Ilustrasi Gambar |
Muslimin hari ini kebanyakan melupakan adab-adab atau aturan yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Hal-hal yang ringan pun sering ditinggalakan, lambat laun prilaku meninggalkan ini akan berdampak kepada hal yang besar.
Adzan adalah seruan atau panggilan yang menjadi pertanda bahwa waktu shalat telah masuk.
Adzan merupakan salah satu syiar agama yang paling agung, karena mengabarkan kepada seluruh Muslim datangnya waktu shalat sebagai ibadah wajib.
Adzan dikumandangkan oleh seorang muadzin. Sebagai yang mendengarkan adzan, ada adab yang dianjurkan Rasulullah SAW.
Dalam adab islam bahwa ketika adzan hendak berkumandang maka diamlah karena jikalau kita tidak mendengarkannya ataupun menjawabnya itu akan menjadi faktor lunturnya keimanan kita.
Bahkan dalam realitasnya, banyak orang kelu lidahnya di saat kematian. Kebanyakan orang yang nazak, saat hampir tiba ajalnya, tidak dapat berkata apa-apa. Lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan ‘sakaratul maut’. Ini sebabnya adalah kebiasaan remeh kita yang sering tidak mendiamkan diri saat adzan berkumandang. Diriwayatkan sebuah hadist:
“Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya.”
Abu Sa’id Al-Khudri pun mengabarkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hukum menjawab adzan adalah sunah muakad. Ketika adzan berkumandang, kita umat muslim dianjurkan untuk sejenak meninggalkan aktivitas dan mendengarkan lalu menjawab adzan sebagai bentuk penghormatan kita kepada adzan tersebut.
Rasulullah SAW pernah menjanjikan keutamaan mendengarkan dan menjawab seruan adzan. Dalam sebuah hadits beliau mengatakan:
“Barangsiapa yang mendengar suara adzan kemudian dia berucap: Asyhadu
alla ilaaha illahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu, radlitu
billahi rabba wabi muhammadin rasulan wabil islami diinan (Aku bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad
adalah hamba dan Rasul-Nya, aku ridha Allah sebagai Rabb, dan Muhammad
sebagai Rasul dan aku ridha Islam sebagai agama), maka Allah akan
mengampuni dosanya,” (HR. Muslim (579) dari Sahl bin Sa’ad)
Ada 3 (tiga) pertanyaan besar mengenai hal ini:
Pertama,
Bagaimana hukumnya jika berbicara ketika adzan
berkumandang? Para ulama seperti Imam Syafi’i, Imam Malik bin Anas,
Ishaq bin Rahuyah, dan lainnya mengatakan bahwa berbicara ketika
mendengarkan adzan hukumnya adalah makruh. Namun jika keadaan mendesak
untuk berbicara, maka berbicaralah seperlunya. Dan hendaknya tidak
memperpanjang pembicaraan sehingga terluput dari memperoleh keutamaan
yang besar yaitu pengampunan dosa-dosa. Jika berbicara saja sudah
makruh, bagaimana dengan kegiatan lain seperti bercanda, atau bahkan
sampai tertawa terbahak-bahak seakan menghiraukan seruan yang agung ini.
Sebagai seorang muslim seharusnya kita saling mengintrospeksi diri
dalam hal adab mendengarkan adzan ini.
Kedua,
Bagaimana hukum menjawab adzan ketika sedang membaca
Al-Qur’an ? Tidak dibolehkan menjamak/mengumpulkan antara membaca
Al-Qur’an dengan menjawab adzan. Karena kalau kita membaca Al-Qur’an,
kita akan terlalaikan dari mendengar adzan. Sebaliknya bila kita
mengikuti ucapannya muadzin, kita terlalaikan dari membaca Al-Qur’an.
(Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 2/196,197)
Ketiga,
Ketika sedang shalat apakah kita diharuskan menjawab
adzan ? Dalam madzhab Al-Imam Ahmad (Pendapat ini dianggap yang paling
shahih), ketika sedang melakukan shalat, tidak perlu menjawab adzan yang
didengar. Karena adzan merupakan zikir panjang yang dapat membuat orang
yang shalat tersibukkan dari shalatnya. Sementara dalam shalat ada
kesibukan tersendiri, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :“Sesungguhnya
dalam shalat itu ada kesibukan,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)Oleh karena itu, marilah kita sama-sama menghormati azan dan mohon kepada Allah supaya lidah ini tidak kelu ketika nyawa kita sedang dicabut dan kita bisa tetap istiqomah di jalan Allah SWT.
Sumber :
Majalah AsySyariah/Edisi 051
Redaksi ISBAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar