Firman Allah SWT. Q.S. Al-Mutaffifin 1-6 yang artinya :
”Neraka Waiyl bagi orang-orang yang curang dalam jual beli, yaitu orang-orang yang bila menerima dari orang lain, meminta penuh ukuran timbangan. Dan apabila ia menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah mereka merasa (mengira) bahwa mereka kelak akan dibangkitkan pada hari yang sangat hebat (besar) yaitu pada hari ketika manusia menghadap pada Tuhan semesta alam” (Q.S. Al-Mutaffifin 1-6).
Hukum mengurangi timbangan (sukatan) termasuk dalam kategori dosa besar, sama halnya dengan orang-orang yang melalaikan shalatnya, dan akan menyeret pelakunya kedalam neraka Waiyl (fawailul lil mushallin). Sebelum kita bercerita tentang neraka Waiyl, mari sama-sama kita perhatikan tentang perihal sekurang-kurang azab neraka yang diungkapkan Rasulullah yang artinya ”Perihal sekurang-kurang azab neraka dihari kiamat Allah pekatkan kepada mereka (penghuni neraka ) sandal yang dua tali sandal tersebut terbuat dari bara api neraka (Na’lani minannar) begitu ia pakaikan sandal tersebut maka mendidihlah seluruh otaknya dan keluarlah seluruh isi perutnya, bagaikan menndidihnya air di periuk, kemudian Allah gantikan lagi kulit dengan yang lainnya, supaya (agar) mereka menerima azab Allah yang tiada putus-putusnya (Liyazuqul azab)” (HR. Muslim).
Hadits ini menceritakan tentang seringan-ringan azab, tak seorangpun sanggup menahannya bagaimana lagi dengan adzabi lasyadid (azab yang sangat pedih). Kalau pembaca pernah memperhatikan pabrik besi ketika besi baja masuk ke dalam kuali tidak lama besi itupun mendidih, cair kemudian dicetak menjadi besi yang lainnya sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, sedangkan jasad kita yang tidak sekeras besi baja karena kita diciptakan Allah dari 4 (empat) unsur yaitu Air, Api, Angin dan Tanah.
Wailun siksa yang berat, yaitu suatu lembah jahannam yang sekiranya bukit-bukit dimasukkan kedalamnya pasti cair karena sangat panasnya. Menghadap kepada Allah Hakim yang Maha Adil, Maha Bijaksana (Alkamil Hakimi) yaitu bangkit dari kubur dalam keadaan telanjang bulat, tetapi semua manusia dalam keadaan nafsi-nafsi (sibuk dengan keadaan sendiri).
Assayyid berkata : sebab turunnya ayat ini, ketika Nabi Muhammad SAW telah hijrah ke Madinah, di sana ada seseorang yang bernama Abu Juhainah yang mempunyai dua alat timbangan untuk membeli dan menjual, yang untuk membeli menguntungkan dirinya, dan untuk menjual merugikan pembelinya, sehingga turunlah ayat ini.
Lebih lanjut Ibnu Abbas r.a (Radhyallahu anhu) berkata : "Rasulullah SWT telah memperingatkan pada orang-orang yang jual beli dengan takaran, timbangan kamu telah mempergunakan dua macam, yang mana umat yang dahulu telah binasa karena dua macam yakni ummat yang curang dalam timbangan" (HR Tarmizi).
Ibnu Umar r.a berkata : "Rasulullah SAW datang kepada kami dan beliau bersabda : Hai sahabat muhajirin, ada lima macam, jika kamu diuji dengan itu dan lebih dahulu aku berlindung kepada Allah semoga kamu tidak mendapatkannya :
1. Tidak menjalani pelacur (tuna susila) pada suatu kaum sehingga dilegalisir (terang-terangan) melainkan akan menjalar kepada mereka Waba’ tha’un dan berbagai yang tidak pernah terjadi pada nenek mereka dahulu.
2. Dan tidak mengurangi takaran timbangan, melainkan terkena bala’ kahat (laip) kurangnya hasil bumi, dan berat penghidupan sehari-hari (krisis ekonomi) dan kekejaman penguasa (pemimpin yang zhalim).
3. Dan tidak menahan (enggan membayar zakat), kewajiban zakat harta, melainkan akan tertahannya hujan turun dari langit sehingga andaikan tidak ada ternak, niscaya tidak akan turun hujan sama sekali.
4. Tidak menyalahi janji Allah dan Rasulullah (tidak taat kepada Allah dan Rasul) melainkan akan didatangkan kepada mereka penjajah dari lain golongan sehingga merampas sebahagian milik mereka.
5. Dan tidak menghukum para Imam (pemimpin) mereka dengan kitab Allah, dan memilih dari apa yang ada dari kitab Allah SWT (yakni yang ringan dipakai, yang berat ditinggalkan) melainkan Allah akan menjadikan mereka kebinasaan mereka timbul diantara mereka sendiri" (HR. Ibnu Majah dan Al Hakim).
Ikrimah berkata : saya bersaksi bahwa tiap-tiap tukang timbang itu dalam neraka lalu orang menegur padanya : anakmu juga tukang timbang. Lalu ia berkata : persaksikanlah bahwa dia dalam neraka (kalau tidak jujur).
Dalam keterangan lain Rasul SAW (yaqulu) bersabda : ”Orang-orang yang jujur dalam timbangan dia masuk surga bersama dengan Rasulullah, Shiddiqni dan orang-orang shalih”.
Sayyidina Ali r.a berkata : jangan meminta hajat kebutuhanmu dari orang-orang yang rizqinya diujung takaran dan timbangan.
Hukamak berkata : sungguh celakalah orang-orang yang menjual habbah (biji-bijian) dengan mengurangi takaran, melainkan Allah mengurangi nikmat surga yang luasnya seluas langit dan bumi, atau membeli habbah (biji-bijian) dengan menambahnya melainkan Allah menambahkan lubang dalam neraka, yang sekiranya bukit-bukit di dunia ini dimasukkan pasti akan cair karena panasnya neraka.
Al-syafi’ie dari Malik bin Dinar berkata kepada keluarganya ”Apakah kelakuannya dahulu?” jawab mereka : dia mempunyai dua buah timbangan untuk membeli dan menjual, maka saya minta keduanya lalu saya hancurkan keduanya, kemudian saya bertanya kepadanya : ”bagaimankah keadaanmu kini?” jawabnya : ”belum berkurang, bahkan bertambah sukar, sehingga ia mati dalam keadaan sakit itu”. Dalam hikayat yang lain disebutkan ketika seorang menghadiri orang yang sedang maza’a akan mati maka diajarkan padanya supaya membaca kalimat tayyibah ”La ilaha illallah” tiba-tiba orang itu berkata : ”saya tidak bisa membacanya karena jarum timbangan (takaran) mengganjal dilidahku” lalu ia ditanyai : ”tidakkah anda dahulu menepati timbangan?” jawabnya : ”benar, tetapi kemungkinan ada kotoran yang tidak saya bersihkan sehingga merugikan hak orang lain dengan tidak terasa”.
Sebagai penutup mari kita perhatikan beberapa pesan moral yang disampaikan oleh Rasulullah agar dalam hal jual beli, sama-sama jujur, terbuka, ikhlas dan berlapang dada; Jabir r.a berkata : ”Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya Allah akan merahmati orang-orang yang lapang dada jika menjual, jika membeli, jika menagih hutang” (HR Bukhari). ”Allah telah mengampuni dosa orang yang dahulu sebelum kamu karena ia berlapang dada jika menjual, jika membeli, jika menagih hutang” (HR Ahmad dan Tarmizi).
Redaksi ISBAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar