" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Sabtu, 29 November 2014

14 Tahun Baitul Maqdis Dijadikan Kiblat Umat Islam

Pada awal Islam, Rasulullah SAW bersama ummat Islam mendirikan sholat menghadap ke Baitul Maqdis. Hal ini dilakukan selama kurang lebih sekitar 14 tahun lamanya.
Namun pada akhirnya, Allah SWT menyuruh Umat Islam agar kiblatnya ke Ka'bah. Penasaran,


Kisahnya

Semasa Nabi Muhammad masih berada di kota Makkah, bila mendirikan shalat, beliau berdiri di sisi selatan Ka'bah, sehingga dapat menghadap ke Baitul Maqdis dan sekaligus juga menghadap ke Ka'bah. Beliau sangat menghargai Baitul Maqdis yang terkenal dengan tanah kelahiran para nabi Allah SWT.

Namun setelah beliau hijrah ke kota Madinah, beliau tidak dapat melakukan hal tersebut, mengingat kota Madinah berada di arah utara Kota Makkah, dan Baitul Maqdis berada di arah utara kota Madinah.
Letak geografis kota Madinah ini menjadikan beliau harus membelakangi Ka'bah bila sedang mendirikan shalat. Dan Beliau tidak ingin membelakangi Ka'bah.

Perubahan ini, menjadikan beliau bersedih, karena sejatinya beliau lebih suka bila kiblatnya menghadap ke Ka'bah yang merupakan kiblatnya Nabi Ibrahim as, Si Peletak dasar bangunan Ka'bah yang dikerjakan bersama puteranya, Ismail as.

Rasa sedih ini menjadikan beliau selama kurang lebih 16 bulan sering menengadahkan wajahnya ke langit dengan harapan Allah memindahkan arah kiblat shalatnya ke Ka'bah. Kira-kira satu setengah tahun lamanya Nabi berdoa kepada Allah SWT agar diberi petunjuk.

Perubahan Arah Kiblat dari Baitul Maqdis Ke Makkah

Subhanallah... setelah sekian lama, akhirnya Allah mengabulkan juga harapan beliau sehingga kiblat shalat dipindahkan ke Ka'bah, sebagaimana dikisahkan dalam ayat 144 surat Al Baqarah.

Allah SWT berfirman,

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Artinya:
sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(QS. Al-Baqarah: 144).


Perubahan arah kiblat ini menjadikan kaum yahudi dan juga lainnya bertanya-tanya keheranan, apa gerangan yang menjadikan Nabi Muhammad berpindah arah kiblat?

Allah SWT menjawab Keheranan orang-orang Yahudi melalui firmanNya:

قُل لِّلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Artinya:
"Katakan wahai Muhammad, hanya milik Allah-lah arah timur dan barat. allah menunjuki siapa saja yang Ia kehendaki menuju jalan yang lurus."
(QS. Al-baqarah: 142)


Pada ayat ini, dengan jelas Allah menegaskan bahwa urusan shalat menghadap ke timur, barat atau lainnya sepenuhnya adalah wewenang Allah, karena Dialah Pencipta alam semesta ini dengan segala arah yang ada.

Dengan demikian, menghadap kemana saja asalkan itu sesuai dengan petunjuk Allah maka itu tidak menjadi soal alias benar.

Namun apalah artinya menghadap ke suatu arah, bila perbuatan tersebut (menghadap ke arah tersebut) tidak dilandasi petunjuk dari Allah.

Shalat Boleh Menghadap Ke Arah Mana Saja

Pada ayat lain, dengan lebih tegas Allah menjelaskan bahwa sekedar menghadap ke arah mana saja, timur, barat, utara, atau selatan tidaklah ada nilainya.

Menghadap ke suatu arah hanyalah bernilai ibadah bila anda menghadap ke arah tersebut di landasi oleh nilai-nilai keimanan kepada Allah. Anda menghadap ke arah tersebut karena anda mematuhi perintah Allah semata.

Sebagaimana menghadap ke suatu arah hanya akan bernilai ibadah bila anda lakukan demi mengharap kebahagiaan hidup di akhirat. Demikian Allah tegaskan pada ayat 177 surat al baqarah.

Allah SWT berfirman,

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Artinya:
"Kebajikan itu bukanlah sekedar menghadapkan wajah ke arah timur dan barat. Namun kebajikan yang sejati adalah kebajikan yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang yang dalam perjalanan/ safar, peminta-minta, dan memerdekakan budak. Sebagaimana mereka juga mendirikan shalat , membayar zakat, dan selalu memenuhi janji bila berjanji. Mereka juga bersabar ketika ditimpa kesusahan, derita, dan ketika berperang. Mereka itulah orang-orang yang benar dan merekalah orang-orang yang nyata-nyata bertaqwa."
(QS. Al-Baqarah: 177).

Sumber : http://kisahislamiah.blogspot.com
               Redaksi ISBAD

Bulan Terbelah



Assalamu'alaikum...

Kali ini dengan Kisah Raja yang zalim bertobat seketika saat menyaksikan langsung mukjizat Rasulullah SAW yaitu BULAN TERBELAH.
Siapakah raja zalim tersebut, dialah Raja Habib bin Malik.
Pada saat mengetahui mukjizat Nabi Muhammad SAW berupa bulan yang terbelah dengan mata kepala sendiri, ia pun bertobat dan beriman kepada Allah SWT dan mengakui Kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Kisahnya

Pada saat dakwah Rasulullah SAW mulai menyebar dan meluas, Abu Jahal dan Abu Lahab menjadi ketar-ketir dibuatnya, Keduanya lantas meminta bantuan kepada Raja Habib bin Malik di Syam dan berharap sang raja bisa menuntaskan masalah mereka.
Raja Habib adalah seorang raja yang zalim, bengis dan tak segan-segan memberikan hukuman.
Abu Jahal mengadu bahwa Nabi Muhammad SAW telah mengaku menjadi pesuruh Allah SWT dan membawa satu agama baru dan kononnya telah menghina Tuhan-Tuhan yang disembah oleh mereka.

Raja Habib pun segera memerintahkan agar Nabi Muhammad SAW untuk datang menghadapnya.
Nabi SAW pun bersedia memenuhi panggilan Raja Habib tersebut. Beliau datang dengan memakai jubah yang berwarna merah dan memakai sorban yang berwarna hitam.
Ketika memandang Rasulullah SAW, hati Raja Habib yang terkenal kejam itu tiba-tiba menjadi lembut. Lantas Raja Habib mempersilahkan Nabi SAW untuk duduk di sebelahnya.

"Wahai Muhammad, benarkah seperti yang aku dengar bahwa kamu telah mengaku menjadi pesuruh Tuhan?" tanya Raja Habib.
"Memang benar," jawab Rasulullah SAW.
"Sekiranya kamu adalah seorang nabi, sudah tentu kamu juga memiliki mukjizat sperti nabi-nabi yang lain sebelum kamu," kata Raja Habib.
"Apa yang Tuan mau?" tanya Nabi SAW.
"Saya ingin melihat kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu melihat matahari terbenam sebelum waktunya, kemudian bulan terbit lalu turun ke bumi. Setelah itu bulan terbelah menjadi dua, lalu masuk ke dalam pakaianmu. Selanjutnya bulan itu akan keluar dari lengan bajumu yang kanan dan kiri. Kemudian bulan itu kembali utuh di atas kepalamu dan bulan itu membenarkan kenabianmu, ujar Raja Habib.

Permintaan Raja yang Mustahil

Rasulullah SAW menjawab dengan tegas.
"Sekiranya aku bisa melakukannya, apakah Tuan akan beriman kepada Allah SWT?" tanya Nabi SAW.
"Iya, barulah saya akan percaya bahwa kamu adalah pesuruh Tuhan," jawab Raja Habib.
Nabi Muhammad SAW pun kemudian mendaki bukit yang bernama KUBAI lalu berdoa kepada Allah SWT, Tak lama berselang, Malaikat Jibril turun dan membawa Firman Allah SWT.

Allah SWT berfirman,
"Wahai kekasih-Ku, janganlah engkau takut dan janganlah engkau bersedih hati karena Aku bersamamu dimanapun engkau berada. Aku sudah mengetahui sejak awal apa yang diminta Habib. Pergilah kepada mereka, tunujkkanlah ayat-ayatKu. Bentangkan secara terang dan tegas risalahmu."

Allah SWT berfirman lagi,
"Ketahuilah, Aku sudah menempatkan matahari, bulan, malam dan siang di bawah perintahmu. Dan ketahuilah bahwa anak perempuan Habib akan Aku sembuhkan dari penyakit lumpuh dan kedua matanya yang buta akan pulih seperti semula."

Mukjizat Nabi Muhammad SAW

Setelah Malaikat Jibril membacakan ayat Allah SWT, tiba-tiba saja terjadilah peristiwa yang sangat mengagumkan.
Matahari dengan perlahan bergerak ke ufuk barat lalu terbenam. Cahaya siang berganti dengan malam. Setelah itu bulan pun terbit lalu terbelah menjadi dua. Bulan yang terbelah itu pun turun menghampiri Nabi SAW dan masuk ke dalam jubah Beliau.

Kemudian bulan yang terbelah itu pun keluar dari lengan baju kanan dan kiri dan bersatu tepat di atas kepala Rasulullah SAW sambil mengucapkan syahadat. Setelah itu, bulanpun bergerak kembali ke tempat asalnya lalu terbenam di ufuk barat. Setelah bulan terbenam, matahari pun perlahan muncul seperti semula dan suasana kembali seperti saat pertemuan awal Raja Habib dan Nabi SAW.

Orang-orang pun kagum dengan kejadian itu.
Raja Habib yang menyaksikan secara langsung kejadian itu langsung bertobat, ternyata yang namanya jelek di mata Abu Jahal adalah benar-benar memiliki mukjizat yang lebih dahsyat ketimbang mukjizatnya nabi-nabi yang terdahulu. Ia pun langsung sujud sebagai tanda iman kepada Allah SWT, Pencipta Alam Semesta dan Rasul-Nya.
Malah sebagai tanda ucapan terimah kasih kepada Nabi Muhammad SAW, Raja Habib mengirimkan hadiah berupa emas, intan, dan permata yang banyak. Bahkan emas tersebut harus diangkut oleh 5 ekor onta.

Itulah sahabat ISBAD'er, salah satu MUKJIZAT Rasulullah SAW yang paling dahsyat, bisa disaksikan oleh semua orang yang ada di bumi bahkan oleh makhluk hidup lainnya. Andai saja pada waktu itu ada ponsel atau kamera handycam, bisa diabadikan sehingga makin banyak pengikut Islam di muka bumi ini. Namun apa daya saat itu belum ada teknologi seperti itu, namun ayat-ayat Allah SWT telah membenarkannya. Dan isi Al-Qur'an ini tiada satu pun orang yang mampu merubah apalagi menyainginya.

Wassalamu'alaikum...


Sumber : http://kisahislamiah.blogspot.com
               Redaksi ISBAD

Asal Usul Adzan



Kalimat demi kalimat dalam azan awalnya berasal dari mimpi seorang sahabat, dan ketika mimpi itu diceritakan kepada Rasulullah SAW, Beliau menyetujuinya.

SEBAB ADANYA AZAN

Allah SWT berfirman,
"Dan apabila kamu menyeru untuk sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal." (QS. Al Maidah: 58).

Ayat tersebut di atas sekaligus menjadi sebab turunnya azan sebagai pertanda penggilan shalat. Disebutkan pada masa berkembangnya Islam di Madinah, penduduk setempat tersebar di seluruh kota. Kesibukan yang tinggi dikhawatirkan menjadi potensi lupa atau kelalaian untuk melaksanakan shalat pada waktunya.
Kalau ini terjadi terus menerus, maka ini menjadi satu persaoalan yang cukup berat yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya.

MIMPI SAHABAT
Kondisi ini membuat para sahabat bermusyawarah untuk menentukan cara yang paling baik yang dapat digunakan sebagai pertanda waktu shalat telah datang. Menurut kisah, pada awalnya Rasulullah SAW menyetujui bunyi lonceng sebagai pertanda shalat, namun pada akhirnya beliau tidak menyukai karena lebih mirip pada orang-orang Nasrani.

Dijelaskan Abdullah bin Zaid, pada suatu malam ketika ia tidur, tiba-tiba bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki yang menggunakan pakaian hijau. Laki-laki itu mengelilinginya dengan membawa lonceng di tangannya. Abdullah bin Zaid lalu menegurnya, "Hai hamba Allah, apakah lonceng ini akan kamu jual?" tanyanya. "Akan kamu pergunakan untuk apa lonceng ini," jawab laki-laki itu.
"Akan aku pakai untuk memanggil orang untuk shalat," ujar Abdullah. Laki-laki itu terdiam sesaat lalu memberikan saran kepada Abdullah. "Maukah engkau aku tunjukkan cara yang lebih baik dari itu?" tanya laki-laki itu. "Baiklah, tunjukkan kepadaku," jawab Abdullah. Laki-laki itu lantas mengucap azan yang diawali dengan "Allahu Akbar dan diakhiri dengan Laa Ilaaha Illallah."


Rasulullah SAW Menyetujui

Setelah mengalami mimpi itu, pagi harinya Abdullah menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan mimpi tersebut. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,

"Sesungguhnya mimpi kamu itu adalah mimpi yang benar, Insya Allah, berdirilah bersama Bilal dan sampaikanlah kepadanya apa yang kamu impikan, karena Bilal itu lebih keras suaranya daripada kamu."

Lalu Abdullah menemui Bilal dan menyampaikan kepadanya apa yang dimimpikan itu. Kemudian Bilal pun melakukan Azan dengan kalimat-kalimat itu. Suara azan Bilal itu terdengar keras ke penjuru kota, lalu tidak lama kemudian Umar bin Khattab yang semula di rumah mendadak ke luar sambil membawa selendangnya.
Mendengar suara azan itu, Umar bin Khattab bersumpah atas nama Allah bahwa kalimat dalam azan itu juga ia mimpikan semalam.

"Demi Allah, yang telah mengutus Muhammad dengan benar. Sungguh akupun telah mimpi, persis seperti yang ia impikan," kata Umar bin Khattab.
Lalu Rasulullah SAW mengucapkan," Alhamdulillah."
(HR. Abu Dawud).

Redaksi ISBAD

Batal Masuk Neraka Karena Sahabat Saleh

Ilustrasi Gambar

Assalamu'alaikum wr. wb.

Sahabat, ketahuilah bahwa teman yang baik itu akan membawa seseorang pada kebaikan. Dan sebaliknya, teman yang buruk hanya akan menjerumuskan kepada kemaksiatan. Itulah hikmah yang terkandung dalam kisah di bawah ini. Berkatberteman dengan orang saleh, seseorang yang akan masuk neraka akhirnya diampuni dan dimasukkan ke dalam surga.


Berikut Kisahnya

Di dalam Kitab Durratun Nashihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy Syakir Al Khaubawiyiyi diceritakan bahwa ada dua orang yang bersahabat karib di dunia. Namun, ketika meninggal dunia, keduanya mendapatkan perlakuan yang tidak sama.

Satu orang dari keduanya adalah orang saleh yang meninggal dunia dengan tenang. Seumur hidupnya diisi dengan amal ibadah dan perbuatan baik. Sementara itu, yang satunya banyak menghabiskan waktunya di dunia dengan perbuatan maksiat dan melanggar perintah Allah SWT.

Dijelaskan dalam kitab tersebut, ketika orang saleh itu meninggal dunia, ia diterima oleh Malaikat Ridwan dengan rasa hormat.
Sambil membungkuk, Malaikat Ridwan berkata,
"Silahkan Tuan masuk surga yang merupakan hak Tuan. Saya antarkan sampai ke pintu gerbangnya."

Menolong Sahabat

Dengan rasa penuh suka cita, orang saleh itu melangkah menuju surga. Namun, tiba-tiba ia tersentak kaget, lalu menghentikan langkahnya. Ia mendengar suara yang sudah sangat dikenalnya,
"Sahabatku, tolongah aku. Atas nama persahabatan kita yang akrab, selamatkanlah aku dari neraka, "begitu suara itu yang terus menerus memanggil orang saleh tersebut.

Orang saleh tersebut memperhatikan sekeliling dan mencari-cari asal suara itu. Dilihatnya ada seorang laki-laki sedang diseret-seret menuju neraka oleh Malaikat Malik yang wajahnya begitu menakutkan.
"Ya Allah, laki-laki itu adalah sahabatku semasa hidup di dunia dulu, "guman orang saleh itu.

Karena merasa prihatin dengan apa yang dialamioleh sahabatnya itu, orang saleh tersebut akhirnya tidak mau masuk ke surga. Ia malah minta untuk diantarkan ke neraka.
"Antarkanlah saya ke neraka, "pinta orang saleh itu kepada Malaikat Ridwan.

Mendengar pernyataan itu, Malaikat Ridwan terperanjat kaget. Dan dengan keras dia menolak permintaan orang saleh itu.
"Bagaimana saya akan membawa Tuan ke neraka, padahal saya diperintahkan mengantar Tuan ke surga? Silahkan Tuan, tidak usah ragu-ragu. Surga yang indah itu milik Tuan dan saya akan melayani Tuan secara baik-baik, "jelas Malaikat Ridwan meyakinkan orang saleh tersebut.

"Aku tidak membutuhkan surga maupun pelayananmu. Bawalah saya ke neraka, "ujar orang saleh itu dengan suara agak keras.

Karena merka saling bersitegang dengan pendiriannya masing-masing, maka terdengarlah sebuah suara gaib Yang Maha Agung.
"Wahai malaikatku, sebenarnya Aku telah mengetahui apa yang tersembunyi di balik dada hambaKu yang saleh ini.amun, agar lebih jelas bagimu, tanyakan sendiri kepadanya kenapa ia memilih neraka daripada surga, "kata suara itu.

Malaikat Ridwan segera memenuhi perintah itu dan bertanya,
"Mengapa Tuan lebih menyukai neraka daipada surga?"
"Engkau lihat orang yang sedang diseret-seret menuju neraka itu? Ia adalah sahabatku selama hidup di dunia. Ia menjerit-jerit minta tolong agar aku membebaskannya dari ancaman neraka. Aku sadar sepenuhnya, tidak mungkin aku yang lemah ini menyelamatkannya dari neraka dan membawanya ke surga. Karena itu, lebih baik aku yang ke neraka agar dapat bersama-sama dengannya, "ujar orang saleh itu.

Ikut Menuju Surga

Mendengar jawaban ini, Malaikat Ridwan semakin kaget dan terharu.

Kemudian terdengarlah suara gaib kembali.
"Wahai hambaKu yang saleh, dengan segala kelemahanmu, engkau rela masuk neraka untuk bersama-sama dengan sahabatmu yang telah menemanimu sebentar saja di dunia. Padahal, sepanjang umurmu, engkau begitu taat dan berbakti kepadaKu, memujaKu sebagai Tuhanmu. Bagaimana Aku rela membiarkanmu masuk neraka? Karena itulah Aku hadiahkan sahabatmu itu untukmu, dan ajaklah dia masuk surga bersamamu. Inilah ganjaran yang sepadan bagimu, "terang suara itu.

Maka, dengan ke-Maha Pengampunan Allah SWT kepada makhlukNya itu, kedua sahabat karib tersebut akhirnya diantarkan ke surga dan masuk ke dalamnya. Ahli maksiat itu mendapatkan hikmah berupa kenikmatan lantaran dirinya berkumpul dan bersahabat dengan orang saleh semasa hidupnya di dunia.

Wallahu A'lam....

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Sumber : http://kisahislamiah.blogspot.com
               Redaksi ISBAD

Detik-Detik Terakhir Wafatnya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani


Pada waktu Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani merasakan sakaratul maut, jasadnya juga merasakan sakit. Akan tetapi tidak dengan hatinya. Saat itu hatinya benar-benar merasa sangat dekat dengan Allah SWT.

Berikut Kisahnya

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani merupakan salah seorang ulama Ahlussunnah yang berasal dari Negeri Jailan. Kepada negeri inilah beliau dinasabkan sehingga disebut "Al-Jailani" yang artinya seorang yang berasal dari Negeri Jailan. Ia lahir pada hari Rabu, Bulan Ramadan 470 H atau 1077 M.

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani kemudian tumbuh menjadi seorang ulama sufi yang kemasyurannya setingkat dunia. Ia memiliki pribadi yang teguh dalam berprinsip, sang pencari sejati, dan penyuara kebenaran kepada siapa saja dan dengan resiko apapun.

Usianya dihabiskan untuk menekuni jalan tasawuf, hingga ia mengalami pengalaman spiritual dahsyat yang mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Dalam belasan karya orisinilnya, dapat dijumpai jejak Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Pertanyaan Sang Anak

Selain banyak mewarisi karya tulis, Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani meninggalkan beberapa nasehat menjelang kewafatannya. Akhir hayat Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani didahului dengan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan mengajukan sejumlah pertanyaan.

"Berilah aku wasiat wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepeninggal ayah nanti?" tanya putra sulungnya Abdul Wahab.
"Engkau harus senantiasa bertakwa kepada Allah. Janganlah takut kepada siapapun kecuai kepada Allah. Setiap kebutuhan, mintalah kepadaNya. Jangan berpegang selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah," jawab sang ayah yang saat itu tengah menghadapi sakaratul maut.
"Aku diumpamalan seperti batang tanpa kulit. Menjauhlah kalian dari sisiku sebab yang bersamamu itu hanyalah tubuh lahiriah saja, sementara selain kalian, aku bersama batinku," sambung Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Hatinya Dekat dengan Allah SWT

Sementara itu, putranya yang lain yang bernama Abdul Aziz terlihat akan bertanya kepada ayahnya, namun belum sempat berucap, Syeikh Abdul Qadir Aljailani langsung menyahut,
"Jangan bertanya tentang apapun dan siapapun kepadaku. Aku sedang kembali dalam ilmu Allah."

Tak lama berselang, putranya yang lain yang bernama Abdul Jabar, bertanya,
"Apakah yang dapat ayahanda rasakan dari tubuh ayahanda?"
Syeikh Abdul Qadir menjawab,
"Seluruh anggota tubuhku terasa sakit, kecuali hatiku. Bagaimana ia dapat sakit, sedangkan ia benar-benar bersama Allah."

Kemudian Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani menyambung lagi.
"Mintalah tolong kepada Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia. Dialah Dzat yang Hidup, tidak akan mati, tidak pernah takut karena kehilangan."

Akhirnya kematian pun segera menghampiri Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani. Beliau menghembuskan nafas terakhir di Baghdad setelah maghrib tanggal 9 Rabiul Awal 561 H atau 15 Januari 1166 M. Sang Syeikh meninggal dala usia 89 tahun.

Demikian kisah detik-detik terakhir meninggal Sang Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Redaksi ISBAD

Rabu, 26 November 2014

Dialog Von Edison Alousci vs Wahabi

Ilustrasi Gambar

Kejadian ini penulis saksikan sendiri di kota baturaja. Saat mau manghadiri acara yasinan di tempat tetangga.

Malam penulis, Von edison Alouisci,Dua oarang Ustadz juga bebarapa temannya keluar Rumah kost. menuju kerumah salah satu tetangganya yang tengah mengadakan acara yasinan bersama. Ditempat itu memang biasa bergilir antar rumah-rumah.membaca yasinan.berdoa, setelah Sholat Isya bersama sama.
Dalam perjalanan kami bertemu dengan seorang wahabi yang sedang asyik baca baca buku diteras rumahnya, melihat sdr von ini,si wahabi bertanya ” antum mau kemana ??


Von Edison Alouisci menjawab : “mau ke tempat tetangga.di undang sholat berjemaah sekaligus yasinan dan berdoa. Ente tidak kesana ??: ( von bertanya)

Wahabi :” oo.. nggak kok.kalaupun diundang mau apa juga datang.itukan perkara bid`ah.”


Von Edison Alouisci : hehe.. kata siapa ntu bid`ah ?? emangnya bid`ah itu apa ??

Wahabi : antum mampir saja benar. Ayoo mumpung kebetulan saya lagi buka buka kitab neh “
Von edison penulis,dan seorang Ustadz kemudian masuk kepekarangan.dan duduk bersama si wahabi di teras rumahnya.setala h itu si wahabi berkata : la kan ada riwayat Jabir bin Abdullah.beliau berkata, Rasulullah Saw bersabda: sebaik-baik ucapan adalah Kitab Allah, sejelek-jelek perkara adalah perkara yang baru, dan setiap bid’ah adalah sesat.” Inikan dah tegas !”


Von Edison Alouisci : hehehe ente neh..mangnya semudah itu memahami bid`ah?? ente jgn memahaminya menurut analisa ente sendiri. ( kami semua cengir cengir saja sambil menyimak )

Wahabi : siapa bilang nurut akalku sendiri.ulamaku juga menegaskan kok.
Von Edison Alouisci : mangnya siapa ulama yang ente idolakan ??

Wahabi : Syeikh Utsmain. Beliau ulama hebat dan menjadi kebangganku bahkan semua pengikut wahhabiyah.
Von Edison Alouisci : hmm emang apa katanya soal bid`ah ??

Wahabi : ” Tahu nggak antum,ulama kami telah menjelaskan dalam kitab “al-ibda’ fi kamalis syar’i wa khotoril ibtida’ halaman 13 ( sambil memperlihatkan kitabnya )” :”qouluhu ( kullu bid’atin dholalatun ) kulliyatun, aammatun, syaamilatun, musyawwarotun bi aqwaa adawaatis syumuuli wal umumi ( kullu ), afaba’da hadzihil kulliyati yasihhu an nuqossimal bid’ata ila aqsaami tsalasatin, aw ila aqsami khomsatin? ABADAN LA YASIHHU” ( hal 13 )
Artinya: “Hadits (semua bid’ah adalah sesat) bersifat general, umum, menyeluruh, di pagari dengan kata yang menunjuk pada arti menyeluruh dan umum yang paling kuat yaitu kata-kata “kullu ( seluruh )”, apakah setelah ketetapan menyeluruh ini kita di benarkan membagi bid’ah menjadi 3 bagian/menjadi 5 bagian? SELAMANYA TIDAK AKAN BENAR”
Nah Antum mestinya paham jika Pernyataan Syaikh Muhammad bin Solih Al-Utsaimin maksudnya a hadits “smua bid’ah adalah sesat” tanpa terkecuali, hingga tidak ada satupun bid’ah hasanah apalagi bid’ah mandubah ( yang mendatangkan pahala bagi pelakunya ), alasan Syaikh Muhammad bin Solih Al-Utsaimin ini menolak pembagian bid’ah adalah kosakata “kullu”.disini jelas,bidah itu sesat dan sesat itu neraka !!
Von Edison Alouisci : itukan pendapat ulama ente yang kata ente paling hebat.tapi buktinya ulama ente nggak karuan karuan pemahamannya soal ini .

Wahabi : Antum Jangan suka memfitnah.antum harus buktikan jika Syeikh Utmain memang tak karu-karuan. kitab nya dah jelas kok..


Von Edison Alouisci : hehehe..ente jangan sepotong sepotong memenggal penjelasan isikitabnya.coba ente lihat di halaman 18-19 di kitab yang ente maksud . coba perhatikan bukankah katanya begini :
“wa minal qowa’idil muqorroroti annal wasa’ila laha ahkamul maqosidi fa wasaa’ilul masyru’i masyruu’atun wa wasaa’ilu ghoiril masyru’i ghoiru masyruu’atin bal wasaa’ilul muharromi haroomun, fal madarisu wa tasniful ilmi wa ta’liful kutubi wa in kaana bid’atan lam yuujad fii ahdin nabi saw, ala hadzal wajhi illa annahu laysa maqsodan bal huwa washilatun wal wasaa’ilu laha ahkamul maqoosid, wa lihadza lau banaa syakhsun madrosatan lita’limil ilmin muharromin kaana al binaa’u harooman wa lau banaa madrosatan lita’limi ilmi syar’iyyin kaana al binaa’u masyruu’an”

Nah Dalam qoul ini terbukti si utsmain malah membatalkan omongannya l sebelumnya yang di halaman 13 yang ente sebutkan tadi. Iya toh ?? di halaman ini terbukti si ustmain malah intinya menjelasakan semua bid’ah itu semua sesat tanpa terkecuali dan sesat tempatnya di neraka dan selamanya tidak akan benar membagi bid’ah menjadi 3 apalagi menjadi 5.
Tapi kemudian Syaikh Muhammad bin Solih Al-Utsaimin menyatakan bahwa membangun madrosah, menyusun ilmu dan mengarang kitab itu bid’ah yang belum pernah ada pada masa Rasulullah SAW, namun hal INI ADALAH BID’AH YANG BELUM TENTU SESAT, BELUM TENTU KE NERAKA, Bahkan Syaikh ente ini dalam soal ini membagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan hukum tujuannya. Hehe.. kan lucu toh kok di kitab yang sama syaikhnya ente malah saling berlawanan. Apa salah saya mengkatakan si utsmain tak karuan karuan. Apa saya memfitah sedangkan itu kalimat syeikh ente sendiri danmalah tidak kitab yang sama pula.coba baca berulang ulang deh..hehehehe..
Wahabi : (Diam )

Von Edison Alouisci : Mau bukti lagi ?? mari kita sama sama buka kitab syarh aqidah al wasithiyyah hal 336 . Coba perhatikan..bukankah Syeikh menyatakan kata “kullu” bermakna menyeluruh tanpa memiliki pengecualian dan pembatasan . Ente lihat kan ia menulis :
“anna mitsla hadza at ta’bir ( kullu syai’in ) aammun qod yuroodu bihil khossu, mitslu qoulihi ta’ala an malikati saba’in: ( wa ‘uutiyatmin kulli syai’in ), wa qod khoroja syai’un katsiirun lam yudkhol fii mulkiha minhu syai’un mitslu mulki sulaiman”
Artinya: contoh seperti redaksi “kullu syai’in ( segala sesuatu )” adalah kalimat umum yang terkadang di maksudkan pada makna yang terbatas, seperti firman Allah tentang Ratu Saba’ : “ia di karuniai segala sesuatu” ( surat an-naml ayat 23 ) padahal banyak sekali sesuatu yang tidak masuk dalam kekuasaannya, seperti kerajaan Nabi SulaimanAs”
Hehehe bukankah dalam qoul yang ini ternyata Syaikh nya ente mengakui bahwa tidak semua kata “kullu” dalam teks Al-Qur’an/ Hadits bermakna general ( am ) tetapi ada yang bermakna terbatas ( khosh ). Ayoo.. gimana ??
Wahabi : (Diam )

Von Edison Alouisci : sekarang coba kita lihat lagi kitab Syarh aqidah al-wasithiyyah sohifa.coba ambil.
 Wahabi ini kemudian mengambil kitab yang di maksud.dia berkata ” halaman berapa??”

Von Edison Alouisc : Coba ente Buka Halaman 639-640.bacalah
Wahabi ini kemudian membaca :
“al-aslu fii umuurid dunya al hillu fama ubtudi’a minha fahuwa halaalun, illa an yadullu ad daliilu ala tahriimihi, lakin umuuruddiinil aslu fiihal hadzoru, fama ubtudi’a minhafahuwa haroomun bid’atun, illa bi daliilin minal kitabi was sunnati ala masyru’ iyyatihi”

Von Edison Alouisci : ente Paham Maksudnya??
Wahabi : mangnya apa nurut ente maksudnya?? (dia balik tanya )

Von Edison Alouisci : Maksudnya begini (von membacanya ) :
“hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah halal, jadi bid’ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, kecuali ada dalil menunjukkan keharamannya, tetapi hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan agama adalah dilarang, jadi berbuat bid’ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid’ah, kecuali ada dalil dari Kitab dan Sunnah yang menunjukkan keberlakuannya”
Nah ente lihat sendiri kan jika si utsmain justru membatalkan omongannya sebelumnya bahwa qoul yang pertama semuabid’ah secara keseluruhan adalah sesat dan sesat itu tempatnya di neraka.
Lanjut Von kemudian : ” Lihat syeikh ente terbukti membatalkannya dengan qoulnya yang menyatakan bahwa “bid’ah dalam urusan dunia halal semua kecuali ada dalil yang melarangnya, dan bid’ah dalam urusan agama adalah haram sebab bid’ah semuanya kecuali ada dalil yang membenarkannya, dengan klasifikasi bid’ah menjadi Dua. Gimana ?? ente sekarang masih mau berpegang dengan dalil Utsmain yang tidak karuan karuan itu ??
Wahabi : (diam .sambil garuk garuk kepalanya.wahab i ini tidak bisa membantah.muka manyun plus malu).


Von Edison Alouisci : hehe.. iya udah deh.. met baca baca ya.. saya mo pamit dulu deh..Assalamu`a laikum !! Ayoo teman teman,ustadz kita berangkat.
Kami pun beranjak pergi .penulis bilang ” heheheh…ini lum sang ustadz turun tangan ngeladeni dia ”
ustad cengar cengir sambil bilang ” ngeladeni dia cukup kalian aje deh hehehe..
kam ipun ketawa rame rame..

Sumber       : 1 Jt Menolak Wahabi
Ditulis Oleh : Albert Freanix ( Sunni madhzab Syafi`i .asal german )
                    Redaksi ISBAD

Kebohongan WAHABI Tentang Tahlilan

Ilustrasi Foto

WAHABI: “Mengapa Anda Tahlilan? Bukankah Imam al-Syafi’i melarang Tahlilan?”

SUNNI: “Setahu saya, Imam al-Syafi’i tidak pernah melarang Tahlilan. Anda pasti berbohong dalam perkataan Anda tentang larangan Tahlilan oleh Imam al-Syafi’i.”
WAHABI: “Bukankah dalam kitab-kitab madzhab Syafi’i telah diterangkan, bahwa selamatan selama tujuh hari kematian itu bid’ah yang makruh, dan beliau juga berpendapat bahwa hadiah pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayit?”
SUNNI: “Nah, terus di mana letaknya Imam al-Syafi’i melarang Tahlilan? Apakah seperti yang Anda jelaskan itu? Kalau seperti itu maksud Anda, berarti Anda membesar-besarkan persoalan yang semestinya tidak perlu dibesar-besarkan. “

WAHABI: “Kenapa begitu?”
SUNNI: “Madzhab Syafi’i dan beberapa madzhab lain memang memakruhkan suguhan makanan oleh keluarga mayit kepada para pentakziyah. Hukum makruh, artinya kan boleh dikerjakan, hanya kalau ditinggalkan mendapatkan pahala. Kan begitu? Anda harus tahu, dalam beragama itu tidak cukup mematuhi hukum dengan cara meninggalkan yang makruh. Tetapi juga harus melihat situasi dan adat istiadat masyarakat. Oleh karena itu, apabila adat istiadat masyarakat menuntut melakukan yang makruh itu, maka tetap harus dilakukan, demi menjaga kekompakan, kebersamaan dan kerukunan dengan masyarakat sesama Muslim.”

WAHABI: “Kalau begitu, Anda lebih tunduk kepada hukum adat dari pada hukum agama.”
SUNNI: “Sepertinya Anda belum mengerti maksud perkataan saya.”

WAHABI: “Kok justru saya dianggap tidak mengerti?”
SUNNI; “Memang begitu kenyataannya. Anda belum faham. Agar Anda dapat memahami dengan baik, sekarang saya bertanya kepada Anda. Madzhab apa yang diikuti oleh kaum Wahabi di Saudi Arabia dalam bidang fiqih? “

WAHABI: “Yang jelas Madzhab Hanbali.”
SUNNI: “Bagus kalau begitu, Anda sedikit mengerti. Begini, di antara kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama madzhab Hanbali, adalah kitab al-Adab al-Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih al-Maqdisi. Kitab ini diterbitkan oleh pemerintahan Saudi Arabia, dan didistribusikan secara gratis kepada umat Islam. Dalam kitab tersebut terdapat keterangan begini;

وَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي الْفُنُونِ لَا يَنْبَغِي الْخُرُوجُ مِنْ عَادَاتِ النَّاسِ إلَّا فِي الْحَرَامِ فَإِنَّ الرَّسُولَ صلى الله عليه وسلم تَرَكَ الْكَعْبَةَ وَقَالَ (لَوْلَا حِدْثَانُ قَوْمِكِ الْجَاهِلِيَّةَ) وَقَالَ عُمَرُ لَوْلَا أَنْ يُقَالَ عُمَرُ زَادَ فِي الْقُرْآنِ لَكَتَبْتُ آيَةَ الرَّجْمِ. وَتَرَكَ أَحْمَدُ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ لِإِنْكَارِ النَّاسِ لَهَا، وَذَكَرَ فِي الْفُصُولِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ وَفَعَلَ ذَلِكَ إمَامُنَا أَحْمَدُ ثُمَّ تَرَكَهُ بِأَنْ قَالَ رَأَيْت النَّاسَ لَا يَعْرِفُونَهُ، وَكَرِهَ أَحْمَدُ قَضَاءَ الْفَوَائِتِ فِي مُصَلَّى الْعِيدِ وَقَالَ: أَخَافُ أَنْ يَقْتَدِيَ بِهِ بَعْضُ مَنْ يَرَاهُ . (الإمام الفقيه ابن مفلح الحنبلي، الآداب الشرعية، ٢/٤٧)

“Imam Ibnu ‘Aqil berkata dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari tradisi masyarakat, kecuali tradisi yang haram, karena Rasulullah SAW telah membiarkan Ka’bah dan berkata, “Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah…” Sayyidina Umar berkata: “Seandainya orang-orang tidak akan berkata, Umar menambah al-Qur’an, aku akan menulis ayat rajam di dalamnya.” Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan dua raka’at sebelum maghrib karena masyarakat mengingkarinya. Dalam kitab al-Fushul disebutkan tentang dua raka’at sebelum Maghrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hanbal pada awalnya melakukannya, namun kemudian meninggalkannya, dan beliau berkata, “Aku melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hanbal juga memakruhkan melakukan qadha’ shalat di mushalla pada waktu dilaksanakan shalat id (hari raya). Beliau berkata, “Saya khawatir orang-orang yang melihatnya akan ikut-ikutan melakukannya.” (Al-Imam Ibn Muflih al-Hanbali, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, hal. 47).

Dalam pernyataan di atas jelas sekali, tidak baik meninggalkan tradisi masyarakat selama tradisi tersebut tidak haram. Suguhan makanan kepada pentakziyah itu hanya makruh, tidak haram. Karena hal itu sudah mentradisi, ya kita ikuti saja. Kata pepatah Arab, tarkul-‘adah ‘adawah (meninggalkan adat istiadat dapat menimbulkan permusuhan).”

WAHABI: “Tapi kan lebih baik tidak perlu suguhan makanan, agar tidak makruh.”
SUNNI: “Anda keras kepala. Tidak mengerti pembicaraan orang. Coba Anda pahami perkataan Ibnu Aqil dalam al-Funun di atas. Di antara dasar mengapa, kita dianjurkan mengikuti tradisi selama tidak haram, adalah hadits yang berbunyi:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْها أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا أَلَمْ تَرَيْ أَنَّ قَوْمَكِ لَمَّا بَنَوْا الْكَعْبَةَ اقْتَصَرُوا عَنْ قَوَاعِدِ إِبْرَاهِيمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَا تَرُدُّهَا عَلَى قَوَاعِدِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ لَوْلَا حِدْثَانُ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَفَعَلْتُ. (رواه البخاري ومسلم)

“Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Apakah kamu tidak tahu, bahwa ketika kaummu membangun Ka’bah, tidak sempurna pada pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS.” Aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah tidak engkau kembalikan Ka’bah kepada pondasi Nabi Ibrahim?” Beliau menjawab: “Seandainya bukan karena kaummu baru meninggalkan kekufuran, pasti aku lakukan.” (HR al-Bukhari dan Muslim.)

Dalam hadits di atas dijelaskan, bahwa Rasulullah SAW tidak merekonstruksi Ka’bah agar sesuai dengan Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS, hanya karena khawatir menimbulkan fitnah, karena kaumnya baru meninggalkan masa-masa Jahiliyah. Sampai sekarang Ka’bah yang ada, lebih kecil dari Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS. Ka’bah saja, yang merupakan kiblat umat Islam dalam menunaikan shalat dan ibadah haji, dibiarkan oleh Rasulullah SAW, karena alasan tradisi, apalagi masalah kenduri tujuh hari, yang hukumnya hanya makruh. Persoalan Ka’bah jelas lebih besar dari selamatan Tahlilan.”

WAHABI: “Tapi dengan adanya selamatan selama tujuh hari, itu berarti meninggalkan Sunnah atau melakukan makruh yang disepakati.”
SUNNI: “Siapa bilang selamatan tujuh hari itu makruh yang disepakati? Dalam masalah ini masih terdapat beberapa pendapat. Berikut rinciannya:
Tidak semua kaum salaf memakruhkan hidangan makanan yang dibuat oleh keluarga si mati untuk orang-orang yang berta’ziyah. Dalam masalah ini ada khilafiyah di kalangan mereka. Pandangan-pandangan tersebut antara lain sebagai berikut ini:
Pertama, riwayat dari Khalifah Umar bin al-Khatthab yang berwasiat agar disediakan makanan bagi mereka yang berta’ziyah. Al-Imam Ahmad bin Mani’ meriwayatkan:

عَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ أَسْمَعُ عُمَرَ رضي الله عنه يَقُوْلُ لاَ يَدْخُلُ أَحَدٌ مِنْ قُرَيْشٍ فِيْ بَابٍ إِلَّا دَخَلَ مَعَهُ نَاسٌ فَلاَ أَدْرِيْ مَا تَأْوِيْلُ قَوْلِهِ حَتَّى طُعِنَ عُمَرُ رضي الله عنه فَأَمَرَ صُهَيْبًا رضي الله عنه أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلاَثًا وَأَمَرَ أَنْ يُجْعَلَ لِلنَّاسِ طَعَاماً فَلَمَّا رَجَعُوْا مِنَ الْجَنَازَةِ جَاؤُوْا وَقَدْ وُضِعَتِ الْمَوَائِدُ فَأَمْسَكَ النَّاسُ عَنْهَا لِلْحُزْنِ الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ. فَجَاءَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ قَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ مَاتَ رَسُول اللَّه صلى الله عليه وسلم فَأَكَلْنَا بَعْدَهُ وَشَرِبْنَا، وَمَاتَ أَبُو بَكْرٍ فَأَكَلْنَا بَعْدَهُ وَشَرِبْنَا، أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِنْ هَذَا الطَّعَامِ، فَمَدَّ يَدَهُ وَمَدَّ النَّاس أَيْدِيَهُم فَأَكَلُوا، فَعَرَفْتُ تَأَويل قَوله.

“Dari Ahnaf bin Qais, berkata: “Aku mendengar Umar berkata: “Seseorang dari kaum Quraisy tidak memasuki satu pintu, kecuali orang-orang akan masuk bersamanya.” Aku tidak mengerti maksud perkataan beliau, sampai akhirnya Umar ditusuk, lalu memerintahkan Shuhaib menjadi imam sholat selama tiga hari dan memerintahkan menyediakan makanan bagi manusia. Setelah mereka pulang dari jenazah Umar, mereka datang, sedangkan hidangan makanan telah disiapkan. Lalu mereka tidak jadi makan, karena duka cita yang menyelimuti. Lalu Abbas bin Abdul Mutthalib datang dan berkata: “Wahai manusia, dulu Rasulullah SAW meninggal, lalu kita makan dan minum sesudah itu. Lalu Abu Bakar meninggal, kita makan dan minum sesudahnya. Wahai manusia, makanlah dari makanan ini.” Lalu Abbas menjamah makanan itu, dan orang-orang pun menjamahnya untuk dimakan. Aku baru mengerti maksud pernyataan Umar tersebut.” 
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Mani’ dalam al-Musnad, dan dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, dalam al-Mathalib al-‘Aliyah, juz 5 hal. 328 dan al-Hafizh al-Bushiri, dalam Ithaf al-Khiyarah al-Maharah, juz 3 hal. 289.

Kedua, riwayat dari Sayyidah Aisyah, istri Nabi SAW ketika ada keluarganya meninggal dunia, beliau menghidangkan makanan. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:

عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ ثُمَّ تَفَرَّقْنَ إِلاَّ أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِيْنَةٍ فَطُبِخَتْ ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيْدٌ فَصُبَّتْ التَّلْبِيْنَةُ عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ كُلْنَ مِنْهَا فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ اَلتَّلْبِيْنَةُ مُجِمَّةٌ لِفُؤَادِ الْمَرِيْضِ تُذْهِبُ بَعْضَ الْحُزْنِ. رواه مسلم.

“Dari Urwah, dari Aisyah, istri Nabi SAW, bahwa apabila seseorang dari keluarga Aisyah meninggal, lalu orang-orang perempuan berkumpul untuk berta’ziyah, kemudian mereka berpisah kecuali keluarga dan orang-orang dekatnya, maka Aisyah menyuruh dibuatkan talbinah (sop atau kuah dari tepung dicampur madu) seperiuk kecil, lalu dimasak. Kemudian dibuatkan bubur. Lalu sop tersebut dituangkan ke bubur itu. Kemudian Aisyah berkata: “Makanlah kalian, karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Talbinah dapat menenangkan hati orang yang sakit dan menghilangkan sebagian kesusahan.” (HR. Muslim [2216]).

Dua hadits di atas mengantarkan pada kesimpulan bahwa pemberian makanan oleh keluarga duka cita kepada orang-orang yang berta’ziyah tidak haram. Khalifah Umar berwasiat, agar para penta’ziyah diberi makan. Sementara Aisyah, ketika ada keluarganya meninggal, menyuruh dibuatkan kuah dan bubur untuk diberikan kepada keluarga, orang-orang dekat dan teman-temannya yang sedang bersamanya. Dengan demikian, tradisi pemberian makan kepada para penta’ziyah telah berlangsung sejak generasi sahabat Nabi SAW.
Ketiga, tradisi kaum salaf sejak generasi sahabat yang bersedekah makanan selama tujuh hari kematian untuk meringankan beban si mati. Dalam hal ini, al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam kitab al-Zuhd:

عَنْ سُفْيَانَ قَالَ قَالَ طَاوُوْسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ سَبْعاً فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَياَّمَ.

“Dari Sufyan berkata: “Thawus berkata: “Sesungguhnya orang yang mati akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan sedekah makanan selama hari-hari tersebut.”
Hadits di atas diriwayatkan al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-Zuhd, al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ (juz 4 hal. 11), al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur (32), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyah (juz 5 hal. 330) dan al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi (juz 2 hal. 178).

Menurut al-Hafizh al-Suyuthi, hadits di atas diriwayatkan secara mursal dari Imam Thawus dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut diperkuat dengan hadits Imam Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur dan hadits Ubaid bin Umair yang diriwayatkan oleh Imam Waki’ dalam al-Mushannaf, sehingga kedudukan hadits Imam Thawus tersebut dihukumi marfu’ yang shahih. Demikian kesimpulan dari kajian al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi.
Tradisi bersedekah kematian selama tujuh hari berlangsung di Kota Makkah dan Madinah sejak generasi sahabat, hingga abad kesepuluh Hijriah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh al-Suyuthi.
Keempat, pendapat Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki, bahwa hidangan kematian yang telah menjadi tradisi masyarakat dihukumi jaiz (boleh), dan tidak makruh. Dalam konteks ini, Syaikh Abdullah al-Jurdani berkata:

يَجُوْزُ مِنْهُ مَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ عِنْدَ الْإِماَمِ مَالِكٍ كَالْجُمَعِ وَنَحْوِهَا وَفِيْهِ فُسْحَةٌ كَمَا قَالَهُ الْعَلاَّمَةُ الْمُرْصِفِيُّ فِيْ رِسَالَةٍ لَهُ.

“Hidangan kematian yang telah berlaku menjadi tradisi seperti tradisi Juma’ dan sesamanya adalah boleh menurut Imam Malik. Pandangan ini mengandung keringanan sebagaimana dikatakan oleh al-Allamah al-Murshifi dalam risalahnya.” (Syaikh Abdullah al-Jurdani, Fath al-‘Allam Syarh Mursyid al-Anam, juz 3 hal. 218).
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hukum memberi makan orang-orang yang berta’ziyah masih diperselisihkan di kalangan ulama salaf sendiri antara pendapat yang mengatakan makruh, mubah dan Sunnat. Di kalangan ulama salaf tidak ada yang berpendapat haram. Bahkan untuk selamatan selama tujuh hari, berdasarkan riwayat Imam Thawus, justru dianjurkan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat dan berlangsung di Makkah dan Madinah hingga abad kesepuluh Hijriah.
Nah, dengan demikian, hukum suguhan makanan sebenarnya masih diperselisihkan di kalangan ulama. Kalau Anda kaum Wahabi terus memerangi suguhan makanan dalam acara tujuh hari, justru Anda yang melanggar hukum agama.”

WAHABI: “Kok justru kami yang melanggar hukum agama?”
SUNNI: “Ya betul. Dalam kaedah fiqih disebutkan, laa yunkaru al-mukhlatafu fiih wa innamaa yunkaru al-mujma’u ‘alaih (tidak boleh mengingkari hukum yang diperselisihkan di kalangan ulama. Akan tetapi hanya hukum yang disepakati para ulama yang harus diprotes/ditolak).”

WAHABI: “Lalu bagaimana dengan pengiriman hadiah pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit? Bukankah Imam al-Syafi’i melarang?”
SUNNI: “Imam al-Syafi’i tidak melarang apalagi mengharamkan. Beliau hanya berpendapat bahwa pengiriman hadiah pahala bacaan al-Qur’an menurut beliau tidak sampai. Sementara menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad bin Hanbal, dikatakan sampai. Banyak juga pengikut madzhab Syafi’i yang berpendapat sampai. Sedangkan pengiriman hadiah pahala selain al-Qur’an seperti sedekah, istighfar, shalawat, tahlil dan tasbih, semua ulama sepakat sampai. Jadi masalah ini persoalan kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa meskipun Imam al-Syafi’i berpendapat tidak sampai tentang pahala al-Qur’an, beliau menganjurkan membaca al-Qur’an di kuburan seseorang, agar mendapatkan barokahnya bacaan al-Qur’an. Anda harus tahu masalah ini.”

WAHABI: “Mengapa kalian tidak konsisten dengan madzhab Syafi’i, dan tidak usah Tahlilan?”
SUNNI: “Anda benar-benar bodoh. Imam al-Syafi’i tidak melarang Tahlilan. Sudah saya katakan berkali-kali. Dan anda juga bodoh, bahwa dalam bermadzhab, tidak berarti harus mengikuti semua pendapat Imam Madzhab secara keseluruhan. Tetapi mengikuti pendapat Imam Madzhab yang kuat dalilnya. Dalam madzhab Syafi’i ada kaedah, apabila pendapat lama Imam al-Syafi’i (Qaul Qadim) bertentangan dengan pendapatnya yang baru (Qaul Jadid), maka yang diikuti adalah Qaul Jadid. Hanya dalam 12 masalah, para ulama mengikuti Qaul Jadid, karena dalilnya lebih kuat. Anda ini lucu, katanya tidak taklid kepada ulama, semata-mata mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, tapi Anda memaksa kami meninggalkan Tahlilan, dengan alasan Imam kami melarang Tahlilan.”

WAHABI: “Menurut salah seorang ustadz kami (Firanda), riwayat dari Khalifah Umar, tentang suguhan makanan oleh keluarganya kepada para pentakziyah, adalah dha’if. Mengapa Anda sampaikan?”
SUNNI: “Kami pengikut ahli hadits dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, bukan pengikut Wahabi seperti Anda. Coba Anda perhatikan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal:

إذا روينا عن رسول الله صلى الله عليه و سلم في الحلال والحرام والسنن والأحكام تشددنا في الأسانيد وإذا روينا عن النبي صلى الله
عليه و سلم في فضائل الأعمال وما لا يضع حكما ولا يرفعه تساهلنا في الأسانيد

Dalam pernyataan tersebut, yang diperketat dalam penerimaan riwayat itu, kalau berupa hadits dari Rasulullah SAW. Berarti kalau bukan hadits Nabi SAW, seperti atsar Khalifah Umar, tidak perlu diperketat. Tolong Anda fahami dengan baik. Anda tahu Syaikh al-Albani?”

WAHABI: “Ya, kami tahu. Menurut kami beliau ulama besar dalam bidang hadits. Kenapa dengan Syaikh al-Albani?”
SUNNI: “Al-Albani mengutip perkataan Imam Ahmad bin Hanbal dalam sebagian kitabnya:

لا ينبغي لفقيه أن يحمل الناس على مذهبه

“Tidak sebaiknya bagi seorang ahli fiqih, memaksa orang lain mengikuti madzhabnya.”

Jadi kalau Anda mengakui al-Albani sebagai panutan Wahabi, Anda tidak perlu memaksa umat Islam yang memang bermadzhab Syafi’i, untuk mengikuti ajaran Wahabi yang Anda ikuti.”
Wallahu a’lam.

Sumber : http://debatsalafi.wordpress.com
              Redaksi ISBAD

Selasa, 25 November 2014

Berwudlu Dengan Lakban


wudhu
Ilustrasi Gambar
Dalam perjalanan dari Jawa Tengah ke Jkt, saya naik bis (kebetulan) kelas Eksekutif. Di sebelah saya duduklah orang yang mungkin 10 tahun lebih tua dari saya. Pakaiannya ala pejuang Taliban Agfanistan gitu, mukanya serius, tatapannya tajam, jidatnya ada dua titik hitam sebesar uang logam 500 rupiah, jenggotnya yang jarang dibiarkan tumbuh panjang lebih lebat sedikit dibandingkan dengan jenggot kambing, dengan berbekal sedikit agak segan, saya mulai membuka pembicaraan, (Setelah diringkas tanpa mengurangi isi pembicaraan): Saya (S) Bapak sebelah (BS):
( S) : Mohon maaf Pak, Jakartanya di mana?”
(BS) :” Di ***************, Adik ke mana?”

(S) :” Depok Pak, ngomong2 sepertinya Bapak aktivis masjid ya?”
(BS) :” Iya Dik. Saya ikut kelompok taklim (pengajian agama) yang betul2 berdasarkan Al-Quran dan          As-Sunnah, tidak dilebih-lebihkan dan tidak dikurang-kurangi…”

(S) : ” Maksud Bapak ?”
(BS) : ” Iya, sekarang kan banyak sekali orang yang mengamalkan ajaran agama tidak sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah, dan menambah-nambahi ajaran Islam dengan segala macam bentuk Bid’ah Dan yang wajib malah sering ditinggalkan…”

(S) : ” Maksud Bapak tidak mengurang-ngurangi dan melebih lebihkan itu harus pas betul dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah ya Pak…?”
(BS) : ” Iya Dik, itulah yang harus kita lakukan sebagai seorang Muslim sejati…”

(S) : ” Mohon maaf Pak, apakah saya boleh tanya Pak?”
(BS) : ” Silahkan…silahkan Dik dengan senang hati, sepanjang saya bisa jawab akan saya jawab….”

(S) : ” Dalam salah satu terjemahan ayat Al-Qur’an, disebutkan bahwa…..Hai Orang2 yg beriman, apabila kamu semua hendak mendirikan sholat, hendaklah kamu basuh mukamu dan kedua tanganmu sampai siku….dst”
(BS) : “O…iya itu surat Alma-idah ayat 6..”

(S) : Ayat itu kayaknya tidak ada perselisihan antara ulama manapun ya Pak..?”
(BS) : “Itu memang ayat yang sangat jelas artinya dan belum pernah ada perbedaan penafsiran di antara para ulama….”

(S) : “Kalau misalnya Bapak berwudlu, ketika membasuk tangan kurang dari siku, hukumnya sah apa enggak Pak?
(BS) : ” Ya jelas nggak sah Dik, kan perintahnya jelas, harus sampai ke siku, itu kan termasuk mengurang-ngurangi perintah agama…”

(S) : ” Berarti Bapak selama ini kalau berwudlu selalu pakai lakban Pak…”
(BS) : “Maksud Adik apa ya..?”

(S) : ” Kan biar pas sesuai perintah ayat itu Pak. Lha kalau kurang kata Bapak mengurang-ngurangi perintah, itu nggak boleh, menambah-nambahi juga nggak boleh, bukankan perintah dalam ayat itu hanya sampai siku…?
((BS) : ” Ah itu nggak masuk akal Dik….”

(S) : ” Pak, sebetulnya akal kita yang harus tunduk dan taat kepada Al-Quran, atau Al-Quran yang harus tunduk dan taat kepada akal kita Pak……?
Lama ngga ada jawaban begit saya lirik eh.. eh.. pura-pura tidur neh si bapak… xixixi

Sumber : http://debatsalafi.wordpress.com
              Redaksi ISBAD

Teka-Teki Saat Yesus Menjumpai Pohon Ara


Anda suka teka-teki ?
Yuk kita mengasah kejelian anda dalam memahami ayat2 bible Perjanjian Baru yang merupakan kitab suci agama kristen dan katolik.
Ada kisah yang menarik namun luput dari pengamatan pembaca injil. 
Kisah saat Yesus menjumpai pohon ara. Yaa... kisah itu sangat terkenal karena membuktikan bahwa yesus sama sekali tak memiliki sifat Ilahi. Yesus yang dianggap sebagai Tuhan atau jelmaan Tuhan ternyata TIDAK MAHA MENGETAHUI. Sebagai manusia yang 100 % Tuhan, ternyata Yesus tidak tahu musim buah. ini membuka akal kita bahwa memang sebenarnyalah Yesus hanyalah seorang manusia biasa. Yesus hanya seorang nabi yang dibekali mukjizat. Yesus sama sekali bukan Tuhan atau Tuhan yang menjelma sebagai manusia.
Lihat bagaimana seorang "tuhan" tidak tahu sama sekali tentang pohon ara yang diciptakannya. Yesus tak mengetahui sifat dari benda yang seharusnya Tuhan ketahui. Yesus tak mengetahui bahwa saat itu bukanlah musim buah ara. Padahal, di saat lapar yesus sangat berharap dapat makan sesuatu untuk mengganjal perutnya. yesus sangat butuh makanan. yesus ingin makan buah ara yang nampak di kejauhan. namun alangkah kecewanya beliau, ternyata saat dihampiri pohon itu tidak berbuah.
Tuhan seharusnya tidak butuh makanan. Tuhan seharusnya tidak lapar. Tuhan seharusnya Maha Mengetahui makhluk ciptaannya. Tuhan seharusnya mengetahui sifat pohon ara. Tuhan seharusnya mengetahui kapan saatnya musim buah ara. Tuhan seharusnya MAHA MENGETAHUI
Yuk... kita lihat betapa teka-teki ketuhanan ini dapat kita selesaikan dengan mudah. Mari kita baca ayat-ayatnya.

 Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar.


 Markus 11:13 Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu. Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab MEMANG BUKAN MUSIM BUAH ARA.


Jika Yesus adalah Tuhan, kenapa dia tidak tahu musim buah ara ?
Jika Yesus adalah manusia yang tak mengetahui, kenapa ngotot bahwa dia adalah tuhan ?


Kini kita sadari bahwa Yesus bukanlah Tuhan.
Yesus bukan jelmaan Tuhan. Tak sepantasnya jelmaan tuhan tidak maha tahu.

Hanya Allah Tuhan yang sebenarnya. Allah adalah Tuhan yang Maha Mengetahui.
Tiada Tuhan Selain Allah.

Sumber : http://membaca-alkitab-kristen-katolik.blogspot.com
              Redaksi ISBAD

Maria Ester Roman: Aku Menemukan Kedamaian Dalam Islam


Maria Ester Roman, Aku Menemukan Kedamaian Dalam Islam
Ilustrasi Gambar
Apa yang kualami saat ini berawal ketika aku masih berusia 20 tahun. Saat itu aku masih menyandang status sebagai mahasiswa. Aku mendengar tentang Islam dari beberapa temanku yang muslim.
Saat itulah pertama kali aku tahu, ada agama yang demikian. Karena rasa penasaran yang ada pada diriku, dan juga dikarenakan aku mulai mempertanyakan kebenaran agamaku, Katolik, aku mulai mempelajari Islam.
Aku mengajukan beberapa pertanyaan kepada temanku itu. Setiap pertanyaanku selalu berhasil mereka jawab. Semakin banyak yang kupelajari dan kuketahui, semakin bertambah pula keyakinanku akan kebenaran agama ini. Keputusan untuk memeluk agama ini pun datang begitu cepat, hanya dalam empat bulan saja. Namun hal itu tidak mudah.
Tentu tidak mudah mengganti identitas diri yang seumur hidup telah kupegang. Bukan karena aku tidak mau, tapi karena orang-orang telah mengenalku dengan identitas tersebut. Sulit bagiku untuk meyakinkan mereka bahwa cara pandangku, cara interaksiku (antara laki-laki dan perempuan, dll.), penampilanku, dll. akan berubah secara total.
Aku telah menekuni dunia modeling sejak masih sangat muda, saat usiaku 14 tahun. Dan entah bagaimana, aku mencintai dunia tersebut. Aku suka jadi pusat perhatian, menyukai kompetisi, kegelamoran, dan tata rias. Dengan segala pencapaian dan kesuksesanku di bidang itu, entah mengapa aku merasa ada yang salah. Ada sesuatu yang hilang, tapi aku tidak mampu mengetahui dengan tepat perasaan itu. Aku tidak mengetahui apa yang membuatku merasa hampa. Namun tidak lama kemudian aku sudah merasakan ketenangan dan kedamaian dengan kondisiku sekarang ini sebagai seorang muslimah.

Memeluk Islam
Aku telah mempertimbangkan beberapa opsi untuk diriku. Aku ingat kala itu aku sedang mengenakan toga wisudaku, lalu aku berkata pada diriku sendiri “Apa yang akan kulakukan setelah ini?”
Lalu di hari berikutnya, aku mengunjungi temanku dan kucurahkan semua kegelisahanku kepadanya. Saat aku hendak pulang, ia menutup nasihatnya dengan mengatakan, “Jangan khawatir Maria, ingatlah apa yang telah engkau lalui dan kemana engkau akan menuju. Tuhan pasti akan membimbingmu dengan cahaya hidayah-Nya”.
Saat ia menyelesaikan kalimatnya, aku membuka pintu meninggalkan rumahnya. Saat kubuka pintu, sinar matahari yang begitu kuat menerangiku. Aku mengartikan hal itu sebagai jawaban dari kegelisahanku. Saat itu juga kuputuskan untuk memeluk Islam. Di tempat itu, saat itu juga.

Reaksi Keluarga dan Teman
Sebagaimana prediksiku, kedua orang tuaku terkejut dengan apa yang telah terjadi padaku. Mereka tidak bisa memahami mengapa aku mengambil keputusan demikian. Namun mereka berusaha menenangkan diri untuk tidak berlebihan menyikapi hal itu.
Setelah beberapa tahun, akhirnya orang tuaku mulai memahami dan menerima kenyataan tentang diriku. Ketika mereka memasak daging babi, maka ibuku membuatkan menu khusus untukku. Ia juga selalu memberitahuku untuk mengenakan hijab di rumah, apabila ada tamu yang berkunjung.
Selain itu, ajaran Islam juga membuatku semakin patuh kepada kedua orang tuaku. Aku mulai mengerti dan menghargai kerja keras mereka sebagai generasi pertama orang Puerto Rico yang hijrah ke Amerika.
Teman-temanku banyak yang membujukku untuk berubah pendirian dari Islam. Namun aku selalu memohon istiqomah kepada Allah. Dan Allah pun menolongku. Aku tidak menyesal dan –insya Allah- tidak pernah merasa menyesal dengan pilihanku ini.
Aku merasa muak dengan kehidupanku sebelumnya. Dan saat ini, aku benar-benar telah menemukan kedamaian. Alhamdulillah, aku memiliki kesempatan dan aku telah memilih dan memanfaatkan kesempatan tersebut.
Islam membuatku menjadi pribadi yang rendah hati. Aku merasa lebih sederhan dan kesucianku lebih terjaga.

Pelajaran:
1. Islam adalah agama yang membawa ketenangan jika penganutnya mempelajari dan mengamalkannya.
2. Hidayah itu perlu diusahakan. Tidak patut seseorang mengatakan “Saya tidak shaleh, salahkan Allah yang tidak membimbing saya jadi orang shaleh”. “Saya tidak memeluk Islam, protes saja kepada Allah”. Karena orang yang jujur dan bersungguh-sungguh menginginkan hidayah pasti Allah beri. Sebagaimana firman-Nya,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69).

3. Orang yang cenderung kepada Islam perlu didekati dan semakin dikenalkan kepada Islam.
4. Pentingnya seorang muslim mengenal agamanya. Orang-orang non-Islam yang ingin mengetahui Islam, tentu mereka akan bertanya tentang Islam. Lahir sebagai seorang muslim bukan berarti orang telah mengetahui Islam. Oleh karena itu, diperlukan mempelajari Islam.
5. Selain berusaha, kita juga harus memohon kepada Allah agar dibimbing ke dalam ketaatan dan istiqomah di dalamnya.
6. Agama Islam membuat perangai seseorang kian baik.

Sumber: saudigazette.com.sa
               www.KisahMuslim.com
               Redaksi ISBAD

Inilah Penyebab Utama Yahudi Ingin Kuasai Palestina


Yahu Sebuah acara makan di hari suci Yahudi, selalu ditutup dengan kalimat “Next Year in Jerusalem.” Satu kalimat yang mengungkapkan cita-cita mereka untuk menduduki Yerusalem.

Kaum Yahudi di Israel terus menerus meneror warga Palestina. Apa yang membuat Yahudi berkeras ingin mengu-asai tanah Palestina secara keseluruhan walau fakta sejarah membuktikan bahwa tanah tersebut adalah milik Muslim?
Apa penyebab utama Yahudi ingin menguasai Palestina?

Yerusalem dalam Taurat
Hubungan antara Yahudi dan Yerusalem bisa dilihat di Bibel Perjanjian Lama. Menurut pandangan Yahudi, daerah yang paling suci adalah Mount Moriah (Gunung Moriah), yang kemudian dikenal dengan Temple Mount (Kuil Gunung). Area ini yang mereka klaim sekarang terletak di bawah bangunan milik Muslim, the Dome Of the Rock atau Kubbah As-Sakhra.

Dalam Perjanjian Lama (Taurat), Yerusalem mempunyai banyak nama, Salem (Shalem), Moriah, Jebuse (Yevuse), Jerusalem (Yerushalayim), and Zion (Tzi-yon). Dan terbanyak yang disebutkan dalam Perjanjian Lama adalah Yerushala-yim, yang disebutkan sebanyak 349 kali, sementara Tziyon disebutkan sebanyak 108 kali.

Menurut kepercayaan Kabbalah, suatu tradisi mistis Yahudi, batu dari Gunung Moriah yang kenal sebagai “Even Shtiyah”- the Drinking Stone (batu yang sedang minum), adalah pusat dari alam semesta, tempat di mana dunia terairi secara spiritual.

Kisah-kisah dalam Bibel yang ber-hubungan dengan Gunung Moriah sangat banyak, antara lain adalah: Ketika Ishak pergi ke sebuah lapangan ia bertemu Ribka untuk pertama kalinya (Kitab Kejadian 24:63-67), dia berdiri di gunung Moriah (Yerusalem). Mimpi Jakub naik ke surga melihat para malaikat turun tangga (Kejadian 28:10-22), juga terjadi di tempat ini, gunung Moriah (Yerusalem).

Mitos Yerusalem Dipegang Kuat
Keyakinan ini masih hidup, sangat dipercayai oleh orang Yahudi sekarang. Ini tampak dalam ritual-ritual mereka. Contoh: Ketika seorang Yahudi berdoa 3 kali sehari, mereka selalu menghadap Yerusalem. Jika sedang berada di Yerusalem, maka mereka berdoa menghadap Temple Mount. Yerusalem disebutkan berkali-kali dalam doa keseharian Yahudi dan dalam doa terima kasih setelah makan.

Orang Yahudi menutup Passover Seder, yakni acara makan dalam hari suci Yahudi, selalu dengan kalimat “Next Year in Jerusalem.” Satu kalimat yang mengung-kapkan cita-cita mereka untuk menduduki Yerusalem. Hari berduka cita/berkabung Yahudi, Tisha B’Av, memperingati perusakan Kuil yang pertama dan kedua.
Ketika dalam acara pernikahan Yahudi, pengantin memecahkan sebuah gelas sebagai tanda mengingat kedukaan terhadap perusakan kedua kuil yang berdiri di Gunung Moriah.

Menyambut kedatangan Mesiah
Dan orang Yahudi yang beriman selalu menyisakan tempat kecil pada dinding rumah mereka tanpa diplester tanpa dicat. Ini sebagai tanda kedukaan perusakan Kuil. Dalam keyakinan Yudaisme, yang sesungguhnya telah bergeser jauh dari Taurat yang dibawa oleh Musa as, bangsa Yahudi yakin bahwa kelak seorang Messiah akan datang mengangkat derajat dan kedudukan bangsa Yahudi menjadi pemimpin dunia. Kehadiran Mesiah inilah yang menjadi inti dari semangat kaum Yahudi untuk memenuhi Tanah Palestina.

Bagi zionis Yahudi, mereka menganggap Kuil Sulaiman harus sudah berdiri untuk menyambut kedatangan Messiah yang akan bertahta di atas singgasananya yang pada akhirnya diperuntukkan bagi pusat pemerintahan dunia (One World Order).

Ada satu syarat lagi menjelang hadirnya Messiah, yakni mereka harus menemukan dan menyembelih serta membakar seekor sapi betina berbulu merah berusia tiga tahun dan belum pernah melahirkan anak. Untuk yang satu ini pun kaum Zionis telah mempersiapkannya. Melalui suatu proses rekayasa genetika, di tahun 1997, mereka telah mendapatkan seekor sapi dengan ciri-ciri tersebut.

Hanya saja, mereka terbentur satu persyaratan lagi, yakni penyembelihan dan pembakaran sapi merah ini harus dilakukan di atas kaki Bukit Zaitun. Masalahnya saat ini bukit Zaitun masih berada di tangan bangsa Palestina. Sebab itu, kaum Zionis selalu berupaya tanpa lelah mengusir orang-orang Palestina dari wilayah ini.

Membangun Haikal Sulaiman
Para ahli arkeologi sepakat,  ibukota Kanaan dan ibukota kerajaan Daud as berlokasi di tempat yang sekarang ini adalah kampung Arab, Silwan, beberapa kilometer sebelah selatan  tembok ”baru” dari Kota Tua.

Kuil Sulaiman (Haikal Sulaiman) juga dikenal sebagai Beit HaMikdash (Kuil yang Suci). Pemilihan lokasi kuil ini dahulu dilakukan oleh Nabi Daud as yang saat itu beliau menunjuk puncak gunung Moriah (II Samuel 24:18-25). Kitab 1 Raja-raja 6-8 menggambarkan dengan detail bagaima-na anak Daud as, Raja Sulaiman, memba-ngun dan meresmikan Kuil. Walaupun hingga kini belum ada kejelasan pasti di mana lokasi Haikal Sulaiman berada, tapi sementara semua pakar arkeologi setuju bahwa bangunan itu berdiri di atas Gunung Moriah. Yahudi mengklaim di Al-Aqsa. Padahal tidak ada yang tahu pasti.

Itulah beberapa mitos yang dipegang kuat oleh Yahudi. Zionisme bukan sekadar gerakan ‘religion’, tapi sebuah gerakan makar besar untuk menguasai dunia dalam satu tatanan, The New World Order, Novus Ordo Seclorum. Sebuah sistem dunia yang menghamba pada Lucifer (setan).

Sumber : islampos.com (Hj Irena Handono)
              Redaksi ISBAD

Kejahatan-kejahatan Mustafa Kamal Ataturk terhadap Islam

Mustafa Kamal Ataturk
MARET 1924, Khilafah Uthmaniah dihapuskan secara resmi oleh Mustafa Kamal Ataturk dari bumi Turki. Ini adalah awal kelam sejarah Islam.
Setelahnya, selama 15 tahun (1923-1938) Ataturk berkuasa. Ia secara konstan dan terstruktur mengasingkan terhadap Khilafah Uthmaniah Turki.  Kamal Ataturk berpendirian bahwa segala masalah yang dihadapi oleh bangsa Turki ketika itu disebabkan oleh Islam. Islam dipersalahkan sebagai puncak kemunduran dan kehinaan yang dialami oleh bangsa Turki, walaupun sejarah dengan jelas telah membuktikan bahwa Islamlah yang membuat Turki begitu terpandang.
Menurut Dr Abdullah Azzam dan Dr. Mohammad Redzuan Othman, setelah berkuasa pada 29 Oktober 1932, Ataturk melahirkan republik Turki moden dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Mengikuti segala model Barat dalam pemerintahan.
2. Sistem yang menjadi dasar adalah sistem republik sekular.
3. Menghapuskan sistem pemerintahan khilafah.
4. Pemakaian hijab dilarang di kalangan kaum wanita. Jika bersikeras dipakai, maka muslimah dihukum  berat.
5. Pemakainan tarbusy oleh lelaki diganti dengan topi. Juga dianggap menentang hukum jika dipakai.
6. Menggantikan huruf arab dengan latin.
7. Menukar sistem pemerintahan Islam dengan sekular sebagaimana termaktub dalam perlembagaan tahun 1933.
8. Memansuhkan Artikel 2 yang menyatakan ‘Agama Bagi Negara Turki Adalah Islam.’
9. Memansuhkan Kementerian Kehakiman Syariah dan diganti dengan Badan Kehakiman Sipil.
10. Melarang poligami dan menyamaratakan hak pewarisan harta dan pernikanah antara lelaki dan wanita.
11. 3 Maret 1924 sistem pendidikan sekular menjadi dasar dan sebaliknya dia menutup dan memansuhkan semua madrasah, sekolah agama rakyat, gerakan tariqat dan amalan sufi.
12. Menggantikan budaya Islam dengan budaya berasaskan Turki dan Barat.
13. 6 Febuari 1933 azan harus digemakan dalam bahasa Turki dan tidak lagi dalam bahasa Arab.
14. Masjid Aya Sophia diubah statusnya menjadi museum.
15. Melatih tentera dengan latihan a la Barat.
16. Merobohkan semua masjid dekat istana disebabkan suara azannya dianggap bising dan menganggunya beristirahat.
17. Melarang kaum muslimin mengerjakan Haji di Makkah.
18. Mendirikan patungnya di setiap tempat.
19. Menghapuskan Kementerian Wakaf.
20. 26 November 1925 menghapuskan penggunaan Kalender Hijrah dan menggantikannya dengan kalender Barat.
22. Mengganti hari libur Jumat dengan hari Ahad sebagaimana hari libur di Barat.

Sumber : http://muslimina.blogspot.com
              Redaksi ISBAD

Sabtu, 22 November 2014

Sejarah Daulah Umayyah Part.2


Ringkasan Sejarah Daulah Umayyah (Bagian 2)
Ilustrasi Gambar
Periode Kekacauan
Setelah Yazid wafat, terjadilah kekosongan posisi khalifah. Abdullah bin Zubair yang tinggal di Mekah segera mendeklarasikan diri sebagai khalifah. Namun, tokoh-tokoh sahabat dan tabi’in semisal Abdullah bin Umar bin al-Khattab, Nu’man bin Basyir, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib (Muhammad al-Hanafiyah), Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, dan Said bin al-Musayyib tidak menyetujui apa yang dilakukan Abdullah bin Zubair.
Mulailah terjadi kekacauan dalam Daulah Umayyah. Kekacauan terus berlangsung antara tahun 64H–86H pada masa Khalifah Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan.
Pada masa ini, dua khalifah yakni Marwan bin Hakam dan putranya, Abdul Malik bin Marwan, menjadi titik balik perubahan dan meletakkan sendi-sendi kebangkitan kekhalifahan.

Bangkit dari Keterpurukan
a. Kebangkitan Militer
Setelah mengalami periode sulit, Daulah Umayyah berhasil bangkit kembali dari keterpurukan. Masa itu bisa dikatakan periode kekuatan yang kedua. Dimulai dari masa Khalifah al-Walid bin Abdul Malik dan berakhir pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Pada masa ini, semangat jihad begitu menggelora. Sebagian besar anggaran pembelanjaan negara disalurkan pada bidang militer. Gaji tentara dinaikkan. Jaminan terhadap kesejahteraan keluarga tentara ditingkatkan, seperti diberi perumahan, lahan pertanian, dan berbagai jaminan. Alat utama sistem senjata dan sistem pertahanan semakin diperkuat. Realisasinya berupa pembangunan benteng, mercusuar, parit-parit pertahanan, dll.
Di setiap kota dibangun markas tentara, masjid-masjid, sekolah, dan pasar sebagai pusat perekonomian. Selain itu, dibuat juga pabrik-pabrik

Salah satu sudut Istana Alhambra di Spanyol berhiaskan kalimat Arab "Walaa ghaaliba illallaah" (Tidak ada pemenang kecuali Allah).
Salah satu sudut Istana Alhambra di Spanyol berhiaskan kalimat Arab “Walaa ghaaliba illallaah” (Tidak ada pemenang kecuali Allah).
pembuatan kapal untuk angkatan laut di Kota Arce. Kemudian diikuti daerah-daerah lainnya seperti di Syam, Mesir, dan Tunisia.
Pada masa ini juga terjadi penaklukkan besar-besaran, yang belum pernah terjadi di masa Khulafaur Rasyidin. Kekuasaan Daulah Islam Umayyah kian meluas, terbentang dari Cina, Andalusia, hingga bagian selatan Perancis. Pintu-pintu Constantinopel sudah mulai diketuk dan bergetar. Laut-laut Romawi berganti menjadi wilayah Islam. Pada masa inilah Islam mulai tersebar di tiga benua; Asia, Afrika, dan Eropa.
Keadaan tersebut membuat orang-orang semakin berbondong-bondong masuk ke dalam Islam. Mereka memeluk Islam tanpa paksaan dan tanpa ancaman pedang. Mereka mengenal kemuliaan Islam, prinsip persamaan dan persaudaraan, dan mengenal kemudahan yang diajarkan Islam. Ketertarikan pun muncul dari kelemah-lembutan tersebut.
Dampaknya, bahasa Arab menjadi kebanggaan di penjuru dunia. Di Asia, Eropa, dan Afrika, orang-orang berbicara dengan bahasa Arab. Dunia mengenal nama-nama besar semisal Qutaibah bin Muslim, Muhammad bin al-Qashim ats-Tsaqafi, Musa bin Nushair, Thariq bin Ziyad, dll.

b. Kebangkitan Ulama
Di antara keistimewaan Daulah Umayyah adalah banyaknya muncul para ulama dan ahli fikih. Yang pertama dan utama tentu saja generasi sahabat radhiallahu ‘anhum yang hidup di tengah-tengah masa ini. Mereka mewariskan peradaban dan ilmu yang begitu tinggi dalam agama, politik, dan social kemasyarakatan. Kemudian generasi tabi’in yang menimba ilmu dari para sahabat dan kemudian mewarisinya ke generasi berikutnya, generasi tabi’ tabi’in.
Tidak hanya rakyatnya, bahkan di antara khalifah Bani Umayyah adalah ulama terkemuka seperti Muawiyah bin Abi Sufyan, seorang sahabat agung, penulis wahyu Alquran. Ada juga Umar bin Abdul Aziz, seorang tabi’in yang diakui keilmuan dan ketawadhuannya, dll.
Para khalifah Bani Umayyah dikelilingi dan bersahabat dengan para ulama dan ahli fikih. Jika kita membaca biografi-biografi para sahabat dan tabi’in betapa seringnya kita temui mereka duduk bersama para khalifah dan memberikan nasihat. Baik dialog langsung ataupun surat-menyurat. Tidak sedikit di antara khalifah yang menangis membaca dan mendengar nasihat dari para ulama tersebut. Hal ini menunjukkan ketawadhuan dan kelembutan hati para khalifah Bani Umayyah.

c. Masyarakat Madani
Sebagian penulis sejarah berbohong tentang keadaan masyarakat Daulah Umayyah. Atau mereka membesar-besarkan sebagian kejadian terhadap sekelompok orang di masyarakat seolah-olah itulah keadaan masyarakat di masa Daulah Bani Umayyah. Keadaan masyarakat di zaman ini sangat dekat dengan ulama. Bacalah kisah mengenai seorang tabi’in Thawus bin Kaisan, bagaimana keadaannya ketika beliau wafat. Manusia penuh sesak menghadiri pemakamannya hingga jenazahnya pun sulit dikeluarkan dari rumahnya karena demikian sesaknya orang yang hadir. Hingga gubernur Mekah terpaksa mengirim pengawalnya untuk menghalau orang-orang yang mengerumuni jenazahnya agar bisa diurus sebagaimana mestinya. Orang yang turut menshalatkan banyak sekali, hanya Allah yang mampu menghitungnya, termasuk di dalamnya Amirul Mukminin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan.
Masyarakat yang agamis ini tidak lepas dari peranan khalifah-khalifah Bani Umayyah yang begitu serius menjaga ajaran Islam yang murni. Membersihkannya dari khurofat-khurofat. Terutama di wilayah-wilayah yang baru mengenal Islam.
Budaya bahasa Arab begitu tersebar tatkala itu. Bangunan-bangunan pun bertuliskan aksara Arab. (Salah satu dinding Istana Alhambra, Spanyol)
Budaya bahasa Arab begitu tersebar tatkala itu. Bangunan-bangunan pun bertuliskan aksara Arab. (Salah satu dinding Istana Alhambra, Spanyol)
Pemerintah Bani Umayyah juga mendorong masyarakatnya untuk terus membangun peradaban yang tinggi. Mendukung kegiatan-kegiatan pendidikan dan penerjemahan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas ilmu-ilmu agama dan syair Arab semata, akan tetapi diikuti juga oleh ilmu-ilmu pasti. Perkembangan ini juga terjadi pada bidang industri dan perdagangan.

Profil Khalifah-Khalifah di Masa Kejayaan
a. al-Walid bin Abdul Malik
Khalifah al-Walid sangat perhatian dengan pembangunan masjid di wilayah-wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Di antara kebijakan strategis lainnya yang ia lakukan adalah pembangunan jalan raya menuju Hijaz (daerah yang meliputi Jeddah, Mekah, dan Madinah) untuk memudahkan jamaah haji bersafar menuju daerah tersebut. Ia juga memerintahkan Gubernur Madinah, yang saat itu dijabat oleh Umar bin Abdul Aziz, untuk menggali sumur-sumur di Madinah dan menyiapkan petugas khusus untuk memberi minum jamaah.
Untuk memperkuat militer, ia mengangkat seorang yang keras seperti Hajjaj bin Yusuf. Meskipun Hajjaj adalah sosok yang kontroversi, namun Hajjaj berhasil memunculkan orang-orang seperti Muhammad al-Qashim dan Qutaibah bin Muslim yang berhasil menaklukkan berbagai wilayah. Pada masa pemerintahan al-Walid juga muncul pahlawan-pahlawan semisal Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad.
Secara umum, masa pemerintahannya adalah masa-masa yang stabil. Umat Islam berhasil mencapai Cina di Timur hingga Andalus di Barat. Al-Walid bin Abdul Malik wafat pada pertengahan bulan Jumadil Akhir tahun 96 H. Ia menunjuk saudaranya Sulaiman bin Abdul Malik sebagai khalifah setelahnya.

b. Sulaiman bin Abdul Malik
Dengan segala yang ada padanya sebagai manusia, secara umum Sulaiman bin Abdul Malik rahimahullah adalah seorang khalifah yang shaleh. Hal itu terlihat dari pidatonya saat diangkat menjadi khalifah. Dari Jabir bin Aun al-Asadi, ia berkata, “Kalimat pertama yang disampaikan Sulaiman bin Abdul Malik dalam pidatonya saat dikukuhkan sebagai khalifah adalah:
“Segala puji bagi Allah, segala yang Dia kehendaki terjadi. Apa yang Dia inginkan terangkat, maka terangkat. Apa yang Dia mau terjatuh, maka terjatuh. Orang yang Dia kehendaki, maka Dia beri dan orang yang Dia kehendaki (untuk tidak mendapatkan), maka ia terhalangi. Dunia ini adalah negeri yang menipu. Wahai hamba Allah, jadikanlah kitab Allah sebagai imam, ridhailah hukum yang ditetapkannya. Jadikanlah ia sebagai pemimpin. Ia adalah kitab yang telah menghapus hukum-hukum sebelumnya dan tidak akan ada kitab setelahnya yang menghapus hukumnya.”
Bukti keshalehan lainnya adalah terlihat dari teman-teman dekatnya yang ia jadikan sebagai penasihat seperti Umar bin Abdul Aziz dan tokoh tabi’in Raja’ bin Haiwah.
Pada tahun 97 H, Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik menunaikan ibadah haji bersama Umar bin Abdul Aziz. Di hari Arafah, Sulaiman dan Umar wukuf di Arafah. Sulaiman merasa bahagia dengan banyaknya umat Islam yang berkumpul memenuhi panggilan Allah. Sulaiman berkata kepada Umar, “Lihatlah mereka, yang jumlahnya hanya Allah saja yang bisa menghitungnya. Tidak ada yang menanggung rezeki mereka kecuali Allah”. Umar bin Abdul Aziz menanggapinya, “Mereka adalah rakyatmu hari ini, tetapi besok kamu akan ditanya tentang mereka.” Dalam riwayat lain, “Mereka adalah orang-orang yang akan menuntutmu di hari kiamat.” Tiba-tiba Sulaiman menangis, nasihat Umar benar-benar menghujam di dadanya, ia berkata, “Hanya kepada Allah aku memohon pertolongan.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 12: 685).
Muhammad bin Sirrin rahimahullah berkata tentang Sulaiman bin Abdul Malik, “Ia mengawali dan mengakhiri kekhalifahannya dengan kebaikan. Ia mengawalinya dengan membuat aturan wajib shalat di awal waktu dan mengakhirinya dengan mengangkat Umar bin Abdul Aziz”.
Sulaiman wafat pada bulan Shafar tahun 99 H. Ia menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai penggantinya.

c. Umar bin Abdul Aziz
Rasa-rasanya tidak perlu penulis bertutur panjang tentang Umar bin Abdul Aziz pada kesempatan kali ini. Karena beliau sudah cukup dikenal dan tidak diingkari kemuliaannya. Secara singkat, Umar bin Abdul Aziz mengawali pemerintahannya pada Bulan Shafar tahun 99 H dan berakhir dengan wafatnya pada Bulan Rajab 101 H.
Berbagai macam kesuksesan yang diraih dalam pemerintahannya dan sedemikian hebatnya ia berhasil memakmurkan rakyatnya tidak terlepas dari usaha-usaha yang dirintis oleh khalifah-khalifah sebelumnya.

Periode Kemunduran dan Runtuhnya Kekhalifahan
Periode kemunduran Daulah Bani Umayyah dimulai saat 6 tahun sebelum daulah ini runtuh. Ditandai dengan keributan yang terjadi di dalam istana; para amir saling berselisih dan memusuhi, maraknya konspirasi yang membingungkan dan mengadu domba. Keadaan demikian membuat para amir lalai dari tugas utama mereka dalam pemerintahan. Negara yang begitu luas pun mulai limbung dan kehilangan stabilitas. Ditambah lagi munculnya pemberontakan dari kalangan orang-orang Abbasiyah, Syiah, dan Khawarij. Keadaan demikian terus berlangsung hingga terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh orang-orang Abbasiyah pada tahun 132 H. Saat itulah merupakan akhir dari kisah Daulah Bani Umayyah.
Silsilah Nasab Bani Umayyah menunjukkan mereka adalah kaum Quraisy yang dihormati.
Silsilah Nasab Bani Umayyah menunjukkan mereka adalah kaum Quraisy yang dihormati.

Sumber:
- ash-Shalabi, Ali bin Muhammad. ad-Daulah al-Umayyah. 2008. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
- artikel-artikel islamstory.com
- artikel-artikel kisahmuslim.com
- Redaksi ISBAD