" IKATAN SILATURAHMI BAHAGIA DUA, KREO SELATAN "

Kamis, 13 November 2014

Kisah Penyerangan Ka'bah

Ilustrasi Gambar
Hampir semua orang mengetahui kisah raja Abrahah, yaitu Abrahah bin Asyram. Yang datang dari Yaman dengan bala tentara, kekuatan, dan kekejamannya. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, tujuannya adalah menuju Makkah untuk menghancurkan Ka'bah.

Sebelum memasuki Makkah, ia berhasil merampas heewan ternak unta sejumlah dua ratus ekor milik seorang penduduk Makkah, Abdul Muththalib. Kemudian ia bersiap siaga untuk memulai penyerangan.
Namun, sebelum itu datanglah Abdul Muththalib (kakek Rasulullah SAW) yang tak lain adalah pemimpin kota Makkah. Maksud kedatangannya adalah untuk berunding dengan Abarahahh sebelum agresi dilakukannya. Tatkala Abrahah melihat Abdul Muththalib datang menghampirinya, dengan penuh hormat ia pun menyambut dan memuliakannya. Lalu, ia meminta Abdul Muththalib mengambil tempat duduk di sampingnya, karena ia sangat menghargai dan menyeganinya.

Abarahah bertanya kepadanya, “Anda perlu apa, wahai Abdul Muththalib?” Abdul Muththalib menjawab, “Permintaanku adalah dikembalikannya dua ratus ekor untaku yang telah dirampas dikembalikan kepadaku.”
Padahal, Abrahah mengira Abdul Muththalib akan mempertanyakan perihal Baitullah yang ingin ia hancurkan. Abrahah menjawab, “Ketika aku melihatmu, aku merasa takjub dan segan terhadapmu. Namun, setelah mengdengar permintaanmu tadi, semua anggapanku tentangmu menjadi sirna. Engkau sekarang tak lagi berharga di mataku.”

Abrahah saat itu sangat meremehkan Abdul Muththalib dan menganggapnya hina. Sebab, ia hanya membicarakan perihal dua ratus untanya yang dirampas dan tidak menyinggung perihal Baitullah Al-Haram Ka'bah Al-Musyarrafah sedikit pun.

Abrahah berkata, “Apakah engkau hanya sibuk memikirkan dua ratus ekor untamu yang dirampas? Sementara terhadap Baitullah yang menjadi simbol agamamu dan agama nenek moyangmu tidak engkau pedulikan. Sesungguhnya, tujuanku ke sini adalah ingin menghancurkan dan meluluh-lantahkannya.”
Namun, Abdul Mutthalib menanggapinya dengan sebuah ungkapan yang menurut sebagian orang sangat indah, menakjubkan, dan menunjukkan keyakinan yang sangat mendalam. Ia berkata, “Sesungguhnya, aku hanya pemilik unta-unta itu, sedangkan Baitullah itu punya Rabb (Pemilik) yang akan melindunginya.”
Respon Abdul Mutthalib terhadap Abrahah merupakan sikap pasif dan tidak wajar, yang menggambarkan seorang yang hidup hanya karena sesuap nasi.

Apakah orang hidup hanya karena sesuap nasi? Hanya karena menyambung hidup, anak-anak, unta, dan kesenangannya saja? Sementara itu, ia tidak mempedulikan agama Allah SWT dengan asumsi bahwa Dia-lah yang akan menjaganya? Sebenarnya, keyakinan seperti ini merupakan buah dari pemahaman yang sangat sempit dan pengetahuan yang sangat dangkal.

Penduduk Makkah menunjukkan sikap pasifnya. Mereka bersembunyi di lorong-lorong gunung, mengosongkan kota Makkah, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Abrahah agar ia, bala tentara, dan pasukannya yang mengendarai gajah memasukinya.

Setelah penduduk Makkah menunjukan sikap pasif, turunlah burung-burung Ababil. Turunlah mukjizat besar berupa sekelompok burung kecil yang melempari mereka dengan batu yang berasal dari tanah yang terbakar. Kemudian Allah menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Burung-burung kecil itu meluluh-lantahkan kekuatan Abrahah, bala tentara dan pasukan bergajahnya.

Mengapa burung-burung Ababil turun? Mengapa ia turun kepada kaum yang mempunyai sikap pasif dan tidak mau mengambil tindakan? Sebabnya, hal tersebut sudah merupakan sunatullah dalam memusnahkan orang-orang yang zalim.

Inilah sunnatullah yang sudah berlaku dalam membinasakan orang-orang yang zalim sebelum Rasulullah SAW. Allah SWT membinasakan orang-orang zalim dengan kejadian luar biasa dan jauh dari jangkauan akal manusia. Sementara itu, orang-orang yang beriman hanya berdiam diri; tidak menghunus pedang dan tidak melakukan peperangan.

Tatkala Baitullah terliputi bahaya besar, sunatullah berlaku, walaupun orang-orang yang beriman lalai dan tidak peduli. Kejadian seperti ini pernah pula terjadi pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.

Redaksi ISBAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar