" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Senin, 01 Juni 2015

Profil dan Biografi Sultan Sulaiman Al Qanuni

Poster Film King Suleiman
Poster Film King Suleiman
Film King Suleiman yang diputar di ANTV menuai protes lantaran mendiskreditkan Daulah Islam dan menampilkan Sultan Sulaiman Al Qanuni sebagai sosok yang angkuh, suka berganti-ganti pasangan dan bobrok moral. Bertolak belakang dari fakta sejarah.
Seperti apa profil Sultan Sulaiman Al Qanuni yang sebenarnya? Berikut ini rangkuman dari buku ad Daulah al Utsmaniyah karya Syaikh Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi dan Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni:

Kelahiran dan Masa Kecil

Sulaiman Al Qanuni lahir di kota Trabzun pada tahun 926 Hijriyah (1520 Masehi). Ayahnya yang tak lain adalah gubernur di wilayah tersebut sangat sayang dan peduli terhadapnya. Pada usia 7 tahun, ia dididik dengan ilmu sastra, sains, sejarah, teologi dan taktik perang. Pendidikan yang baik dan terpadu sejak kecil itu membuat Sulaiman tumbuh dalam suasana keilmuan, menyukai sastra dan dekat dengan para ulama. Ia dikenal tenang dan mampu melahirkan keputusan-keputusan matang.

Menjadi Sultan dan Tantangan Awal Pemerintahan

Sulaiman Al Qanuni diangkat menjadi Sultan Daulah Utsmaniyah pada usia 26 tahun. Ia menjadi khalifah kesepuluh dalam Khilafah Ustmaniyah setelah Utsman, Orkhan, Murad I, Bayazid I, Muhammad I, Murad II, Muhammad Al Fatih, Bayazid II, dan Salim I. Meski masih muda, Sulaiman dikenal bijak dan tegas dalam mengambil keputusan. Keputusan yang telah diambilnya, pantang ditarik kembali.
Di masa awal pemerintahannya, Daulah Utsmaniyah diuji dengan empat pemberontakan sekaligus. Gubernur-gubernur yang ambisius mengira Sulaiman adalah pemimpin yang lemah. Mereka mengira saat itu adalah saat yang tepat untuk melepaskan diri dari Kekhilafahan Turki Utsmani. Tapi mereka keliru.
Pemberontakan pertama dilakukan Gubernur Syam Jan Bardi Al Ghazali. Ia menyatakan membangkang pada pemerintah Sultan dan berusaha menguasai Aleppo. Sulaiman Al Qanuni segera memerintahkan pasukan untuk membungkam gerakan separatis tersebut. Jan Bardi dapat ditumpas.
Pemberontakan kedua dilakukan oleh Gubernur Mesir Ahmad Syah pada tahun 1524 M. Tamak kekuasaan membuatnya berambisi memegang tampuk kekuasaan. Ia yang dulunya minta bantuan Sulaiman untuk dijadikan Gubernur Mesir malah berkhianat dengan menghimpun dukungan warga Mesir dan menyatakan diri sebagai penguasa independen. Namun pengkhianatannya tak bertahan lama. Sultan berhasil menghanguskannya.
Pemberontakan ketiga datang dari kaum Syiah di bawah pimpinan Baba Dzunnun pada tahun 1526 M. Baba mengumpulkan sekitar empat ribu pemberontak dan mewajibkan pajak di wilayah Yugazhad. Semakin lama posisi Baba semakin kuat, jumlah pasukannya pun meningkat. Pemberontakan itu berakhir dengan terbunuhnya Baba, setelah jatuh korban beberapa komandan Daulah Ustmaniyah.
Pemberontakan terbesar juga datang dari kaum syiah Rafidhah di wilayah Qawniyah dan Mar’asy yang dipimpin oleh Qalandar Jalabi. Ini merupakan pemberontakan terkuat karena pengikutnya mencapai 30.000 orang Syiah. Bahram Pasya yang diutus Sultan untuk mengakhiri pemberontakan ini dibunuh mereka. Pemberontakan baru bisa digulung ketika Sultan mengutus Ibrahim Pasya yang memiliki kemampuan persuasif yang luar biasa. Ia berhasil membujuk orang-orang Qalandar berbalik arah. Akhirnya Qalandar Jalabi terbunuh dan pemberontakan pun lumpuh.

Masa Ekspansi

Ditumpasnya empat pemberontakan tersebut menandai masa stabil Daulah Utsmaniyah. Selanjutnya, Sultan Sulaiman Al Qanuni pun melakukan langkah ekspansi untuk memperluas dakwah.
Rhodesia saat itu merupakan wilayah sengketa yang dikuasai pasukan Kardinal Johannes. Mereka menghalangi jamaah haji dari arah Turki juga melakukan kejahatan di jalur transportasi laut. Sultan Sulaiman Al Qanuni pun mengambil langkah jihad membebaskan Rhodesia. Peperangan hebat terjadi, dan Rhodesia berhasil ditaklukkan ke wilayah Turki Utsmani pada pertengahan tahun 1522 M.
Hampir bersamaan dengan itu, Sultan Sulaiman Al Qanuni juga mengirim pasukan dalam jumlah besar ke Hungaria. Pasalnya, Raja Philadislave II berupaya merusak seluruh perjanjian dengan Daulah Utsmaniyah dan membunuh utusan Sultan. Hungaria pun dapat ditaklukkan pada tahun 1526 M.
Wilayah Daulah Utsmaniyah terus meluas pada masa Sulaiman Al Qanuni. Selain itu, Al Qanuni juga berhasil membangun aliansi dengan Perancis yang dinilai pakar sejarah sebagai salah satu kebijakan politik luar negeri yang monumental.

Undang-Undang Berbasis Syariat

Selain menebarkan dakwah ke wilayah yang lebih luas, jasa terbesar Sultan Sulaiman adalah menyusun Undang-Undang modern berbasis nilai-nilai Syariat dan mengimplementasikan Undang-Undang itu secara teratur. Inilah yang membuatnya mendapat gelar Al Qanuni.
Melihat komitmennya pada dakwah dan syariat ini, sungguh penggambaran film King Suleiman terhadap dirinya sangatlah jauh. Tak heran jika umat Islam curiga bahwa film yang menggambarkan Sultan sebagai sosok yang angkuh, suka berganti-ganti pasangan dan dikelilingi wanita tak berjilbab, bahkan cenderung zalim merupakan film yang sengaja dilahirkan dalam rangka merusak citra daulah Islam.

Sumber : http://kisahikmah.com [Muchlisin BK]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar