْتَاقٌ ۞ وَجِبْرِيْلُ شَاوُوْشُ مَمْلَكَتِكَ قَدْ أَعْلَنَ بِذِكْرِكَ فِي الْأٰفَاقِ ۞ وَالْقَمَرُ مَأْمُوْرٌ لَكَ بِالْإِنْشِقَاقِ ۞ وَكُلُّ مَنْ فِي الْكَوْنِ مُتَشَوِّقٌ لِظُهُوْرِكَ ۞ مُنْتَظِرٌ لِإِشْرَاقِ نُوْرِكَ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
فَبَيْنَمَا الْحَبِيْبُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْصِتٌ لِسَمَاعِ تِلْكَ الْأَشْبَاحِ ۞ وَوَجْهُهٗ مُتَهَلِّلٌ كَنُوْرِ الصَّبَاحِ ۞ إِذْ أَقْبَلَتْ حَلِيْمَةُ مُعْلِنَةً بِالصِّيَاحِ ۞ تَقُوْلُ وَاغَرِيْبَاهُ ۞ فَقَالَتِ الْمَلَآئِكَةُ يَامُحَمَّدُ مَا أَنْتَ بِغَرِيْبٍ ۞ بَلْ أَنْتَ مِنَ اللهِ قَرِيْبٌ ۞ وَأَنْتَ لَهُ صَفِـيٌّ وَحَبِيْبٌ ۞ قَالَتْ حَلِيْمَةُ وَوَاحِدَاهُ ۞ فَقَالَتِ الْمَلَآئِكَةُ يَامُحَمَّدُ مَا أَنْتَ بِوَحِيْدٍ ۞ بَلْ أَنْتَ صَاحِبُ التَّأْيِيْدِ ۞ وَأَنِيْسُكَ الْحَمِيْدُ الْمَجِيْدُ ۞ وَإِخْوَانُكَ إِخْوَانُكَ مِنَ الْمَلَآئِكَةِ وَأَهْلِ التَّوْحِيْدِ ۞ قَالَتْ حَلِيْمَةُ وَايَتِيْمَاهُ ۞ فَقَالَتِ الْمَلَآئِكَةُ لِلّٰهِ دَرُّكَ مِنْ يَتِيْمٍ ۞ فَإِنَّ قَدْرَكَ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
فَلَمَّا رَأَتْهُ حَلِيْمَةُ سَالِمًا مِنَ الْأَهْوَالِ ۞ رَجَعَتْ بِهٖ مَسْــرُوْرَةً اِلٰى اْلأَطْلاَلِ ۞ ثُمَّ قَصَّتْ خَبَرَهُ عَلىٰ بَعْضِ الْكُهَّانِ ۞ وَأَعَادَتْ عَلَيْهِ مَا تَمَّ مِنْ أَمْرِهٖ وَمَا كَانَ ۞ فَقَالَ لَهُ الْكَاهِنُ : يَاابْنَ زَمْزَمَ وَالْمَقَامِ ۞ وَالرُّكْنِ وَالْبَيْتِ الْحَرَامِ ۞ أَفِي الْيَقَظَةِ رَأَيْتَ هٰذَا أَمْ فِي الْمَنَامِ ۞ فَقَالَ وَحُرْمَةِ الْمَلِكِ الْعَلاَّمِ ۞ شَاهَدْتُهُمْ كِفَاحًا لاَ أَشُكُّ فِيْ ذٰلِكَ وَلاَ أُضَامُ ۞ فَقَالَ لَهُ الْكَاهِنُ أَبْشِـرْ أَيُّهَا الْغُلاَمُ ۞ فَأَنْـتَ صَاحِبُ الْأَعْلاَمِ ۞ وَنُبُوَّتُكَ لِلْأَنْبِيَآءِ قُفْلٌ وَخِتَامٌ ۞ عَلَيْكَ يَنْزِلُ جِبْرِيْلُ ۞ وَعَلىٰ بِسَاطِ الْقُدْسِ يُخَاطِبُكَ الْجَلِيْلُ ۞ وَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَحْصُرُ مَا حَوَيْتَ مِنَ التَّفْضِيْلِ ۞ وَعَنْ بَعْضِ وَصْفِ مَعْنَاكَ يَقْصُـرُ لِـسَانُ الْمَادِحِ الْمُطِيْلِ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
وَكَانَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خَلْقًا وَخُلُقًا ۞ وَأَهْدَاهُمْ اِلٰى الْحَقِّ طُرُقًا ۞ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْاٰنُ ۞ وَشِيْمَتُهُ الْغُفْرَانُ ۞ يَنْصَحُ لِلْإِنْسَانِ ۞ وَيَفْسَحُ فِي الْإِحْسَانِ ۞ وَيَعْفُوْ عَنِ الذَّنْبِ إِذَا كَانَ فِيْ حَقِّهٖ وَسَبَبِهِ ۞ وَإِذَا ضُيِّعَ حَقُّ اللهِ لَمْ يَقُمْ أَحَدٌ لِغَضَبِهِ ۞ مَنْ رَاٰهُ بَدِيْهَةً هَابَهُ ۞ وَإِذَا دَعَاهُ الْمِسْكِيْنُ أَجَابَهُ ۞ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَلَوْكَانَ مُرًّا ۞ وَلاَ يُضْمِرُ لِمُسْلِمٍ غِشًّا وَلاَ ضُرًّا ۞ مَنْ نَظَرَ فِيْ وَجْهِهِ عَلِمَ أَنَّهٗ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ ۞ وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بِغَمَّازٍ وَلاَ عَيَّابٍ ۞ إِذَا سُرَّا فَـكَأَنَّ وَجْهَهُ قِطْعَةُ قَمَرٍ ۞ وَإِذَا كَلَّمَ النَّاسَ فَكَأَنَّمَا يَجْنُوْنَ مِنْ كَلاَمِهٖ أَحْلٰ ثَمَرٍ ۞ وَإِذَا تَبَسَّمَ تَبَسَّمَ عَنْ مِثْلِ حَبِّ الْغَمَامِ ۞ وَإِذَا تَكَلَّمَ فَكَأَنَّمَا الدُّرُّ يَسْقُطُ مِنْ ذٰلِكَ الْكَلاَمِ ۞ وَإِذَا تَحَدَّثَ فَكَأَنَّ الْمِسْكَ يَخْرُجُ مِنْ فِيْهِ ۞ وَإِذَا مَرَّ بِطَرِيْقٍ عُرِفَ مِنْ طِيْبِهٖ أَنَّهٗ قَدْ مَرَّ فِيْهِ ۞ وَإِذَا جَلَسَ فِيْ مَجْلِسٍ بَقِـيَ طِيْبُهٗ فِيْهِ أَيَّامًا وَإِنْ تَغَيَّبَ ۞ وَيُوْجَدُ مِنْهُ أَحْسَنُ طِيْبٍ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ قَدْ تَطَيَّبَ ۞ وَإِذَا مَشـٰى بَيْنَ أَصْحَابِهٖ فَكَأَنَّهُ الْقَمَرُ بَيْنَ النُّجُوْمِ الزُّهْرِ ۞ وَإِذَا أَقْبَلَ لَيْلاً فَكَأَنَّ النَّاسَ مِنْ نُوْرِهٖ فِيْ أَوَانِ الظُّهْرِ ۞ وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ ۞ وَكَانَ يَرْفُقُ بِالْيَتِيْمِ وَالْأَرْمَلَةِ ۞ قَالَ بَعْضُ وَاصِفِيْهِ مَا رَأَيْتُ مِنْ ذِيْ لِمَّةٍ سَوْدَآءَ ۞ فِيْ حُلَّةٍ حَمْرَآءَ ۞ أَحْسَنَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
وَقِيْلَ لِبَعْضِهِمْ كَأَنَّ وَجْهَهُ الْقَمَرُ ۞ فَقَالَ بَلْ أَضْوَأُ مِنَ الْقَمَرِ إِذَا لَمْ يَحُلْ دُوْنَهُ الْغَمَامُ ۞ قَدْ غَشِيَهُ الْجَلَالُ ۞ وَانْتَهٰى إِلَيْهِ الْكَمَالُ ۞ قَالَ بَعْضُ وَاصِفِيْهِ مَا رَأَيْتُ قَبْلَهُ وَلاَ بَعْدَهٗ مِثْلَهُ ۞ فَيُعْجِزُ لِسَانُ الْبَلِيْغِ إِذَا اَرَادَ أَنْ يُحْصِيَ فَضْلَهُ ۞ فَسُبْحَانَ مَنْ خَصَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَحَلِّ الْأَسْنٰى ۞ وَأَسْرٰى بِهٖ اِلٰى  قَابِ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنٰى ۞ وَأَيَّدَهٗ بِالْمُعْجِزَاتِ الَّتِيْ لاَ تُحْصٰى ۞ وَاَوفَاهُ مِنْ خِصَالِ الْكَمَالِ بِمَا يَجِلُّ أَنْ يُسْتَقْصٰـى ۞ وَأَعْطَاهُ خَمْسًا لَمْ يُعْطِهِنَّ أَحَدًا قَبْلَهُ ۞ وَاٰتَاهُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ فَلَمْ يُدْرِكْ أَحَدٌ فَضْلَهُ ۞ وَكَانَ لَهٗ فِيْ كُلِّ مَقَامٍ عِنْدَهٗ مَقَالٌ ۞ وَلِكُلِّ كَمَالٍ مِنْهُ كَمَالٌ ۞ لاَ يَحُوْلُ فِيْ سُؤَالٍ وَلاَ جَوَابٍ ۞ وَلاَ يَجُوْلُ لِسَانُهٗ إِلاَّ فِيْ صَوَابٍ ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
وَمَا عَسٰى أَنْ يُقَالَ فِيْمَنْ وَصَفَهُ الْقُرْاٰنُ ۞ وَأَعْرَبَ عَنْ فَضَائِلِهٖ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيْلُ وَالزَّبُوْرُ وَالْفُرْقَانُ ۞ وَجَمَعَ اللهُ لَهٗ بَيْنَ رُؤْيَتِهٖ وَكَلاَمِهِ ۞ وَقَرَنَ اسْمُهٗ مَعَ اسْمِهٖ تَنْبِيْهًا عَلىٰ عُلُوِّ مَقَامَهِ ۞ وَجَعَلَهٗ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَنُوْرًا ۞ وَمَلَأَ بِمَوْلِدِهِ الْقُلُوْبَ سُرُوْرًا ۞
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
يَابَــــــــدْرَتِمٍّ حَــــــازَ کُلَّ كَمَالِ # مَــــاذَا يُعَبِّرُعَنْ عُلاَكَ مَقَــــــالِی
اَنْتَ الَّذِی اَشْرَقْتَ فِی اُفُقِ الْعُلاَ # فَمَــحَوْتَ بِالأَنْــوَارِکُلَّ ضَــــلاَلِ
وَبِكَ اسْتَنَارَ الْكَوْنُ يَاعَلَمَ الْهُدٰى # بِالنُّــوْرِ وَاْلاِنْعَـــــــامِ وَاْلاِفْضَالِ
صَلَّى عَلَيْــــكَ اللهُ رَبِّي دَاِئمًــــا # اَبَدًامَـــــــعَ اْلإِبْكاَرِ وَاْلاٰصَــــالِ
وَعَلىٰ جَمِيْــــعِ الاٰلِ وَاْلأَصْحَابِ مَنْ # قَدْ خَصَّـــهُمْ رَبُّ الْعُــــلاَ بِكَماَلِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ۞ اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلىٰ اٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ أَجْمَعِيْن ۞ جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَاكُمْ مِمَّنْ يَسْتَوْجِبُ شَفَاعَتَهُ ۞ وَيَرْجُوْ بِذٰلِكَ رَحْمَتَهُ وَرَأْفَتَهُ ۞ أَللّٰهُمَّ بِحُرْمَةِ هٰذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ ۞ وَاٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ السَّالِكِيْنَ عَلىٰ مَنْهَجِهِ الْقَوِيْمِ ۞ إِجْعَلْنَا مِنْ خِيَارِ أُمَّتِهٖ ۞ وَاسْتُرْنَا بِذَيْلِ حُرْمَتِهِ ۞ وَاحْشُـرْنَا غَدًا فِيْ زُمْرَتِهِ ۞ وَاسْتَعْمِلْ أَلْسِنَتَنَا فِيْ مَدْحِهٖ وَنُصْـرَتِهِ ۞ وَأَحْيِنَا مُتَمَسِّكِيْنَ بِسُنَّتِهِ وَطَاعَتِهِ ۞ وَأَمِتْنَا عَلىٰ حُبِّهٖ وَجَمَاعَتِهِ ۞ أَللّٰهُمَّ أَدْخِلْنَا مَعَهُ الْجَنَّةَ فَإِنَّهُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُهَا ۞ وَأَنْزِلْنَا مَعَهٗ فِيْ قُصُوْرِهَا ۞ فَإِنَّهُ أَوَّلُ مَنْ يَنْزِلُهَا ۞ وَارْحَمْنَا يَوْمَ يَشْفَعُ لِلْخَلَآئِقِ فَتَرْحَمُهَا ۞ أَللّٰهُمَّ ارْزُقْنَا زِيَارَتَهٗ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ ۞ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنْ الْغَافِلِيْنَ عَنْكَ وَلاَ عَنْهُ قَدْرَ سِنَةٍ ۞ أَللّٰهُمَّ لاَ تَجْعَلْ فِيْ مَجْلِسِنَا هٰذَا أَحَدًا إِلاَّ غَسَلْتَ بِمَاءِ التَّوْبَةِ ذُنُوْبَهُ ۞ وَسَتَرْتَ بِرِدَآءِ الْمَغْفِرَةِ عُيُوْبَهُ ۞ اَللّٰهُمَّ إِنَّهٗ كَانَ مَعَنَا فِي السَّنَةِ الْمَاضِيَةِ ۞ إِخْوَانٌ مَنَعَهُمُ اْلقَضَآءُ عَنِ الْوُصُوْلِ اِلٰى مِثْلِهَا ۞ فَلاَ تَحْرِمْهُمْ مِنْ ثَوَابِ هٰذِهِ السَّاعَةِ وَفَضْلِهَا ۞ اَللّٰهُمَّ ارْحَمْنَا إِذَا صِرْنَا مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُوْرِ ۞ وَوَفِّقْنَا لِعَمَلٍ صَالِحٍ يَبْقٰى سَنَاهُ عَلىٰ مَمَرِّ الدُّهُوْرِ ۞ اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا لِاٰلَآئِكَ ذَاكِرِيْنَ ۞ وَلِنَعْمَآئِكَ شَاكِرِيْنَ ۞ وَلِيَوْمِ لِقَآئِكَ مِنَ الذَّاكِرِيْنَ ۞ وَأَحْيِنَا بِطَاعَتِكَ مَشْغُوْلِيْنَ ۞ وَإِذَا تَوَفَّيْتَنَا فَتَوَفَّنَا غَيْرَ مَفْتُوْنِيْنَ ۞ وَلاَ مَخْذُوْلِيْنَ ۞ وَٱخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِخَيْرٍ أَجْمَعِيْنَ ۞ اَللّٰهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ ۞ وَاجْعَلْنَا مِنْ فِتْنَةِ هٰذِهِ الدُّنْيَا سَالِمِيْنَ ۞ اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ هٰذَا الرَّسُوْلَ الْكَرِيْمَ لَنَا شَفِيْعًا ۞ وَارْزُقْنَا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَقَامًا رَفِيْعًا ۞ اَللّٰهُمَّ اسْقِنَا مِنْ حَوْضِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرْبَةً هَنِيْئَةً لاَ نَظْمَأُ بَعْدَهَا أَبَدًا ۞ وَاحْشُــرْنَا تَحْتَ لِوَآئِهِ غَدًا ۞ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا بِهٖ وَلِاٰبـَآئِنَا وَلِأُمَّهَآتِنَا وَلِمَشَايِخِنَا وَلِمُعَلِّمِيْنَا ۞ وَذَوِي الْحُقُوْقِ عَلَيْنَا وَلِمَنْ أَجْرٰى هٰذَا الْخَيْرَ فِيْ هٰذِهِ السَّاعَةِ ۞ وَلِجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۞ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ ۞ اَلْأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ ۞ إِنَّكَ كَرِيْمٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ ۞ وَقَاضِــــيَ الْحَاجَاتِ ۞ وَغَافِرُ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ ۞ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ۞ وَصَلَّى اللهُ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ اٰلِهِ وَصَحْبِهٖ وَسَلَّمَ ۞ سُبْحَانَ رَبِّــكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ۞ وَسَلاَمٌ عَلىٰ الْمُرْسَلِيْنَ ۞ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ۞ ﴿ اَلْفَاتِحَةْ ﴾
مَحَلُّ اْلقِيَامِ
} اَلْمَقْرُءَةُ فِي مَحَلِّ الْقِياَمِ {
لِسَيِّدِنَا الْحَبِيْب عَلِيْ بِنْ مُحَمَّدْ بِنْ حُسَينْ اَلْحَبْشِي
يَانَبِـــــى سَــــلَامٌ عَــــــلَيْـــــــكَ # يَارَسُــــوْلَ سَـــــــــــلَامٌ عَلَيْكَ
يَاحَـــبِيْـــــبْ سٰــلَامٌ عَلَيْـــــــكَ # صَــــلَوٰاتُ اللهِ عَــــــلَيْــــــــكَ
اَشْــــرَقَ الْكَـــــوْنُ ابْتِهَـــــاجًـــا # بِوُجُـــــوْدِ الْمُـصْـــــطَفٰى ٱحْمَـــدْ
وَلِاَهْــــــلِ الْكَــــــــــــوْنِ اُنْسٌ # وَسُــــــــــــرُوْرٌ قَدْ تَجَــــــــــدَّدْ
فَاطْرَبُوْا يَاٱهْــــلَ الْمَثَــــــــــــانِي # فَهَـــــــــــزَارُ الْيُمْــــــــــــنِ غَرَّدْ
وَاسْتَــــــــــــضِيْؤُا بِجَمَــــــــــالٍ # فَاقَ فِـى الْحُـــــسْـــنِ تَفَــــــرَّدْ
وَلَنَا الْبُشْـــــــــــرٰى بِسَعْــــــــدٍ # مُسْتَــــــــــــمِرٍّ لَيْسَ يَنْفَــــــــدْ
حَيْــــــــــــثُ اُوْتِيْنَا عَــــــــــطَاءً # جَمَـــــــعَ الْفَخْــــرَ الْمُؤَبَّــــــــــدْ
فَــــــــــــلِــــرَبِّــيْ كُلُّ حَمْــــــــدٍ # جَـــــلَّ اَنْ يَحْــــــصُــــــرَهُ الْعَدْ
اِذْحَــــــــــــبَانَا بِوُجُوْدِ الْـــــــــــ # مُصْطَـــــــــــفٰـى الْهَادِىْ مُحَمَّدْ
يَارَسُـــــوْلَ اللهِ اَهْــــــــــــــــلاً # بِكَ اِنَّابِــــــــــــكَ نُسْعَـــــــــــدْ
وَبِجَاهِــــــــهْ يَا ِالٰهِــــــــــــــــــي # جُدْ وَبَلِّـــــــــــغْ كُلَّ مَقْصَـــــــدْ
وَٱهْدِنَا نَهْــــــــــــجَ سَبِيْــــــــلِهْ # كَيْ بِهِ نُسْعَــــــــــدْ وَنُرْشَــــــــدْ
رَبِّ بَلِّغْـــــــــــــنَا بِجَاهِـــــــــــهْ # فِــى جِـــــوَارِهْ خَـــــيْرَمَــــــقْعَدْ
وَصَــــــلَاةُ اللهِ تَغْــــــــــــشٰــى # اَشْــــــرَفَ الرَّسْــــلِ مُـــــــحَمَّدْ
وَسَــــلاَمٌ مُسْــــــتَمِـــــــــــــــــرٌّ # كُلَّ حِـــــــــــيْنٍ يَتَجَــــــــــــدَّدْ