Nasab beliau adalah: Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abibakar bin Idrus bin Husein bin Syeikh Abibakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbat bin Ali Khali‘ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidallah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidi bin Jakfar Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sorot matanya tajam, raut mukanya tampak bercahaya, bibirnya tersenyum mengembang, jenggot merahnya hampir menutupi leher. Itulah ciri fisik Habib Umar bin Hafidz yang khas.
Suaranya yang lantang, badannya yang tegak dengan dibalut jubah dan sorbannya yang dikenakan semakin menambah kewibaannya. Pribadinya santun dan rendah hati. Beliau memiliki akhlak yang terpuji dan memberikan contoh yang diajarkan Rasulullah dengan perilaku yang nyata pada dirinya. Beliau adalah berkah bagi kaum muslimin saat ini. Nasab beliau adalah: Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abibakar bin Idrus bin Husein bin Syeikh Abibakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbat bin Ali Khali‘ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidallah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidi bin Jakfar Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Habib Umar lahir di Kota Tarim, sebuah kota yang terkenal dengan sebutan “Kota Seribu Wali”. Sebutan itu tidaklah mengada-ada bagi kota tertua di Negeri Hadramaut wilayah Yaman Selatan ini. Dari sinilah banyak bermunculan para auliya’, orang-orang shaleh, ulama yang ikhlas dan mengamalkan ilmunya ke seantero penjuru bumi. Mereka terdiri dari golongan kaum yang dekat dengan Allah.
Salah satunya adalah Habib Umar bin Hafidz yang
lahir di Tarim pada hari Senin, 4 Muharram 1388 H bertepatan dengan 27
Mei 1963 M, sebelum fajar. Beliau dibesarkan dalam lingkungan
yang penuh dengan cahaya keilmuan yang diwarisi dari para keturunan suci
dan mulia. Di kota inilah beliau tumbuh dalam didikan keluarga yang
penuh dengan keimanan, ketakwaan, ilmu dan akhlak yang luhur. Sedari
kecil beliau ditanamkan nilai-nilai kebajikan yang bersumber dari
Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau
tumbuh dalam lingkungan Ahlussunnah wal jama’ah, yang bermadzhabkan
Syafi’i dengan Thariqah Bani Alawi, sebagaimana para leluhurnya yang
mulia. Guru pertama beliau tak lain adalah ayahnya sendiri Al-Habib
Muhammad bin Salim bin Hafidz, seorang Mufti Kota Tarim yang juga
merupakan pejuang. Ayahnya adalah salah seorang ulama
intelektual Islam yang mengabdikan hidupnya demi tersebarnya syiar
Islam, berani mengatakan kebenaran dan mengajarkan hukum-hukum suci nan
mulia dalam Islam. Pada saat itu negeri Yaman Selatan dikuasai oleh Uni
Soviet yang berfaham komunis dan anti agama. Musuh utama mereka adalah
para ulama Islam yang merupakan penghalang besar bagi penyebaran
ideologi mereka.
Melihat sepak terjang Al-Habib Muhammad bin Salim bin
Hafidz (ayah Habib Umar), Komunis menganggap beliau merupakan batu
sandungan mereka. Maka pada suatu waktu dalam masjid, ketika Habib Umar
sedang menemani ayahnya untuk menunaikan Shalat Jumat, Al-Habib Muhammad
bin Salim bin Hafidz diculik oleh gerombolan komunis, kain Habib Umar
kecil pun kemudian pulang ke rumahnya sendirian dengan membawa rida’
milik ayahnya. Sejak saat itu Habib Umar tak pernah lagi melihat sang
ayah hingga saat ini. Semenjak kecil, Habib Umar tumbuh menjadi seorang
Yatim. Namun keyatiman beliau tidak menghalangi sedikitpun langkahnya
untuk menuntut ilmu. Memang jika kita pelajari jejak langkah para ulama
dan habaib terdahulu, khususnya yang berada di Kota Tarim, mereka tidak
khawatir akan masa depan pendidikan anak-anaknya, bilamana mereka
meninggal dan anak-anaknya masih kecil. Hal itu tidak lain karena mereka
telah melakukan kaderisasi serta mujahadah dan doa yang tulus, agar
kelak para keturunannya dapat istiqamah mengikuti ajaran dan tuntutan
para pendahulunya yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam. Semua itu juga didukung oleh lingkungan yang
kondusif di Kota Tarim yang aman dari segala bentuk kemaksiatan. Jadi
tidaklah mengherankan, jika kemudian Habib Umar kecil yang yatim
kemudian tumbuh menjadi sosok pemuda yang gemar mempelajari ilmu-ilmu
keislaman. Bakat dan kecerdasan beliau yang merupakan hasil didikan
ruhani dan jasmani dari ayahanda dan para gurunya telah menjadikannya
mampu menghafal Al-Qur’an pada usia yang sangat muda dan juga menghafal
berbagai teks matan ilmu fiqih, hadis, bahasa Arab dan berbagai ilmu
keislaman lainnya.
Guru-guru beliau yang berada di Kota Tarim
:
1. Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz.(Ayah, sekaligus guru utama
beliau)
2. Al-‘Allamah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Syihabuddin.
3.
Munshib Al-Habib Ahmad bin Ali bin Syeikh Abibakar.
4. Al-Habib Abdullah
bin Syeikh Al-Aydrus.
5. Al-Habib Abdullah bin Hasan Bilfaqih.
6.
Al-Habib Umar bin Alwi Al-Kaaf.
7. Asy-Syeikh Taufiq Aman.
8. Al-Habib
Ali Masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. (Kakak kandung yang
sekaligus berperan sebagai pengganti ayah bagi Habib Umar semenjak sang
ayahandanya syahid).
Semenjak membawa rida’ sang ayah, Habib
Umar kecil menjadikan hal itu sebagai suatu pertanda bahwa ia harus
meneruskan tanggung jawab sang ayah untuk menyebarkan Islam. Sejak itu
ia semakin bersemangat dan berjuang keras agar dapat melanjutkan
cita-cita sang ayah untuk mensyiarkan Agama Allah.. Meskipun berusia
masih muda, kala itu Habib Umar telah benar-benar memahami Al-Qur’an,
karena Allah telah memberikannya sesuatu yang khusus. Kealiman Habib
Umar ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi keluarga dan kerabat.
Mereka mengkhawatirkan akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan
beliau dikirim ke Kota Baidha’ yang terletak di Yaman Utara. Sehingga
beliau terhindar dari orang-orang yang ingin mencelakainya. Sayyid Muda
itu tiba di Kota Baidha’ pada awal bulan Saffar tahun 1402 H bertepatan
dengan bulan September tahun 1981 M. Di sana beliau berguru kepada
Al-Imam Al-‘Arif Billah Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar, yang
kemudian menjadi mertua beliau. Selain kepada Al-Habib Muhammad
Al-Haddar beliau juga belajar dan menerima ijazah dari Al-Habib Zein bin
Ibrahin bin Smith (Yang kini berada di Madinah).. Di Kota Baidha’,
selain belajar beliau juga berdakwah hingga ke pelosok yang umumnya
masih dihuni oleh kaum Badui yang masih primitif. Dengan kesabaran,
keikhlasannya serta keuletannya, beliau tak kenal lelah dalam berdakwah
mensyiarkan Agama Allah. Hampir tak ada satu tempat pun yang terlewatkan
dalam dakwah beliau untuk mengenalkan kembali cinta Allah dan Rasul-Nya
(mahhabatullah wa rasulihi) shallallahu ‘alaihi was sallam pada hati
kaum muslimin.
Beliau banyak merintis beberapa majelis taklim didaerah
Hadramaut. Beliau jarang sekali tidur, usahanya sangat gigih untuk
mengembalikan umat Islam agar mereka berjalan di garis para
salafunasshalihin yang tiada lain adalah cerminan dari Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. Kerja kerasnya tak sia-sia, banyak para
pemuda yang tertarik dengan metode pengajaran beliau, di bawah bimbingan
Habib Umar mereka seakan terbangun dari tidur yang panjang dan kelam.
Mereka kemudian menjadi sosok pemuda yang bangga dengan identitas
keislamannya, dan memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat
luhur dan mulia dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Perjuangan
Habib Umar yang ikhlas dan keteguhannya dalam mengajar di berbagai kota
besar maupun kecil di Negeri Yaman Utara, telah mendapat dukungan dan
simpatik dari para ulama yang berada di sana. Merekapun membantu dalam
perjuangan dakwahnya. Beliaupun mengunjungi para ulama yang berada di
Yaman, salah satunya di Kota Ta’iz. Disana beliau belajar dan mengambil
ijazah kepada Mufti Ta‘iz, Al-Musnid Al-Habib Ibrahim bin Agil bin Yahya
yang begitu perhatian dan cinta kepada Habib Umar. Setelah beberapa
bulan di kota Baidha’ beliau kemudian melakukan perjalanan ibadah Haji
di Tanah Suci serta mengunjungi makam datuknya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam di Madinah. Di Hijaz beliau berkesempatan untuk menimba
ilmu dan memperoleh ijazah dari para ulama besar disana. Pada bulan
Rajab tahun 1302 H bertepatan bulan April 1982 M beliau bertemu Al-Habib
Abdul Qadir bin Ahmad Assagaf yang berada di Kota Jeddah. Al-Habib
Abdul Qadir menyaksikan bahwa di dalam diri Habib Umar muda terdapat
semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliaupun juga berkesempatan menimba ilmu dan
memperoleh ijazah dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yaitu Al-Habib
Al-Jawwad Ahmad Masyhur bin Toha Al-Haddad (Jeddah) dan Al-Habib
Abubakar Attas bin Abdullah Al-Habsyi (Makkah). Beliau juga menimba ilmu
dari Asy-Syeikh Al-Musnid Muhammad Isa Al-Fadani dan Al-‘Allamah
As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani yang berada di
KotaMakkah. Semenjak itu nama Habib Umar bin Hafidz mulai tersohor,
karena kegigihan dan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan
memperbaiki serta mempopulerkan ajaran-ajaran para Salafuna Alawiyin.
Kesohoran dan ketenaran Habib Umar tidak mengurangi sedikit pun niat
dasar beliau. Setelah dari Hijaz, Negara Oman menjadi fase dakwah beliau
kemudian. Beliau mendapatkan undangan dari sekelompok Muslim yang
memiliki hasrat dan keinginan kuat untuk belajar tentang Thariqah
Alawiyah. Beliaupun menyambut baik undangan tersebut dan kemudian
mengajar dan berdakwah di sana hingga beberapa tahun.
Sekembalinya dari
Oman, sebelum ke Tarim, beliau singgah ke Kota Syihir, Yaman Timur.
Beliau belajar kepada para ulama yang berada di kota tersebut sambil
berdakwah.. Setelah itu beliaupun kembali ke kampung halamannya di Kota
Tarim. Bertahun-tahun kota itu beliau tinggalkan dan waktu dihabiskan
untuk belajar, berdakwah guna membentuk ruh Islami orang-orang di
sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta
melarang yang salah (ber-amar ma’ruf nahi munkar). Pada tahun 1414 H,
bertepatan dengan tahun 1993 M, beliaupun mengabadikan ajaran-ajarannya
dengan membangun Pondok Pesantren Darul Mustafa. Beliau mendirikan
Pondok Pesantren Darul Mustafa tersebut dengan tiga tujuan: Pertama,
mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman secara ber-talaqqi
(bertatap muka) dan para pengajarnya adalah para ahli yang memiliki
sanad keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Kedua, menyucikan diri
dan memperbaiki akhlak. Ketiga, menyebarkan ilmu yang bermanfaat serta
berdakwah menyeru kepada jalan yang diridhai Allah subhanallahu ta’ala
dan sesuai dengan apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah dan para
salafuna shalihin.. Darul Mustafa merupakan hadiah terbesar beliau bagi
dunia. Dari pesantren inilah ajaran para salafuna shalihin diserukan,
hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam waktu yang demikian
singkat, penduduk Tarim telah menyaksikan berkumpulnya para murid dari
berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan
karena pernah dikuasai oleh kaum atheis komunis. Para muridnya banyak
berasal dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania,
Kenya, Sudan, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat, Kanada, Yaman,
Oman, Emirat, Saudi Arabia, syuria dan juga dari negara-negara Arab
lainnya. Habib Umar adalah seorang orator ulung, da’i yang ikhlas,
setiap khutbah dan tausiah yang beliau sampaikan membuat dejak kagum
bagi orang yang menyimaknya.
Tidak berlebihan kalau beliau dijuluki
“Singa Podium”. Bagaimana tidak, setiap orang yang mendengarkan
ceramahnya, sekeras apapun hatinya pasti akan menitikkan air mata,
walupun orang yang menyimaknya tidak mengerti bahasa arab. Selain da’i
Habib Umar juga merupakan seorang yang mumpuni dalam ilmu hadis. beliau
banyak hafal hadis berikut matan dan sanadnya dari dirinya hingga
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam. Selain itu beliau juga ahli
dalam ilmu tafsir Al-Qur’an. Malam harinya beliau pergunakan, beribadah
dan bertafakur kehadirat Allah. Sedangkan siang harinya beliau
pergunakan untuk khidmah kepada umat. Pernah dikasahkan pada suatu hari
seorang tamu bersikeras ingin duduk bersama beliau hingga tengah malam,
lalu Habib Umar izin kepada tamu tersebut untuk shalat malam, dan tamu
tersebut berkata: “Baiklah Habib tapi saya tetap akan menunggu anda”,
maka Habib Umar pun mengangguk, lalu beliau tidak keluar dari tempat
shalatnya hingga kemudian dikumandangkannya adzan subuh, maka Tamu
itupun berkata: “Habibana, antum meninggalkan saya hingga subuh?”,
beliau berkata: “Maafkan saya, aku bertamu kepada yang maha tunggal dan
jika aku bertamu kepada-Nya, aku merasakan kelezatan dan aku lupa pada
semua selain-Nya”. Habib Umar tinggal di Tarim, Hadramaut, Yaman
Selatan. Selain aktif berdakwah di berbagai belahan dunia, beliau juga
mengawasi perkembangan Pondok Pesantren Darul Mustafa dan berbagai
sekolah lain yang telah dibangun di bawah manajemen beliau. Darul
Mustafa kini telah memiliki lebih dari 30 cabang yang tersebar di
berbagai tempat di Hadramaut, Yaman Utara, Emirat, Hijaz, Indonesia,
Malaysia. Para murid yang telah belajar di Darul Mustafa kemudian
berdakwah di daerah asalnya masing-masing. Mereka menyampaikan apa-apa
yang telah mereka peroleh dari ilmu yang telah di ajarkan oleh Habib
Umar untuk menyebarkan kebaikan serta rahmat bagi makhluk Allah. Selain
melakukan kaderisasi, Habib Umar juga merupakan ulama yang produktif
dalam menulis. Beberapa kitab karangannya antara lain: Is’af At-Thalibi,
Ridho Al-Kholaq bi bayan Makarimal Akhlaq, Taujihat At-Thullab, Syarah
Mandzumah -Sanad Al-‘Ulwi, Adz-Dzakirah Al-Musyarrafah.
Dan karya beliau yang paling monumental adalah Dhiyaullami’ bidzikri
Mauliduhu Asy-syafi’, yang berisi bait-bait syair pujian terhadap
Rasulullah, di Indonesia lebih dikenal dengan Maulid Dhiyaullami’ atau
Maulid Habib Umar. Hingga saat ini beliau masih
memegang peran aktif dalam penyebaran dakwah Islam, sedemikian aktifnya
sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi
berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan
mulianya. Tidak ketinggalan pula di Indonesia. Tahun 1994 M adalah awal
kedatangan beliau ke Indonesia. Sebelumnya Al-Habib Anis bin
Alwi Al-Habsyi, Solo mengeluh kepada Al-Imam Al-‘Arif billah Al-Habib
Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah tentang keadaan para Alawiyin di
Indonesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para
leluhurnya. Lalu Al-Habib Abdul Qadir pun mengutus Habib Umar bin Hafidz
untuk mengingatkan dan menggugah ghirah para Alawiyin di Indonesia.
Kini, setiap awal Bulan Muharram beliau sempatkan datang ke Indonesia
guna memberikan nasehat, ilmu serta mengingatkan kita akan Thariqah
Alawiyin. Semoga Allah menjaga kesehatan Beliau, memanjangkan usia
beliau, memudahkan segala urusan beliau, menjadikan keturunnanya dan
para anak muridnya sebagai penerus dakwah beliau dan menggolongkan kita
semua termasuk sebagai orang-orang yang suka berkumpul bersama kaum
shalihin seperti beliau. Aamiin Allahumma Aamiin
Oleh: Sayyid Abdul Qadir Umar Mauladdawilah
Oleh: Sayyid Abdul Qadir Umar Mauladdawilah
Dikutip dari buku “Habib Umar bin Hafidz Singa Podium”
Redaksi ISBAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar