Poster Film King Suleiman |
Film King Suleiman yang diputar
di ANTV menuai protes lantaran mendiskreditkan Daulah Islam dan
menampilkan Sultan Sulaiman Al Qanuni sebagai sosok yang angkuh, suka
berganti-ganti pasangan dan bobrok moral. Bertolak belakang dari fakta
sejarah.
Seperti apa profil Sultan Sulaiman Al Qanuni yang sebenarnya? Berikut ini rangkuman dari buku ad Daulah al Utsmaniyah karya Syaikh Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi dan Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni:
Kelahiran dan Masa Kecil
Sulaiman Al Qanuni lahir di kota Trabzun
pada tahun 926 Hijriyah (1520 Masehi). Ayahnya yang tak lain adalah
gubernur di wilayah tersebut sangat sayang dan peduli terhadapnya. Pada
usia 7 tahun, ia dididik dengan ilmu sastra, sains, sejarah, teologi dan
taktik perang. Pendidikan yang baik dan terpadu sejak kecil itu membuat
Sulaiman tumbuh dalam suasana keilmuan, menyukai sastra dan dekat
dengan para ulama. Ia dikenal tenang dan mampu melahirkan
keputusan-keputusan matang.
Menjadi Sultan dan Tantangan Awal Pemerintahan
Sulaiman Al Qanuni diangkat menjadi
Sultan Daulah Utsmaniyah pada usia 26 tahun. Ia menjadi khalifah
kesepuluh dalam Khilafah Ustmaniyah setelah Utsman, Orkhan, Murad I,
Bayazid I, Muhammad I, Murad II, Muhammad Al Fatih, Bayazid II, dan
Salim I. Meski masih muda, Sulaiman dikenal bijak dan tegas dalam
mengambil keputusan. Keputusan yang telah diambilnya, pantang ditarik
kembali.
Di masa awal pemerintahannya, Daulah
Utsmaniyah diuji dengan empat pemberontakan sekaligus. Gubernur-gubernur
yang ambisius mengira Sulaiman adalah pemimpin yang lemah. Mereka
mengira saat itu adalah saat yang tepat untuk melepaskan diri dari
Kekhilafahan Turki Utsmani. Tapi mereka keliru.
Pemberontakan pertama dilakukan Gubernur
Syam Jan Bardi Al Ghazali. Ia menyatakan membangkang pada pemerintah
Sultan dan berusaha menguasai Aleppo. Sulaiman Al Qanuni segera
memerintahkan pasukan untuk membungkam gerakan separatis tersebut. Jan
Bardi dapat ditumpas.
Pemberontakan kedua dilakukan oleh
Gubernur Mesir Ahmad Syah pada tahun 1524 M. Tamak kekuasaan membuatnya
berambisi memegang tampuk kekuasaan. Ia yang dulunya minta bantuan
Sulaiman untuk dijadikan Gubernur Mesir malah berkhianat dengan
menghimpun dukungan warga Mesir dan menyatakan diri sebagai penguasa
independen. Namun pengkhianatannya tak bertahan lama. Sultan berhasil
menghanguskannya.
Pemberontakan ketiga datang dari kaum
Syiah di bawah pimpinan Baba Dzunnun pada tahun 1526 M. Baba
mengumpulkan sekitar empat ribu pemberontak dan mewajibkan pajak di
wilayah Yugazhad. Semakin lama posisi Baba semakin kuat, jumlah
pasukannya pun meningkat. Pemberontakan itu berakhir dengan terbunuhnya
Baba, setelah jatuh korban beberapa komandan Daulah Ustmaniyah.
Pemberontakan terbesar juga datang dari
kaum syiah Rafidhah di wilayah Qawniyah dan Mar’asy yang dipimpin oleh
Qalandar Jalabi. Ini merupakan pemberontakan terkuat karena pengikutnya
mencapai 30.000 orang Syiah. Bahram Pasya yang diutus Sultan untuk
mengakhiri pemberontakan ini dibunuh mereka. Pemberontakan baru bisa
digulung ketika Sultan mengutus Ibrahim Pasya yang memiliki kemampuan
persuasif yang luar biasa. Ia berhasil membujuk orang-orang Qalandar
berbalik arah. Akhirnya Qalandar Jalabi terbunuh dan pemberontakan pun
lumpuh.
Masa Ekspansi
Ditumpasnya empat pemberontakan tersebut
menandai masa stabil Daulah Utsmaniyah. Selanjutnya, Sultan Sulaiman Al
Qanuni pun melakukan langkah ekspansi untuk memperluas dakwah.
Rhodesia saat itu merupakan wilayah
sengketa yang dikuasai pasukan Kardinal Johannes. Mereka menghalangi
jamaah haji dari arah Turki juga melakukan kejahatan di jalur
transportasi laut. Sultan Sulaiman Al Qanuni pun mengambil langkah jihad
membebaskan Rhodesia. Peperangan hebat terjadi, dan Rhodesia berhasil
ditaklukkan ke wilayah Turki Utsmani pada pertengahan tahun 1522 M.
Hampir bersamaan dengan itu, Sultan
Sulaiman Al Qanuni juga mengirim pasukan dalam jumlah besar ke Hungaria.
Pasalnya, Raja Philadislave II berupaya merusak seluruh perjanjian
dengan Daulah Utsmaniyah dan membunuh utusan Sultan. Hungaria pun dapat
ditaklukkan pada tahun 1526 M.
Wilayah Daulah Utsmaniyah terus meluas
pada masa Sulaiman Al Qanuni. Selain itu, Al Qanuni juga berhasil
membangun aliansi dengan Perancis yang dinilai pakar sejarah sebagai
salah satu kebijakan politik luar negeri yang monumental.
Undang-Undang Berbasis Syariat
Selain menebarkan dakwah ke wilayah yang
lebih luas, jasa terbesar Sultan Sulaiman adalah menyusun Undang-Undang
modern berbasis nilai-nilai Syariat dan mengimplementasikan
Undang-Undang itu secara teratur. Inilah yang membuatnya mendapat gelar
Al Qanuni.
Melihat komitmennya pada dakwah dan
syariat ini, sungguh penggambaran film King Suleiman terhadap dirinya
sangatlah jauh. Tak heran jika umat Islam curiga bahwa film yang
menggambarkan Sultan sebagai sosok yang angkuh, suka berganti-ganti
pasangan dan dikelilingi wanita tak berjilbab, bahkan cenderung zalim
merupakan film yang sengaja dilahirkan dalam rangka merusak citra daulah
Islam.
Sumber : http://kisahikmah.com [Muchlisin BK]
Sumber : http://kisahikmah.com [Muchlisin BK]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar